Mohon tunggu...
ana kartika
ana kartika Mohon Tunggu... Mahasiswa - hi! :) Selamat datang dan selamat membaca

individu yang sedang belajar mengungkapkan pikirannya lewat tulisan, jadi mohon dimaklumi apabila terdapat banyak kekurangan dan kekakuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara terkait Pendidikan yang Berpihak pada Murid

9 Oktober 2023   16:59 Diperbarui: 9 Oktober 2023   17:04 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara terkait dengan pendidikan merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang bisa dimaknai dan diimplementasikan hingga masa sekarang dan masa-masa selanjutnya. Beliau memaknai pendidikan bukan hanya sekadar mentrasfer ilmu, namun proses penanaman benih-benih kebudayaan yang dapat mewujudkan pendidikan sesuai dengan kodrat tumbuh dan berkembang setiap individu. Cita-cita luhur ini dapat dicapai melalui 'pengajaran' ilmu dan kecakapan, serta menumbuhkan nilai-nilai kebudayaan agar anak dapat menjadi manusia yang merdeka secara lahir dan batin, menjadi bagian masyarakat yang mandiri dan dapat bergantung pada daya potensinya sendiri.

Sebelum mempelajari filosofi pendidikan, pandangan saya terhadap peserta didik dan pembelajaran sangat berbeda, kerdil dan terbatas pada soal angka saja. Saya percaya bahwa pendidikan yang berkualitas adalah cerminan intelektualitas dari peserta didik, keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur semata dari pendidik yang bisa menghasilkan peserta didik dengan nilai tinggi.  Label peserta didik yang baik merujuk pada anak yang sejalan dengan perintah, menuruti instruksi dan tuntutan yang diberikan. Cara pandang ini jelaslah keliru dan bertentangan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Memaknai dan menghayati pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai falsafah dan esensi pendidikan, membawa saya pada pengetahuan dan pengalaman baru terkait peserta didik dan pembelajaran. Cara pandang saya jauh lebih berkembang dan tidak terpusat pada nilai saja, melainkan pendidikan yang memberikan kesempatan pada setiap anak untuk mendapatkan kemerdekaan belajar, menuntun segala kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan bagian dari masyarakat.

Menurut pemikiran Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan tersebut bisa dicapai dengan menanamkan mindset sistem among. Yaitu menuntun dan mengasuh anak melalui proses membimbing, mengarahkan, dan mendampingi setiap perkembangan peserta didik untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, sesuai dengan kodrat alam dan zamannya. Pendidik sebagai pamong bisa memberikan tuntunan berupa penjelasan, teladan, pemberian dukungan, motivasi, semangat, saran, dan rekomendasi agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya. Dalam mengemong, pendidik perlu mengenali  karakteristik dan kebutuhan belajar anak, agar kegiatan menuntun dapat berjalan secara efektif sesuai dengan keinginan, kemampuan, dan potensi anak.  

Selanjutnya ditilik dari konteks sosial budaya, menuntun berarti mengaitkan nilai-nilai budaya yang berasal dari konteks sosial dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai luhur budaya yang dijaga dan dicerminkan dalam kehidupan masyarakat akan menjadi tuntunan bagi proses perkembangan anak, yang nantinya akan kembali diterapkan di tengah masyarakat itu sendiri. Pendidik hendaknya berupaya untuk mengadakan pembelajaran yang relevan dengan konteks sosial dan budaya agar peserta didik dapat menumbuhkan pemahaman bermakna yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan nyata

Dari konteks tersebut, pendidik dapat menguatkan nilai-nilai kemanusian dan karakter luhur yang tertanam dalam diri peserta didik. Namun sejatinya, lingkungan keluarga menjadi pusat penting dalam upaya penanaman dasar dan pengembangan karakter, budi pekerti seorang anak. Pengajaran dalam lingkup keluarga menjadi pondasi penting dalam menanamkan karakter luhur dan kesadaran diri anak terkait dengan kekuatan diri dan bagaimana cara menempatkan diri dalam interaksi sosial. Maka dari itu, di awal disebutkan bahwa peran pendidik adalah menguatkan karakter, memperbaiki laku, bukan dasar hidup anak. Namun sebagai pelaku tripusat pendidikan, baik keluarga, sekolah, dan masyarakat harus saling bekerjasama dalam mengemban tanggung jawab untuk mewujudkan kemerdekaan belajar bagi setiap anak.

Dalam kegiatan menuntun, pendidik memberi kebebasan dan kemerdekaan setinggi-tingginya bagi peserta didik untuk menentukan tumbuh kembangnya berdasarkan kemampuan dan potensi diri. Namun kebebasan ini harus didasarkan pada kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam meliputi sifat dan bentuk alam yang menjadi lingkungan belajar anak, menjadi penentu bagi pendidik untuk menyelenggarakan pembelajaran yang relevan dan kontekstual dengan kondisi lingkungan, geografis, dan latar belakang peserta didik, agar dapat diarahkan untuk mengembangkan pemahaman yang sesuai dan bisa diimplementasikan dengan kodrat tersebut. Kemudian kodrat zaman berkaitan dengan pendidikan yang dinamis sesuai dengan perubahan zaman. Pendidikan bagi anak harus dapat menyediakan wadah bereksplorasi, berkreasi, dan berinovasi untuk menyesuaikan, mempersiapkan diri, dan membangun kompetensi berdasarkan kebutuhan dan tantangan sesuai zaman.  

Singkatnya, pendidikan yang memerdekaan anak, mengembangkan potensi diri sesuai dengan segala kodrat alam dan zaman merupakan cerminan dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam cita-cita luhurnya menyelenggarakan pendidikan yang berpihak pada murid. Pemikiran ini tertuang dalam semboyan yang berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Artinya sebagai pamong, pendidik harus dapat berperan menjadi teladan, memberi motivasi, semangat, dukungan, saran, dan rekomendasi agar peserta didik dapat mengekplorasi dan menguatkan daya cipta, rasa, dan karsanya.

Berdasarkan pemahaman dari topik filosofi pendidikan ini, hal konkrit yang bisa saya upayakan dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid adalah dengan merancang pembelajaran yang berdiferensiasi, kontekstual dan tanggap budaya, serta sesuai level perkembangan dengan memperhatikan pemetaan terkait karakteristik dan kebutuan belajar murid. Kemudian memberi ruang bagi murid untuk dapat berperan aktif dalam mengembangkan kompetensi berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi, dan berkolaborasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun