Apa sih bid'ah itu? Dan apa benar orang Muhammadiyah suka membid'ahkan segala perkara yang tidak ada dasarnya dari rasulallah SAW?
Bid'ah adalah segala sesuatu yang tidak di lakukan oleh Rasulullah saw. pada zaman beliau, tetapi dilakukan oleh umatnya setelah beliau wafat. Bid'ah merupakan kebalikan dari sunnah, yang artinya bid'ah merupakan perkara yang bertentangan dengan sunnah. Maksud dari sunnah disini adalah suatu perkara yang berasal dari rasulullah saw, baik berupa ucapan, perbuatan, ibadah maupun muamalah. Contoh perkara yang termasuk bid'ah adalah seperti perayaan maulid nabi.
Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu hari raya bagi umat muslim. Dalam setiap perayaannya pasti terjadi perdebatan tentang hukum memperingati kelahiran Nabi Muhammad ini. Dalam hal ini, Majelis Tarjih menegaskan jika tidak terdapat dali yang menjelaskan tentang larangan maupun perintah dalam memperingati lahirnya Nabi Muhammad saw.
Adannya perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbuatan bid'ah yang mengandung unsur syirik dan tidak jelas sumber serta dalilnya," mengutip hadist riwayat Umar bin Khattab yang terdapat dalam Shahih Bukhari. Namun Muhammadiyah tidak serta menyalahkan perbuatan itu sebab apa yang dilakukannya merupakan hal yang positif. Muhammadiyah turut menghormati adanya perbedaan-perbedaan tersebut sebagai bentuk toleransi dalam agama. Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw boleh dilaksanakan jika didalamnya mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, kepemimpinan dan perjuangan Rasulullah saw," terang Amir sambil mengutip QS. al-Ahzab: 21.
Disebutkan dalam beberapa hadist Rasulullah saw. mengenai bid'ah ini, diantaranya:
"Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak" (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
"Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid'ah dialah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun" (HR. Tirmidzi no.2677)
Dalam tulisan artikel yang berjudul "Bid'ah Dalam Pandangan Muhammadiyah" memberikan empat poin tentang bid'ah menurut Muhammadiyah, yang bersumber dari Kajian Fatwa Majelis Tarjih Dan Tajdid Muhammadiyah.
Yaitu pertama, Muhammadiyah lebih cenderung kepada muwassi'in dalam memahami bid'ah. Maksudnya Muhammadiyah memandang jika tidak semua perkara baru dalam agama dimasukan dalam kategori bid'ah yang buruk atau sesat, selama perkara atau perbuatan itu tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai-nilai agama. Mengapa Muhammadiyah ada dalam pandangan ini? Sebab Muhammadiyah berpandangan bahwa perbuatan yang tidak dilakukan oleh Rasulullah, belum tentu merupakan perbuatan yang haram hukumnya, selama tidak keluar dari nilai agama.
Kedua, Muhammadiyah berupaya membedakan antara ibadah khusus (mahdhah) dan ibadah umum (ghairu mahdhah), terutama dalam menyikapi hal-hal baru dalam agama yang tidak dijelaskan secara jelas dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Hal-hal yang termasuk dalam lingkup ibadah mahdhah atau yang khusus, merupakan hal-hal yang tidak boleh diubah, ditambah, dilemahkan, atau diinovasi oleh umat Islam. Misalnya saja shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Urusan keagamaan yang tidak termasuk dalam lingkup ibadah ghairu mahdhah atau tidak khusus antara lain silaturahmi, menjenguk orang sakit, bersedekah, mencari ilmu, bekerja, membangun masjid, dan kegiatan bermanfaat lainnya. Ibadah ini boleh dilakukan sekalipun Nabi SAW tidak pernah mengerjakannya. Dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai dalam ajaran Islam.
Ketiga, Muhammadiyah menyeimbangkan upaya pemurnian dan modernisasi. Dalam bidang keimanan dan ibadah, tajdid berarti penyucian, pemulihan keimanan dan ibadah dalam kesucian sesuai Sunnah Nabi SAW. Sedangkan dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid bermakna mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat, kreatif dan inovatif sesuai dengan tuntutan zaman.
Keempat, menurut Fajr, Muhammadiyah tidak menggunakan kata "sesat" untuk menghukum dirinya sendiri. Namun Muhammadiyah lebih memilih mengatakan, "Tidak ada pedoman dalam hal ini," "Tidak ada dasar untuk pedoman" atau "Argumentasi dalilnya lemah" Hal ini disebabkan penggunaan istilah penawar yang kurang tepat dan kurang tepat. Apalagi jika digunakan untuk menghukum masalah khilafiyah dalam agama, dapat menimbulkan konflik dan perpecahan di kalangan umat. Muhammadiyah menerapkan pendekatan dakwah budaya dalam upaya pembersihannya. Implementasi langkah purifikasi yang dilakukan Muhammadiyah tidak dilakukan secara frontal dan radikal, melainkan secara persuasif dan kultural.
Muhammadiyah tidak serta merta membid'ahkan suatu perkara yang tidak ada dalilnya jika perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip agama. Dan dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah cenderung lebih dekat dengan kelompok muwassi'in dalam memahami bida'ah. Maksudnya Muhammadiyah memandang bahwa bukan berarti semua perkara baru di bidang agama termasuk dalam bida'ah yang sesat, jika sepanjang perkara baru itu tidak bertentangan dengan kaidah agama, yaitu prinsip tajdid dari perspektif Muhammadiyah yang menyeimbangkan antara upaya purfikasi dan moderenisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H