Mohon tunggu...
Anom Manembah
Anom Manembah Mohon Tunggu... Lainnya - Santri Kampus Mubarak hingga pengajar di kalimantan barat

Muslim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Khalifah Bicara Soal Kedamaian Politis

30 Januari 2021   15:43 Diperbarui: 30 Januari 2021   16:10 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khalifah siapakah yang saya maksud? yaitu khalifah Ahmadiyah, bukan khalifah yang ingin mendirikan negara syariah dengan merebut teritorial dimana konsep khalifah politik saat ini bersebrangan dengan negara modern imbasnya konsep khilafah ditolak dimana-mana. Namun khalifah Ahmadiyah hanya   membangun khalifah ruhani.  Khalifah ruhani? Iya khalifah ini berbasis persaudaraan agama dengan begini lingkup kekuasaan khalifah tidak terbatas oleh negara. Kini, dipimpin oleh Mirza Masroor Ahmad.

Kedamain politis adalah hal yang penting ditelaah. Seperti pertanyaan, system politik mana yang baik bagi manusia, dan telaah terhadap kegagalan dari system politik yang ada terkadang sampai memicu kemarahan rakyat. Sistemnya yang salah atau yang mengendalikannya?

Sebagai bahasan awal Apakah dalam berpolitik kita harus menganut system demokratis; dan bagaimana pendapat Islam? Islam tidak pernah menentukan suatu system politik, bukan hak agama juga menentukan suatu system politik tertentu yang bersifat universal sebab sulit sekali menetapkan satu system tunggal yang bisa berlaku bagi semua daerah di dunia.

Lalu, bagaimana nasib dengan dunia maju yang telah memakai system demokrasi? Kenyataannya,  belum bisa diterapkan dengan baik, karena tetap saja masalah korupsi, adanya mafia dan kelompok yang selalu menekan demi kepentingan golongan selalu ada.

Logikanya, system yang paling dianggap terbaikpun tidak bisa juga berjalan aman di Negara yang sudah maju. Lalu bagaimana mungkin system ini begitu saja akan dikatakan cocok bagi Negara dunia ketiga?

Ajaran Islam tidak pernah menolak suatu system politik apapun di dunia ini. Contoh sistem monarki atau kerajaan diberikan Allah untuk manusia, Allah telah mengangkat Thalut sebagai raja yang berdaulat (Qs. Al-Baqarah: 247). Raja bisa bertabiat baik atau buruk, sama saja sebenarnya seperti presiden yang dipilih secara demokratis.

Seperti kata Abraham Lincoln di Gettysburg yang menyatakan 'pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat' sayangnya bagian ketiga 'untuk rakyat' seringkali hanya untuk mayoritas rakyat dan tidak berlaku bagi sisa minoritas.

Bagi dunia politik apa yang baik untuk rakyat hari ini mungkin dianggap buruk keesokan harinya, dan bisa menjadi baik lagi lusanya. Dengan banyaknya sekandal demokrasi membuat semangat dan isinya sudah tercemar sehingga tersisa sedikit saja yang murni dari demokrasi itu sendiri.

Khalifah Ahmadiyah dalam buku 'Islam dan Isyu Kontemporer' mengemukakan pandangannya mengenai Kedamaian Politis bahwa umat manusia bebas memilih system pemerintahan yang paling cocok untuk mereka dan diterima oleh rakyat.

Memang yang direkomendasikan oleh Al-Quran adalah demokrasi, namun muslim dapat memilih system demokrasi yang bisa berbeda dengan demokrasi Barat. Sebab dalam Al-Quran, agama hanya mengatur prinsip-prinsip yang penting saja dan sisanya diserahkan kepada rakyat sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

Secara simple dan mudah difahami, khalifah Ahmadiyah membagi dua acuan dalam berdemokrasi yaitu, pertama pemilihan umum harus didasarkan pada azas amanah dan kejujuran dengan pesan ingatlah bahwa Tuhan mengawasi kita dan memintai pertanggungjawaban. Artinya, janganlah memilih pemimpin yang asal-asalan harus ada rekam jejak yang baik dari para calon pemimpin.

Kedua, Pemerintah harus menjalankan fungsinya dengan prinsip keadilan, prinsip keadilan ini tidak bisa dikompromikan. Artinya, semua keputusan yang dilakukan harus dalam semangat 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.' Tentu harus seluruh rakyat tidak memandang mayoritas atau minoritas.

Sistem kerajaan memang tidak ditolak oleh Al-Quran namun demokrasilah yang lebih disukai, ini dapat disimak dalam Qs. Asy-Syura: 37-40, 'Amruhum Shura Bainahum' yaitu urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka, inilah bagian pertama demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat.

Bagian kedua dari demokrasi adalah 'oleh rakyat', Qs. An-Nisa:59, 'Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya.' Tekanan utamanya adalah hak rakyat untuk memilih pemimpinnya.

Khalifah Ahmadiyah mengungkapkan bahwa hak pemilih tidak bisa semau-maunya tetapi merupakan sebuah amanat bagi rakyat jadi kewajiban si pemilih untuk melaksanakan amanah secara adil jika tidak pemilih dianggap telah gagal . Khalifah Ahmadiyah lebih secendrung berpendapat bahwa jika tidak ada halangan maka pemilih tidak diizinkan absenteeism (golput).

Ada sebuah permasalahan politis yang sering terjadi di Indonesia yaitu campur tangan ulama dalam menentukan pilihan politik umat, dimana kita memahami diantara para ulama muslim sendiri saling berlawanan pandangan politiknya. Akhirnya umat menjadi bimbang, apakah harus mengikuti pilihan ulama atau memilih dengan kehendak hati.

Masalah ini menjadi kebingungan di kalangan masyarakat awam, umat muslim sangat siap mati demi keagungan siar Islam namun dibalik itu pun umat menjadi galau karena banyak pihak yang memanfaatkan ulama demi mencapai keuntungan politik.

Apakah ulama harus bersentuhan langsung dengan Negara? Dalam pandangan Khalifah Ahmadiyah menyitir Injil Matius 22:21 :

'Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.'

Bagi Khalifah Ahmadiyah dalam menciptakan perdamaian politis keadilan mutlak tidak bisa ditawar. Prinsip ini sangat sentral dan fundamental untuk  semua system pemerintahan. Menurut Khalifah, jika Islam menggunakan hokum syariat, Hindu menggunakan manusmarti dan Yahudi menggunakan hokum Taurat sehingga Negara berhak memaksa hokum berdasarkan agama mayoritas maka apa yang terjadi?

 Akibatnya, agama minoritas akan dihukum berdasarkan peraturan agama yang mereka tidak yakini. Hal ini menurut khalifah Ahmadiyah menyalahi konsep keadilan mutlak. Seharusnya, berazaskan keadilan mutlak, baru bisa disebut sebagai Negara Muslim (bukan menggunakan agama mayoritas).

Sebagai contoh dikemukakan oleh Khalifah Ahmadiyah dalam Qs. An-Nisa 136, yang meminta '... Jadilah orang-orang yang menjadi penegak keadilan dan jadilah saksi karena Allah..' pesan dari ayat ini adalah mengingatkan bagi semua pemegang kekuasaan cara memperlakukan bawahan.

Agama Islam juga mengingatkan supaya umat Muslim mematuhi hokum dalam urusan duniawi, 'Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya.' (An-Nisa : 60). Dalam uraian Khalifah Ahmadiyah tertulis, 'Hanya saja sepanjang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya, maka area itu ekslusif masuk urusan agama dan Negara tidak punya hak untuk mencampurinya.

Sebaliknya, sesuai prinsip keadilan menurut Khalifah Ahmadiyah yang pendirinya telah mendakwakan dirinya sebagai Imam Mahdi  bahwa agama pun tidak seharusnya mencampuri area yang ekslusif bagi Negara. Menyimak dari apa yang telah didefinisikan dalam Islam seharus tidak lagi timbul permasalahan antar keduanya.

Khalifah Ahmadiyah ke V, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad acapkali melakukan simposium Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian mengingatkan kembali kepada dunia, para pemegang kekuasaan politik dunia untuk mengakhiri perselisihan dan memajukan perdamaian. Pada dasarnya Islam mengajarkan kedamaian.

Terakhir, untuk mengakhir tulisan ini saya kutipkan pesan khalifah Ahmadiyah :

'Kematian telahir dari ketidakadilan, tirani dan penganiayaan oleh mereka yang berkuasa. Perdamaian adalah putra dari keadilan.' (Khalifah Ahmadiyah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun