Ada sebuah ironi yang menggeliat ketika mendapati fakta 2 fakta yang saling bertimpang tindih, satu dengan yang lainnya. Ketika banyak anak memiliki kesempatan untuk mengecap bangku sekolah dan menikmati setiap fasilitas yang sangat memadai, di sisi lain negeri ini ada sekelompok anak yang harus bersanding dengan segala keterbatasan, untuk mengecap indahnya belajar. Apakah hidup memang harus saling bersimpangan? Pendidikan di tanah Jawa menjadi hal yang lumrah untuk dirasakan oleh anak-anak usia sekolah. Banyak orang tua yang merencanakan dengan matang pendidikan putra-putri mereka, bahkan dari pendidikan PAUD sampai perguruan tinggi. Selain faktor dukungan dari orang tua, fasilitas pendidikan di pulau Jawa sudah bisa dikatakan memenuhi standar meskipun masih terdapat beberapa kekurangan di beberapa bagian, tapi toh semua itu tidak serta merta memupus harapan dari putra-putri bangsa untuk merasakan indahnya sebuah sekolah, dan kenyamanan untuk bisa belajar tanpa adanya gangguan fasilitas. Akan tetapi, di kala segala dukungan fasilitas, material, maupun spiritual dari berbagai pihak sudah digenggaman, banyak anak-anak yang masih ogah-ogahan untuk belajar dengan baik. Banyak anak-anak yang merasa skeptis dengan tujuan mereka ke depan. Pandangan mengenai masa depan-yang cenderung akan sama-dengan orang lain menjadi patokan yang membuat banyak anak enggan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan tinggi-tinggi untuk apa toh, pada akhirnya selesai sekolah juga paling nikah, punya anak-seperti yang orang lain lakukan. Sangat jarang ditemukan ada anak yang mempunyai pemikiran berbeda-pemikiran-pemikiran di luar jalur-yang tidak sama dengan orang lain-pernah lakukan. Ada satu titik-di mana pemikiran mereka-menjadi satu pukulan kecil-melihat kondisi negara kita yang masih membutuhkan peran serta mereka-di segala bidang kehidupan. Di saat banyak old generation yang sudah saatnya berganti, para young generation adalah harapan bagi bangsa ini. Tetapi, ketika banyak putra-putri bangsa yang memilih untuk lebih berkonsentrasi pada kehidupan masing-masing pribadi maka harapan kini digantungkan kepada sosok-sosok-yang diharapkan-masih memiliki semangat cinta pada negeri-yang semoga masih berkenan untuk menilik pula kondisi saudara-saudari satu bangsa-di sisi lain negara ini. Mereka, adalah putra-putri bangsa yang masih membutuhkan perhatian kita untuk membuat perubahan dalam kehidupan mereka. Semangat mereka untuk tetap berusaha mengenyam pendidikan dalam keterbatasan menjadi semacam ironi ketika kita sendiri-yang mampu mengecap indahnya pendidikan tanpa keterbatasan-malah menyia-nyiakan semua itu dengan dalih bahwa semua itu tak akan bermanfaat banyak bagi keberlangsungan masa depan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H