Suasana kebatinan bangsa ini barangkali sedang campur aduk, antara sedih, bingung dan  tidak jelas arah mau dibawa kemana kondisi masyarakat selanjutnya.Â
Mengamati apa yang dilakukan pemerintah terkait kebijakan tentang pandemi menyiratkan sebuah kebijakan yang tidak fokus. Berkaca dari Vietnam yang sukses memerangi pandemi, itu karena mereka sejak awal tidak menganggap remeh dan fokus melakukan penanganan padahal negaranya langsung berbatasan dengan china.Â
Kita bisa melihat hingga saat ini Vietnam dengan penduduk 97 juta jiwa namun tidak ada angka kematian karena kasus Covid 19.Usaha yang dilakukan negara ini bisa dibilang luar biasa, dari awal mereka berasumsi bahwa yang dihadapi adalah hal buruk sehingga dengan siaga menyiapkan diri menghadapi pandemi
Di negeri ini sejak issu Corona merebak di Wuhan China pada Bulan Desember 2019, tidak terlalu tanggap bahkan terkesan meremehkan, para pejabatnya malah membuat issue ini sebagai bahan bercandaan dan merasa issue virus ini bukan issue yang penting, padahal pada saat yang sama, di negara lain keberadaan virus ini sudah memakan korban yang tidak sedikit seperti di Italia, Spanyol dll
Sekitar awal Maret barulah pemerintah mengumumkan adanya kasus positif terkenan covid, di titik inipun pemerintah masih terlihat  menyepelekan, belum ada langkah nyata bagaimana penanganan virus selanjutnya. Konflik kepentingan dan polemik pun bermunculan antara tuntutan pemberlakuan Karantina wilayah sesuai UU no 6 tahun 2018. UU ini bisa dijadikan sebagai dasar hukum pemberlakuan karantina wilayah jika diindikasikan terjadi darurat kesehatan pada masyarakat.Â
Kedaruratan kesehatan masyarakat sendiri adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.Â
Lebih lanjut, UU 6/2018 mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan melalui penyelenggaraan kekarantinaan masyarakat. implikasi lain dari kebijakan ini adalah bahwa selama diberlakukan karantina wilayah maka pemerintah berkewajiban menanggung biaya kehidupan masyarakat bahkan hewan ternak, artinya ada jaminan yang jelas bagi masyarakat atas kebutuhan pokok mereka.
Alih-alih dilakukan lockdown, pemerintah malah memutuskan kebijakan PSBB atau pembatasan sosial berskala besar yang tak ada dasar hukumnya, kebijakan ini seolah berupa himbauan  saja tidak ada sanksi yang jelas jika ada pelanggaran.Â
Masyarakat diinstruksikan untuk tinggal dan bekerja di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus namun di sisi lain kebutuhan pokok mereka tidak dipenuhi, maka kebijakan ini menjadi dilematis dimana gerak manusia dibatasi sedangkan ada kalangan miskin yang hanya bisa makan jika beraktivitas di luar sehingga kemudian yang terjadi banyak kasus-kasus kelaparan dan kekurangan pangan. kaum marginal perkotaan akhirnya memilih mudik, pulang ke kampung halamannya. hal ini sangat berpotensi menyebarkan virus ke seluruh penjuru negeri.
Kebijakan yang plinplan ini menimbulkan efek yang sangat luas, peningkatan kasus covid meningkat secara eksponensial, data yang tidak transparan di awal mengurangi kewaspadaan masyarakat, kasuspun meningkat tajam, dokter dan paramedik di berbagai rumah sakit banyak yang sudah menjadi korban, ketidaksiapan pemerintah menyediakan alat kesehatan dan APD membuat korban covid ini semakin benyak berjatuhan, rumah sakit sendiri kewalahan dalam melakukan penanganan.Â
Belum lagi jelas persoalan penanganan Covid, tetiba DPR mensahkan UU minerba, listrik yang ternyata sifatnya subsidi silang bukan benar-benar itikad baik pemerintah untuk mensubsidi rakyat, yang terbaru pemerintah menaikan iuran BPJS, lalu PSBB yang dilonggarkan, sehingga aktivitas masyarakat mulai ramai kembali sementara tidak ada kejelasan apa perkembangan covid di negeri ini kurvanya sudah benar-benar melandai atau justru sedang menuju puncak. kita lihat di bulan berikutnya yaitu Juni apakah pelonggaran PSBB, pembukaan bandara ini akan signifikan terhadap peningkatan kasus Covid.Â
Himbauan Pemerintah untuk berdamai dengan Corona seolah kata lain dari skenario Herd Immunity yaitu konsep kekebalan terhadap penyakit yang dipakai untuk level populasi, secara tidak langsung pemerintah angkat tangan dan membiarkan masyarakat berjuang sendiri berperang lawan #corona hanya yang kuat immunitasnya yang mampu bertahan dan selainnya tergantung seleksi alam.
Begitulah, bisa kita amati betapa carut marut penanganan  Corona di negeri ini, tumpang tindih denga berbagai kebijakan yang sama sekali tidak fokus pada penanganan kesehatan, kepentingan oligarki mengangkangi hak-hak rakyat untuk mendapatkan perlindungan negara yang semestinya.Â
Berbeda dengan konsep Islam dimana pada saat pandemi negara wajin fokus pada permasalahan untuk menangani pandemi, memutus rantai virus dengan memberlakukan lockdown secara total dan di sisi lain pemerintah bertanggung jawab secara penuh melayani masyarakat dalam segala bidang pelayanan, memenuhi kebutuhan pokok setiap individu tanpa kecuali.
Berikut beberapa mekanisme pencegahan wabah penyakit dalam Islam yang bisa diterapkan untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19
1. Rajin cuci tangan
Rasulullah SAW mengatakan, "Ketika kamu bangun tidur, dia seharusnya cuci tangan tiga kali sebelum beraktivitas karena dia tidak tahu kondisi tangannya saat malam hari." (HR Muslim).
2. Lockdown
Kebijakan lockdown ternyata sempat dilaksanakan di masa Rasulullah SAW saat muslim mengahadapi serangan wabah. Beberapa wabah yang sempat terjadi misal kusta dan diare, bukan virus corona atau COVID-19 seperti yang menyerang sekarang. Lockdown telah ditulis dalam hadits.
Berikut haditsnya tentang dilarang masuk atau keluar kota dengan wabah
 "Jika kalian mendengar tentang thon di suatu tempat maka janganlah mendatanginya, dan jika mewabah di suatu tempat sementara kalian berada di situ maka janganlah keluar karena lari dari thon tersebut." (HR Bukhari).
Hadits ini dinarasikan Usama bin Zaid dengan derajat yang shahih. Thoun adalah wabah yang mengakibatkan penduduk sakit dan berisiko menular, jika penduduk kota tersebut terus melakukan aktivitas seperti biasa.
Islam memberikan konsep dan tuntunan yang jelas dan gamblang, sudah selayaknya penguasa yang beriman mampu taat kepada syariat namun kehidupan yang jauh dari aturan dan hukum Allah, namun sistem kehidupan yang sekuler lebih mementingkan untung rugi, nyawa manusia dianggap tak berharga, kehidupan pun menyisakan banyak problematika yang tidak pernah tuntas hingga ke akarnya.Â
Masyarakat jengah dan tak mengerti harus bagaimana akhirnya mereka memilih sikap masa bodo, dan ya Indonesia Terserah...suka-suka penguasa!!
Wallahu'alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H