Mohon tunggu...
Ana Atikah
Ana Atikah Mohon Tunggu... Lainnya - @atikahanaaa

Seorang mahasiswa dan asisten apoteker yang hobi menulis dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

KKN: Sepotong Pizza, Sepenuh Cinta

28 Juni 2024   06:58 Diperbarui: 28 Juni 2024   08:00 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


****


Suatu malam, aku sedang kalut sekali. Tugasku numpuk, keluargaku sulit dihubungi, teman-teman KKN yang sulit diajak berdiskusi, dan hanya toko pizza sepetak di belakang kantor desa Maju Jaya yang masih buka hingga tengah malam. Pemuda-pemudi desa biasanya masih memenuhi tempat itu, maklum ... tak ada tempat nongkrong yang lebih mewah selain toko pizza di belakang kantor desa. Aku melipir ke sana seorang diri. Duduk di meja pojok andalan. Bedanya, kali ini aku tak berniat menatap Danez. Aku hanya ingin duduk dan menikmati dua slice pizza jamur dengan paprika merah, saus tomat, dan keju mozzarela di atasnya.

Mulanya, Danez terlihat bingung. Aku biasanya menggoda pria itu hingga kesal. Tapi sejak memesan pizza di depan mesin kasir, aku tak bicara apapun selain menyebutkan pesanan. Di meja tempatku makan, aku juga hanya bilang terima kasih pada lelaki tinggi itu.

"Tumben sekali, larut malam ke sini. KKN macam apa yang membiarkan mahasiswanya keluyuran makan pizza di tengah malam."

Aku baru bisa memandangnya lagi, dengan perasaan kaget sekaligus tak percaya. Itu adalah kalimat pertama yang ia ucapkan dengan sukarela padaku, tanpa ada unsur pekerjaan di dalamnya. Dari ucapan itu, tiba-tiba saja aku berkawan dengannya. Kami jadi sering pergi mengelilingi desa tempatku KKN. Dia banyak bercerita, banyak tersenyum, seperti bukan Danez yang kukenal sebelumnya. Atau memang aku baru mengenal Danez yang sebenarnya. Dia bilang dirinya adalah anak desa Maju Jaya yang ingin benar-benar membangun desanya menjadi lebih maju, untuk itu ia bekerja di UMKM desa, tepatnya di toko pizza sepetak itu. Danez juga bilang kalau ia ingin bertahan di desa ini, desa yang sebelumnya hendak dihancurkan oleh perusahaan minyak milik swasta.

"Perusahaan minyak?" Tanyaku, menyadari satu hal yang tidak masuk akal.

Danez mengangguk cepat. Ada nyala kekesalan yang begitu dalam di bola matanya.

"Perusahaan itu dulu ingin menggusur desa kami, katanya sudah mengantongi izin dari pemerintah. Mereka bilang, desa ini tidak layak dipertahankan. Banyak generasi mudanya yang mabok dan pemakai narkoba. Aku tidak terima. Aku dan beberapa pemuda desa akhirnya menggerakkan UMKM untuk kita lebih produktif, untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa desa ini bukan desa yang bisa sembarang mereka hilangkan. Aku benci sekali dengan perusahaan itu." Ia bertutur dengan tegas, aku yakin ia pemuda yang cerdas.

Tapi kecemasanku melahirkan rasa penasaran yang teramat dalam, "Kalau aku boleh tahu, perusahaan apa yang ingin menggusur desa ini?" Tanyaku.

"Perusahaan Minyak Exera."

Detik itu, serupa senapan yang mengarah tepat di hatiku. Remuk, hancur, berkeping-keping. Detik itu, aku benar-benar ingin hilang. Dari hadapan Danez atau juga dunia ini. Aku ingin mengutuk diriku sendiri karena lahir dengan nama Alesia Exera Wijaya, anak dari pemilik perusahaan minyak Exera. Aku menyadari bahwa Danez akan ikut membenci semua tentangku. Detik itu juga, aku ingin pulang dan melupakan pria yang amat kugemari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun