Keempat, menurut Fajr, Muhammadiyah tidak menggunakan kata "sesat" untuk menghukum dirinya sendiri. Namun Muhammadiyah lebih memilih mengatakan, "Tidak ada pedoman dalam hal ini," "Tidak ada dasar untuk pedoman" atau "Argumentasi dalilnya lemah" Hal ini disebabkan penggunaan istilah penawar yang kurang tepat dan kurang tepat. Apalagi jika digunakan untuk menghukum masalah khilafiyah dalam agama, dapat menimbulkan konflik dan perpecahan di kalangan umat. Muhammadiyah menerapkan pendekatan dakwah budaya dalam upaya pembersihannya. Implementasi langkah purifikasi yang dilakukan Muhammadiyah tidak dilakukan secara frontal dan radikal, melainkan secara persuasif dan kultural.
Muhammadiyah tidak serta merta membid'ahkan suatu perkara yang tidak ada dalilnya jika perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip agama. Dan dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah cenderung lebih dekat dengan kelompok muwassi'in dalam memahami bida'ah. Maksudnya Muhammadiyah memandang bahwa bukan berarti semua perkara baru di bidang agama termasuk dalam bida'ah yang sesat, jika sepanjang perkara baru itu tidak bertentangan dengan kaidah agama, yaitu prinsip tajdid dari perspektif Muhammadiyah yang menyeimbangkan antara upaya purfikasi dan moderenisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H