Baru -- baru ini melewati peristiwa ada seorang pria dengan gagah, berang, nada suara menggelegar menyatakan bahwa hidup yang dijalaninya dan ingin dijalaninya itu enggak mungkin meleset dari perencanaannya walau bumi terbelah dua.
Mungkin sebagian pembaca tulisan ini merasa tak mungkin ada orang yang seperti itu, tapi beberapa waktu lalu aku sendiri mengalami hal tersebut.
Kembali ke peristiwa saat itu, kemudian dengan tegas berujarlah pria ini bahwa mungkin kedepannya hidup yang dijalani akan berat apalagi dengan gaji minim yang diterima dari tempatnya bekerja. Saat kutanggapi bahwa esok hari itu adalah hal yang tak pasti, seketika itu pula dibentak bahwa aku adalah orang yang tak mengerti dengan kehidupannya.
Aku melemah saat itu dengan hanya mengangguk seolah menyetujui pria lulusan terbaik salah satu universitas bergengsi di tanah air dengan gelar serta nilai tinggi ini. Ketika ku balas dengan nada merendah agar tak ada konflik sebab debatan, diapun mengungkapkan jika hal yang sekarang dialami mungkin akan berlanjut untuk jangka waktu lama dan menambahkan mungkin sudah nasibnya akan menjalani kehidupan susah sampai nanti.
Beberapa waktu kemudian, setelah pertemuan serta perbincangan satu arah itu berlalu begitu saja. Lalu mencoba membedah, sosok ini memang sudah pasrah dengan keadaannya sekarang atau tak ingin berusaha lagi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Nahasnya bagiku sampai sekarang mimpi untuk memperoleh kehidupan lebih baik itu adalah hal yang selalu dalam pikiran serta usaha tak kenal lelah.
Dalam cerita yang dibagi, seharusnya pilihannya sekarang adalah sadar untuk mulai menabung agar kehidupannya lebih baik, sayangnya yang bisa diperlihatkan ke semua yang hadir dalam perbincangan malam itu adalah pria ini tetap foya -- foya menghabiskan uang untuk sekedar pergi sana -- sani dengan teman kencannya.
Kalimat yang masih terngiang sampai sekarang adalah hingga bumi terbelah dua, perencanaan hidupnya tak mungkin melesat apalagi dengan gaji minim yang diterima. Bicaranya saat itu akan mulai mengencangkan perut, tapi kenyataannya menjalani teori "hidup untuk makan" tetap dilanjutkan.
Dipikir lagi atau memang sekarang inilah kenyataan hidup kelas menengah, sudah pasrah dengan kehidupannya sampai memantapkan hal yang belum pasti tetapi tetap melanjutkan gaya hidup tinggi. Atau jangan -- jangan seperti ingin mengunci bahwa dirinya lemah sampai tak bisa melakukan apa -- apa lagi didepan orang -- orang.
Aku sampai sekarang masih percaya jika manusia itu diberi kekuatan agar bisa mempertahankan kehidupannya. Ambil contoh dari cerita yang dibagi bahwa masih ada kesempatan di beragam perusahaan lain untuk bisa mendapatkan upah lebih baik lagi. Selain itu aku juga percaya bahwa kita semua juga tak tahu hal yang akan terjadi ke depannya, bisa saja sakit, bisa saja sehat, bisa saja jadi orang kaya dadakan, bisa jadi apapun karena roda kehidupan itu selalu berputar. Sayangnya dalam cerita yang kubagi ini masih ada orang yang percaya dengan kemampuannya saja tanpa melihat aspek -- aspek lain yang mempengaruhi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H