Tahun 2016 ini adalah tahun yang kesekian kalinya sebuah perusahaan go public langganan meminta saya mengerjakan annual report atau laporan tahunan perusahaan itu sejak tahun 2003.
Sebetulnya, Corsec perusahaan ini dulunya yang banyak mengajari saya menulis annual report.
Mulai kenal akrab sejak saya diminta mengorganisir studi banding tugas dan fungsi coporate secretary perusahaan go public (emiten) ke bursa efek Singapura dan Kuala Lumpur pada September 1997. Saat itu saya masih bekerja di Asosiasi Emiten Indonesia (AEI).
Dua pekan lalu, seperti biasa saya dipanggil ke kantornya. Saya sudah hafal. Kalau sudah dipanggil ke sana, nggak akan membahas soal bagaimana-bagaimananya annual report. Minta ini dan itu serta harus begini dan begitu. Tetapi, akan cerita berbagai macam yang tidak ada kaitannya dengan Annual Report.
Obrolan macam-macam itu, bisa memakan waktu hampir dua jam. Saya hanya mendengarkan saja, sambil sesekali menimpali. Bila sudah selesai, ia baru menyinggung soal annual report.
Itupun hanya beberapa menit saja sebagai pesan penutup. Setelah itu, dia akan bangkit berdiri dan mengucapkan terima kasih.
Obrolan selama dua jam kemarin itu adalah soal kopi yang tampaknya sudah menjadi budaya di Indonesia. Bahwa warung kopi sudah menjamur di mana-mana sekarang ini.
Entah kenapa, setelah pertemuan saya dengan klien saya itu, kawan saya Joko Intarto merilis liputan pengusaha warung kopi asal Indonesia yang mendunia dan sudah memiliki 4.000 gerai di 31 negara. Liputannya dimuat di cowasjp.com.
Tak terasa, bagi saya, menulis entah itu annual report, artikel,buku apapun, ternyata ya seperti meracik kopi. Diseduh lalu dihirup dulu aromanya kemudian diteguk sambil merem melek!
Anda tentu suka kopi. Apalagi waktu sore-sore begini sambil duduk di teras menyaksikan rintik hujan.
Nikmati saja. Seperti itulah menulis.