Dalam artikel ini, Penulis berupaya untuk mendudukkan permasalahan dan mengkaji polemik terkait kesiapan Indonesia dalam menerapkan kebijakan "New Normal". Sehingga bukan meletakkan permasalahan terkait kesetujuan maupun ketidaksetujuan, namun meletakkan permasalahan pada aspek apa saja yang menjadi kekurangan dalam penerapan kebijakan dengan mengkaji dari aspek pro pelaksanaan New Normal dan kontra pelaksanaan New Normal sehingga nantinya didapatkan solusi terbaik.
Sebelum membahas terlalu jauh terkait New Normal ini, perlu kita ketahui, bahwa ketika kita tidak setuju dengan adanya New Normal, maka persoalannya adalah skenario mana yang kita inginkan untuk menanggapi virus Covid-19 ini. Ketika kita tidak setuju dengan New Normal, maka bukan kemudian kita tidak setuju dengan PSBB, karena ketika kita tidak setuju dengan New Normal, maka secara tidak langsung, mau tidak mau, kita setuju dengan kebijakan yang lama, yakni PSBB. Logikanya, dari kedua kebijakan ini, sama-sama tidak memiliki jaminan kebijakan mana yang akan efektif untuk diberlakukan.
Berangkat dari pemikiran sebelumnya, maka tidak seharusnya kita hanya menyatakan ketidaksetujuan kita terhadap keputusan dalam penerapan kebijakan New Normal. Namun sejauh mana solusi terbarukan untuk bisa memberikan saran progresif dalam penerapan kebijakan pemerintah, baik itu dari New Normal, PSBB, atau kebijakan lainnya untuk menanggapi situasi Covid-19 ini. Karena logikanya, kebijakan ini pun sebenarnya bukanlah kebijakan dengan dasar filosofis yang salah, mengingat tujuan dari penerapan kebijakan baik New Normal maupun PSBB adalah sebagai langkah responsif dalam menanggulangi virus Covid-19.Â
Sehingga, persoalan yang dibahas disini adalah implementasi dari kebijakannnya, bukan dasar filosofisnya. Hal ini mengingat bahwa tidaklah dimungkinkan suatu kebijakan diciptakan untuk suatu keburukan. Oleh karena itu, yang akan dibahas nantinya adalah implementasinya dan output dari kebijakannya baik dari segi internal maupun dari segi eksternalnya.
Perlu untuk Penulis mempertegas kembali bahwa artikel ini akan diuraikan dan ditinjau dari dua persfektif yakni pro pelaksanaan New Normal dan kontra pelaksanaan New Normal. Namun untuk mencari solusi terbaik maka Penulis berupaya untuk mendudukan permasalahan dari persfektif kontra pelaksanaan New Normal terlebih dahulu, agar kita bisa mengetahui apa saja yang menjadi kekurangan atau aspek apa saja yang membuat Indonesia belum siap menjalankan New Normal, kemudian dilanjutkan dengan solusi atau gagasan yang dikaji dari persfektif pro pelaksanaan New Normal untuk mengulas terkait polemik yang dibahas pada bagian permasalahan sehingga didapatkan jawaban mengapa New Normal harus tetap dijalankan.
Beberapa permasalahan yang ada terkait kesiapan Indonesia dalam penerapan New Normal ini setidaknya dapat ditinjau dari dua segi, yakni tinjauan dari segi regulasi dan tinjauan dari Indikator yang ditetapkan oleh WHO.
Tinjauan dari Segi Regulasi
Masih sangat jelas kita ketahui baru-baru ini dalam segi implementasi dan output dari kebijakan, bahwa pemerintah telah menerapkan regulasi terkait adanya New Normal, namun perlu lagi untuk kita kaji bahwa persoalan New Normal ini adalah persoalan yang meliputi semua aspek, baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Artinya, secara eksplisit pun sudah seharusnya secara alamiah, regulasi yang dikeluarkan harus mengatur tentang semua bidang.Â
Hangat di telinga kita, implementasi New Normal diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut dapat kita lihat misalnya mulai dari BAB II yakni terkaitpencegahan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan kerja perkantoran dan industri, kemudian BAB III yang mengatur terkait koordinasi antara tempat kerja dengan pemerintah daerah  dalam penanganan Covid-19.
Namun, jika kita melihat peraturan terkait PSBB yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan PMK No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan COVID-19, yang secara eksplisit mengatur untuk semua aspek kegiatan masyarakat.Â
Logika sederhananya, aturan dan panduan terkait PSBB sudah diatur secara jelas bagaimana standardisasinya. Hal tersebut setidaknya dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (1) PP No. 21/2020 dan juga Pasal 13 ayat (1) PMK No. 9/2020 yang mengatur tidak hanya terbatas pada tempat kerja, namun juga berkaitan dengan tempat sekolah, tempat keagamaan, kegiatan sosial budaya, pembatasan dalam hal moda transportasiserta tempat-tempat lainnya yang berpotensi dikunjungi oleh orang banyak.