Mohon tunggu...
Ahmad Mutiul Alim
Ahmad Mutiul Alim Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Tertarik pada semua gejala sosial dan agama. Suka Travelling, Musik, dan Olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gaduh Predator Menteri Desa

9 April 2016   18:46 Diperbarui: 9 April 2016   19:16 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Illustrasi. modifikasi.com"][/caption]Sebuah tulisan bisa saja dimaknai positif atau negative. Tergantung kacamata dan background pemikiran yang melandasi si pembaca. Sama halnya ketika membaca kata “jahat”, maka persepsi yang mungkin saja muncul kemudian adalah berbagai gambaran-gambaran yang dianggap mewakili suatu tindakan jahat. Ketika anda berpikir kebut-kebutan di jalan raya adalah suatu kejahatan, sayang sekali, bagi seorang pembalap jalanan hal itu adalah hal yang wajar, bahkan sangat waja. Jelas bukan?

Begitu pula ketika saya hendak menuliskan artikel ini, bisa jadi anda menganggap tulisan saya ini sebagai suatu pencitraan, pembelaan, tulisan tidak berguna, atau bahkan suatu tulisan yang segar. Semua memang tergantung dari landasan pemikiran anda. Tapi, jangan naif untuk menyimpulkan bahwa apa yang pikirkan adalah satu-satunya kebenaran. Jangan! Pemikiran semacam itu menghancurkan beragam etalase pemikiran yang sebenarnya indah untuk dinikmati.

Tidak usah berpanjang lebar ya, terus terang penulis prihatin dengan beragam isu yang menggoyang pemerintahan Jokowi-JK akhir-akhir ini. Banyak tokoh, parpol, dan pihak yang menyudutkan sang presiden dalam rangka mempercepat reshuffle kabinet yang belum ada kabarnya hingga detik ini. Tidak salah, namun tak elok jika kita lihat bagaimana gigihnya orang nomor satu ini bekerja demi meningkatkan perekonomian negara yang masih tiarap, sedangkan para pembantunya sibuk membuat statement seolah-olah punya wewenang mengganti si A atau si B.

Kawan, hal ini bukan tanpa masalah. Kita sebagai rakyat kecil mungkin tidak dapat berbuat apa-apa, hanya melongo melihat para pekerja kabinet gontok sana gontok sini memperebutkan kekuasaan. Memang kita tidak menggeneralisir semua pembantu presiden ini, karena masih ada mereka yang serius bekerja dalam posisinya sebagai abdi negara. Namun apa jadinya jika menteri yang tengah focus melakukan tugasnya di bawah bendera Nawacita sang presiden, malah dicolek-colek oleh segelintir pihak yang menginginkan posisi serupa. Alasannya, tentu saja menginginkan lahan basah posisi sang menteri.

Isu terbaru yang berkembang adalah posisi Menteri Desa yang tengah diperebutkan oleh PDIP. Partai pemegang suara terbanyak di parlemen ini memang tidak menyatakan secara tegas terkait isu ini. Namun dari rilis inilah.com yang muncul kemarin (8/4), menyatakan bahwa posisi Menteri Desa harusnya diisi oleh pihak yang menginisiasi UU Desa (yang dalam hal ini Budiman Sudjatmiko dari fraksi PDIP). Padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa UU Desa diinisiasi oleh beberapa fraksi di DPR pada 2014 silam, diantaranya PPP, Golkar, PKB, PAN, dan PDIP. Bahkan Marwan Jafar yang saat ini mengisi jabatan sebagai Menteri Desa termasuk salah seorang dari seluruh Panitia Khusus (pansus) RUU Desa.

Maklum, posisi Menteri Desa merupakan posisi ‘basah’ diantara sekian kementerian yang dipimpin oleh Jokowi-JK. Posisi ini memungkinkan untuk mengakses ke lebih dari 75 ribu desa di Indonesia. Otomatis hal ini berdampak pada perolehan suara pada pemilu 2019 nanti. Dengan alasan inilah, bisa jadi PDIP saat ini tidak berhenti ngotot untuk merebut posisi Menteri Desa. Sungguh sangat disayangkan, Marwan Jafar yang tengah fokus membangun desa seluruh Indonesia, terus dipaksa meladeni nafsu birahi parpol pemenang melalui sang Sekertaris Kabinet, Pramono Anung.

Jika kita perhatikan, sejak dilantik menjadi Menteri Desa, Marwan Jafar kerap melahirkan kebijakan yang cerdas dalam pembangunan desa. Jatah 1 miliar per desa yang diamanahkan oleh UU Desa, disikapi dengan meluncurkan Pemendesa, dengan harapan dapat mengarahkan kepala desa agar menggunakan dana tersebut sesuai prioritas penggunaan yang ditekankan oleh pemerintah. Hanya saja memang pandangan orang tak selalu sama, menteri desa ini terus diserang dengan isu rekrutmen pendamping desa yang tidak sehat atau dipolitisasi. Sebenarnya bukan menutup mulut, Marwan Jafar sudah berkali-kali menyatakan bahwa jika memang ditemukan penyimpangan dalam rekrutmen pendamping desa, mereka dipersilahkan untuk melapor. Bahkan Ahmad Erani selaku Dirjen PPMD Kemendesa, sudah menekankan bahwa pendamping desa (sesuai kode etiknya) tidak boleh terafiliasi dengan partai politik mana pun. Ombudsman dalam hal ini sudah dipersilahkan menindak pendamping desa yang ‘main-main’ dengan kode etik yang telah ditetapkan.

Tulisan ini bukan dalam rangka membela Menteri Desa yang saat ini tengah dizolimi oleh para predatornya. Kita akui Marwan Jafar juga tidak terlepas dari kekurangan dan celah. Namun bukan itu yang seharusnya kita pikirkan. Mereka (predator menteri desa), tak selayaknya menggoyang-goyang posisi ini, dimana pada saat yang sama sang menteri tengah fokus blusukan kesana kemari demi mensukseskan misi besar sang presiden. Coba saja lihat liputan TV One sore ini di kabar petang sore ini (9/4), Marwan Jafar seolah acuh dengan para perebut tahta ini. “Siapa yang mau panik? Mereka aja yang panik bikin gaduh,” kata sang menteri.

Negara ini butuh kepada mereka yang memegang komitmen untuk melakukan perubahan. Bukan hanya fokus minta jatah, minta posisi, dan lain sebagainya, yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan yang sedang berjalan. Sebagai rakyat jelata, penulis hanya bisa berdoa agar Pramono Anung atau PDIP berhenti menggoyang pemerintahan. Perlu diingat, negara ini sudah tidak menerapkan system parlementer. Suara PDIP di parlemen bisa saja paling besar, tapi bukan ajang untuk mendikte kepala negara toh? Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun