Dewasa ini bukan menjadi perbincangan baru khususnya di Indonesia. Rentetan beragam kasus kekerasan seksual telah menjadi sebuah momok yang nyata bagi setiap perempuan.
Dalam beberapa bulan terakhir, kita telah mendengar kasus seorang oknum dengan berkedok sebagai ustadz yang telah melakukan pelecehan dan kekerasan seksual pada santriwatinya di sebuah lembaga pesantren.
Pelaku telah menghamili kurang lebih 9 santriwati dalam beberapa tahun terakhir. Disisi lain, pembegalan payudara hingga hari ini juga masing menghantui kaum perempuan yang masih beraktivitas malam hari.
Baru-baru ini juga terkuak kasusu pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum yang berprofesi sebagai motivator yang telah melakukan kekerasan seksual pada peserta didiknya. Beberapa peserta didik tengah mengalami kirisis mental atau gangguan psikis akibat trauma yang dilakukan oknum pada korban kekerasan.
Hal tersebut terjadi di Kota Malang, tidak hanya itu, beberapa universitas terjerat kasusu pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen terhadap mahasiswinya. Insiden ini dikenal dengan istilah kasusu "Dosen Predator" yang kerap melakukan pelecehan dan kekerasan seksual pada mahasiswinya yang mengadakan konsultasi secar individu maupun kelompok. Hal ini juga kerap terjadi di ruang kelas, maupun dibeberapa ruang privat hingga ruang publik.
Permasalahan dalam pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia seolah tidak kunjung usai, penegak hukum juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk memberantas oknum-oknum tersebut. Lembaga perlindungan perempuan dan anak juga terus mendapatkan laporan-laporan kasus temuan lapangan yang mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya.
Pada tahun 2020, laporan dari Women Crisis Center atau WWC terdapat 36 kasus kekerasan seksual, sedangkan tahun 2021, kasus meningkat menjadi 42 kasus. Hal ini memiliki potensi peningkatan pada tahun 2022, namun hingga hari ini belum ada laporan pasti dari WCC.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual erat hubunannya dengan relasi personality dari individu melalui hubungan pacaran, hubungan keluarga seperti suami, istri dan anak hingga hubungan keluarga dengan skala yang lebih besar lagi.
Hal ini banyak ditemui melalui kos-kosan, kontrakan, rumah hingga apartemen yang dijadikan sebagai lokasi melakukan pelecehan dan kekerasan seksual. Sejatinya pelanggaran ini rentang terjadi dikalangan anak muda, dan keluarga.
Secara paradigmatik, kekerasan dan pelecehan seksual dapat didefinisikan sebagai tindakan maupun perbuatan individu yang merendahkan, menghina, melecehkan dan/atau menyerang tubuh dan fungsi reproduksi seseorang karena ketimpangan relasi kuasa dan gender.
Adanya tindakan yang berangkat dari relasi kuasa dan perbedaan gender sehingga terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual berimplikasi pada korban yang mengalami penderitaan psikis, fisik dan termasuk adanya gangguan kesehatan dari alat vital maupun reproduksi dan juga mampu berdampak pada kehilangan kesempatan dalam melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.