[caption caption="Sumber: microsite.metrotvnews.com"][/caption]Dari zaman dahulu hingga kini, seolah laut hanya menjadi milik laki-laki. Laut identik maskulinitas, berburu paus dan bertahan hidup. Sedangkan perempuan masih saja dipandang sebelah mata, hanya mampu mengurus dapur dan anak.
Dalam kehidupan laut kenyatanya sebenarnya berbeda, walau masih dipandang sebelah mata didalam pembangunan sektor industri maritim, peran perempuan jauh lebih vital dalam memberikan nilai tambah dari hasil komoditi laut.
Memang, sedikit kita temukan perempuan yang terjun langsung ke laut untuk menangkap ikan bersama laki-laki. Namun, hal tersebut tidak bisa serta merta dianggap sebagai satu-satunya indikator keterlibatan penting dalam sektor maritim.
Pada aspek yang lain, peran perempuan dalam sisi industri perikanan malah memiliki kerterlibatan jauh lebih banyak ketimbang laki-laki. Mulai dari aspek produksi, distribusi bahkan sampai konsumsi. Namun, dalam kenyataanya, masih ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia, perempuan masih tidak dilibatkan dalam membuat keputusan terkait proses arah bisnis perikanan ini dan berbagai perkembangannya.
Keterlibatan peran perempuan dalam komunitas nelayan biasanya lebih pada pekerjaan mengolah hasil dan budidaya laut. Namun dalam urusan rumah tangga, sebenarnya perempuan memiliki peran yang lebih dominan dari pada laki-laki.
Sebab, dalam komunitas nelayan, perempuan mau tidak mau harus terjun dalam kegiatan produktif untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Maka dengan demikian, laki-laki dalam komunitas nelayan cenderung egaliter terhadap keberadaan perempuan dalam ranah domestik.
Ketika laki-laki pergi menangkap ikan ke laut bahkan berhari-hari. Membuat perempuan dalam komunitas nelayan hampir seluruhnya bertanggung jawab atas segala kehidupan keluarga. Mulai dari mengurus pinjaman kredit, berurusan dengan pemerintahan hingga mengurus anak.
Selain itu, perempuan juga dituntut untuk bersosialisasi dengan berbagai pihak untuk menjaga relasi sosial yang telah dibangun oleh para suami mereka. Tidak jarang, dari aktivitas tersebut membuat mereka terlibat aktif dalam kegiatan politik. Maka, sering sekali kita temukan didaerah pesisir bahwa perempuan lebih memiliki kepedulian yang cukup tinggi terhadap kondisi politik ketimbang perempuan yang hidup di perkotaan.
Dengan demikian, peran perempuan dalam proses industri ini tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Sudah sangat jelas bahwa perempuan dalam komunitas nelayan jauh lebih memiliki peran aktif dalam keberlangsungan hidup rumah tangga nelayan. Maka dari itu, pemerintah harus segara melibatkan perempuan sebagai stakeholder utama dalam pembangunan perikanan di Indonesia.
Maka yang perlu programkan pemerintah ke depan adalah membuka ruang keterlibatan nelayan perempuan. Upaya ini memang tidak mudah, mengingat para petinggi pemerintah kita belum hatam betul soal kesetaraan gender dalam pengambilan kebijakan. Ini tantangan sekaligus peluang bangsa kita.
Mau tidak mau, dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemerintah harus segera berbenah diri. Pemerintah harus mau memaksimalisasi peran perempuan dalam pembangunan industri maritim.
Jika pemerintah mampu mensinergikan pemberdayaan perempuan dalam setiap kebijakan pada tingkat lokal maupun nasional. Sudah dapat dipastikan, pembangunan industri hasil laut dan kesejahteraan nelayan akan berjalan secara optimal. Karena sejatinya, laut bukan hanya milik laki-laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H