Mohon tunggu...
AmYu Sulistyo
AmYu Sulistyo Mohon Tunggu... Mahasiswa -

@amyu12 || Ambar Sulistyo Ayu || Seorang Calon Perencana yang Real akan merealisasikan rencana membuat Kota Impian dunia || T.PWK Undip 2012 || Project taker

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Revolusi Transportasi, Buku Ilmuan Transport Tanpa Harus Jadi Ilmuan

18 November 2015   22:19 Diperbarui: 18 November 2015   22:32 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inilah Buku Gramedia yang menurut saya Super Kece. Tidak hanya dari segi bahasa namun juga isinya. REVOLUSI TRANSPORTASI, yang ditulis oleh Bapak BAMBANG SUSANTONO, mantan wakil menteri perhubungan di era akhir masa jabatan Presiden SBY. Beliau saat ini (meskipun tidak menjabat Wakil Menteri lagi) masih konsisten berkecimpung di dalam manajemen transportasi. Jangan harap menemukan seabrek teori dan seabrek statement aneh yang akan kita temukan di suatu buku ilmiah, namun kita akan menemukan statement ala kompasiana, atau ala tulisan remaja yang asyik dan mudah di pahami.

Sadar kan, kalau waktu tempuh ke tempat aktivitas di hari kerja rasanya semakin lama? Padahal jarak tetap sama, namun kecepatan berkendara bisa turun ke level 10 km per jam pada jam sibuk. Semua kendaraan merambat pelan, seolah betah kejebak kemacetan.

Bandingkan dengan kalimat ilmiah buatan saya (karena saya sedang tidak memegang buku berbau ilmiah satupun tentang transport. Hehehe)

Saat Weekdays, kendaraan cenderung sangat padat di pagi hari, bahkan sering timbul kemacetan pada ruas jalan arteri primer, hal tersebut dikarenakan padatnya aktivitas pergerakan di pagi hari. Sementara pada siang harinya kepadatan juga terjadi meskipun arusnya masih cenderung lancar.

Yang jelas, buku ini isinya bagaikan sebuah makalah, atau mungkin bisa disetarakan dengan Skripsi atau penelitian ilmiah sejenis, namun penyajiannya interaktif, cocok untuk seluruh kalangan, dan memberikan banyak best practice yang bisa kita check sendiri, atau bisa jadi pertimbangan kita dalam memilih destinasi wisata dengan segmen “mencoba transportasi”.

[caption caption="Sepenggal bagian buku, Pak Bambang di depan jembatan di Seoul yang "dirubuhkan" "][/caption]

Buku ini memberikan wawasan yang runtut, mulai dari kondisi transportasi kita yang super semrawut (jika kita membacanya secara serius, kita akan merasa gemas dengan kondisi transport kita), lalu mulai masuk ke pemilihan moda (seperti motor, busway, monorel, MRT) yang dikemas dengan plus minus serta best practicenya di negara-negara yang pak Bambang kunjungi, kemudian dibahas pula tentang Perubahan yang bisa negara kita lakukan, namun ada juga bagian yang judulnya (agak) serius sedikit yang isinya mengenai Infrastruktur transportasi yang memang cukup berat bahasannya, namun tetap semua orang bisa paham, hingga pada akhirnya muncul inovasi dan ide-ide modernisasi transportasi.

Nah, saya sendiri sebagai pejalan kaki dan pengguna public transport termanjakan dengan sub-bab special yang dikemas menarik dalam penyajiannya seperti “Bus Way. Why Bus?”; “Reformasi Angkutan Umum”; dan “Kembalikan Trotoar ke Pejalan Kaki”. Bahkan disebutkan juga bagaimana sedihnya jalan kaki di Indonesia karena keselamatannya sama sekali tidak terjamin. Kalau menurut saya pribadi, jalan yang dibangun negara ini untuk manusia, untuk kepentingan makhluk hidup yang memakainya, bukan untuk logam berjalan yang katanya untuk kepentingan makhluk hidup di dalamnya. Nah di buku ini disebutkan juga data tentang pejalan kaki yang menjadi korban akibat kalah dari logam berjalan.

Meskipun buku ini bagus, masih ada kekurangannya menurut saya, Pak Bambang Susantono (entah sengaja atau tidak) tidak mengupas mengenai mengapa pemerintah sebagai regulator tidak berani untuk memberhentikan (moratorium) penjualan dan produksi kendaraan pribadi. Padahal pak Bambang sendiri dulunya adalah wakil menteri Perhubungan, dan saya yakin juga karena buku ini terbit tahun 2014, beliau menulis saat masih menjabat sebagai wakil menteri. Yang kedua yang saya soroti adalah, Pak Bambang Susantono juga lupa menyebutkan isu cadangan minyak kita yang dimungkinkan habis paling cepat 2050. Itu hal yang paling seram yang harus diungkapkan ke masyarakat untuk mengajak sama-sama mari kita benahi transportasi kita mulai dari hal kecil, seperti mulai beralih ke transportasi umum atau transportasi ramah lingkungan untuk mengurangi beban jalan, jika ada 1000 orang yang berpikir seperti saya dan bersabar, serta menularkannya ke orang lain, sedikit demi sedikit pasti akan berdampak pada kenyamanan kita dalam bertransportasi tanpa perlu risau.

[caption caption="Pemberitaan Koran Rakyat Jateng mengenai Bedah Buku Revolusi Transportasi"]

[/caption]

Oh ya, pada 28 Oktober 2015, ada acara bedah buku ini yang diselenggarakan Koalisi Pejalan Kaki Kota Semarang  di Gramedia Pemuda (Amaris), dimotori oleh Mbak Theresia Tarigan, seorang alumni ITB yang tinggal di Semarang, serta aktif dalam kegiatan kampanye penanganan masalah perkotaan, khususnya kota Semarang. Dalam acara itu memang pak Bambang tidak hadir, namun ada Pak Noor Cholis, yang menemani pak Bambang membuat buku ini. Kemudian ada Pak Fadjar Hari Mardiansjah, dosen saya di PWK Undip yang mengkaji pembangunan berkelanjutan, urbanisasi dan metropolitan, serta di sini beliau kapasitasnya sebagai pemerhati transportasi. Kemudian ada mbak Ratri Septina Saraswati, dosen teknik Arsitektur UPGRIS yang sehari-harinya menggunakan transportasi umum. Tak ketinggalan ada Pak Agung Budi Margono, Wakil Ketua DPRD Kota Semarang yang menyempatkan hadir dan mendengarkan solusi-solusi transportasi yang harus dilakukan untuk Kota Semarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun