Untuk kita renungkan, saudaraku...
saudaraku,
kita pernah sangat dekat
dalam rumah tanpa sekat
tidur di ranjang yang sama
kini berpisah, malah saling jadi hama
saudaraku,
maafkan aku telah membuatmu iri
maafkan aku menyombongkan diri
maafkan aku tidak terbuka
maafkan aku pernah membuatmu terluka
tapi saudaraku,
mengapa kau siksa jiwamu dengan kini melukai tubuhku?
melihat kita, pejuang menangis tersedu
pantaskah kita saling memburu?
tak layak mereka melihat kita beradu
saudaraku,
haruskah kita terus berbalas menyakiti?
kuteringat ujar Gandhi
mata ganti mata hanya akan membuat dunia buta
mengapa tak bersama kita nikmati kuta?
saudaraku,
mengapa dan bagaimana semua bermula?
yang kutahu, ada masa kelam dalam buku catatan kita
haruskah kita bertahan dalam kesakitan?
saudaraku, saatnya kita buang ke-aku-an
Saudaraku,
bersama, tiada dapat bertahan di depan kita
bersama, terjaga keutuhan keluarga kita
bersama, kesejahteraan mengiring langkah kita
bersama. Kita.
saudaraku,
ya, dikau saudaraku
ingatkan, jika aku lupa:
kita terlahir dari rahim yang sama...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H