Sejenak terdiam, kuputuskan tuk melangkah
memasuki rimba liar penuh hewan pemikir
tempat argumen terasah
kala keteguhan terlahir
Semakin jauh, absolut terlihat relatif
adaptasi ciri permanen orang arif
seturut hati nurani ibarat budaya primitif
keteguhan hati menjadi barang langka, populis permisif
kulihat setiap pasang kaki bergerak tanpa kendali
kebebasan yang dulu mewah, sekarang mudah terbeli
dulu para pejuang telah menumpahkan darah demi pekik "merdeka!!!"
kini, demi bertahan dalam uzur, terus tumpah keringat darah mereka
Waktu muda telah dikorbankan demi masa depan anak cucu
hanya dalam khayal, keceriaan tingkah bocah lucu
sayang, kenyataan tak seindah harapan kalbu
putih itu berubah kelabu
Dunia berlari cepat tanpa kehabisan daya
yang lambat ditinggal sendiri tuk mati
satu kata menjadi sangat dominan: "saya"
jiwa kosong pencari kenikmatan tanpa henti
kesetiaan paralel dengan adanya uang
hawa nafsu pribadi tak terkekang
kasih sayang tulus tak mendapat ruang
kemanusiaan kritis, menunggu waktu diabaikan dan terbuang
sekejab kuterhenyak
Kudapati diriku berdiri di depan pintu
ah, untung semuanya hanyalah imaji yang terserak
saatnya kembali ke dunia nyata, berkarya dalam lorong waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H