Seperti halnya mentari yang membias segala jutaan cahaya kemuka bumi yang penuh kedangkalan kelam, waktu adalah perlambangan ajarnya .waktu bergulir sejak ia menampakan diri bersama fajar ayu menganga dari ufuk timur sampai berakhir pada perpisahan senja di ufuk barat.
Aku dan waktu selalu dipersalahkan, semerbak harum dalam nasehat ibuku mengaum keras di balik dapur yang terbakar.Besok adalah hari pertama masuk kampus, tentu banyak hal baru yang ingin kulakukan guna mengembangkan diriku yang ingin menolak sebuah pembodohan.Aku menempuh jenjang pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta.Berjuta harapan saat alarm kupasang pada pukul 08.00 wib.
Saat waktu menyuarakan alarm kamar, aku tengah sibuk dengan mimpi yang mengapung di awang-awang. Entah kenapa hasrat yang tadinya menggebu menghilang sesaat dalam perlelapan yang syahdu. Alarm pertama tidak dapat terdengar hingga berakhir pada telinga ibuku yang merespon kebisingan,hal itu sontak membuat bibir ibuku mengaung untuk kesekian kalinya.Â
Namun aku masih sibuk oleh mimpi. Lima belas menit berselang jam menunjukan pukul 08.15 saat itu alarm kedua berdering tanpa menimbulkan efek padaku, pekik dari mulut alarm tak juga segera menyudahi pejaman indraku. Saat alarm kedua bertahta, ibu yang geram membangunkanku dengan ciuman manis berupa tamparan air mineral di muka imut ini. Aku sontak berpaling dari mimpi dan membelalak mataku hingga tak sadar oleh segala keindahan dalam mimpi.
"Ada apa, Bu, kok pakek acara disiram sih?" Tanyaku keheranan.
"Udin, Udin! Kamu itu mau jadi apa, lihat sekarang sudah jam berapa?" Sambil menunjuk jam yang tersenyum di meja belajarku. Kamu gak kuliah, ingat ini hari pertama masuk kampus." Seru ibuku yang mulai meninggi nadanya.
"Iya, Bu, aku lupa." Sembari berlari ke kamar mandi.
"Dasar bocah geblek!"Gerutu ibuku.
Sebagai mahasisiwa harus tampak bersih, hingga waktu dikamar mandi cukup memakan waktu yang cukup lama. Tak lama berselang sekitar lima belas menit aku keluar dengan raut yang sedikit berseri.
"Aduh sudah jam segini bisa gawat kalau sampai telat ke kampus, masa hari pertama telat kan gak ganteng." Sembari mengeringkan rambut yang sedikit ikal itu.
Jam sudah menunjukan pukul 08.30 wib. Mentari mulai mengeluarkan aura yang cukup terik tuk disentuh oleh jutaan sel-sel epidermis kulit manusia. Tetapi aku masih sibuk dengan penampilan agar terlihat feminim dengan gaya yang kekinian.
Sial saat aku hampir kelar mengenakan pakaian terlintas sepatu yang baru kubeli kemarin.
"Bu, sepatuku di mana?"Sembari membenahi rambutnya yang dibalut pomade.
"Di toko sepatu lah, masa di dapur." Jawab ibu dengan nada yang masih sedikit sinis.
"Ah ibu, buruan di mana? Udah telat, nih." Ucapku dengan manja.
"Tuh, di dekat pintu kamar kakak." Sembari menatap dengan mata yang membuat nyaliku menciut. Kemudian aku bergegas mengambil sepatu itu dan segera memakainya.Â
Setelah semuanya siap, aku menegeluarkan motor kesayangan dan tanpa berpamitan dengan ibu, aku meninggalkan garasi rumah yang tak terkunci. Di perjalanan, aku merasakan ada suatu kejanggalan yang ada dalam diri. Bodoh beribu-ribu bodoh!Aku lupa membawa tas dan juga handphone!
"Anjas! Gua kok, pikun sih!Tas gua sama handphone masih ketinggalan di meja belajar."
Tanpa berpikir panjang akuputer arah menuju rumah. Saat hampir sampai rumah tiba-tiba ban sepeda motorku bocor. "Sial!ban pakek acara bocor lagi!"
Kemudian tanpa berpikir panjang aku tetap mengendarai motor hingga sampai di rumah.Setelah masuk garasi ibu tiba-tiba bercuap-cuap, "Eh anak ibu udah pulang kampus rupanya, atau ada sesuatu yang tertinggal wahaiUdin anak ibu yang ganteng."
"Hehehe, iya Bu, tas Udin ketinggalan." Jawabku sambilcengengesan.
"Udin, ibu kasih tau ya,cobalah hargai waktu sebab orang yang menyepelekan waktu itu jadinya seperti ini, kayak kamu sekarang ini itu, ciri ciri orang yang tidak menghargai waktu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H