Mohon tunggu...
AMU KASIM
AMU KASIM Mohon Tunggu... PETANI -

Hidup sebagai petani di Raha, Muna Sulawesi Tenggara. Itu Saja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Damainya Fiksiana di Kompasiana

28 Juni 2016   11:04 Diperbarui: 28 Juni 2016   11:09 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film dan Novel terkenal di zamanya, http://retro-neko.blogspot.co.id

Saban subuh sebelum suara adzan terdengar merupakan saat-saat terindah dalam membaca tulisan-tulisan di Fiksiana, dan bermimpi agar dunia selalu hanya subuh agar semakin banyak bisa memahami puisi-puisi nya yang mendayu-mendayu mengikuti hembusan arah angin,  kadang tegas seperti bibir pantai yang selalu menolak rayuan ombak untuk datang kembali, puisi yang tidak jarang nampak angkuh yang hanya bisa dimengerti oleh golongan manusia setengah dewa, dan mencapai puncaknya dengan puisi  untuk  golongan mahluk yang telah berada di kasta ma’rifat dalam tasaufnya

Fiksiana masih terasa damai dan menyejukan di siang hari tanpa peduli musim yang selalu berganti, membaca fiksi kuliner dengan gambar pemanis yang seolah nyata dihidangkan di depanku mampu mencuri perhatianku dari tanaman yang sudah mulai kedinginan diterpa angin hujan yang menderu. Toh dia hanya tanaman yang mampu bertahan tanpa kehangatan dariku. 

Minuman yang disajikan sungguh membuat aku hampir lupa untuk merasakan tegukan kopi hangat yang mulai sepat bercampur titik-titik air hujan yang tersapu angin.  

Cerita dongeng yang penuh sentilan jenaka dan agak nakal, kadang membuat saya masih bisa tertawa di siang bolong,obat yang ampuh menghilangkan letih di badan. Dongeng yang tidak pernah bercerita tentang kancil dan buaya, tapi dongeng yang bercerita tentang manusia dan hasratnya. Dongeng yang bercerita tentang kehidupan bukan dongeng raksasa yang tak jelas kelaminnya.

Kalaulah saya boleh memuji, cerpen di kompasiana sungguh di luar dugaan saya, sangat jarang ditemui cerpen “kelas stensilan” terpampang di kompasiana.  Cerpen yang sebagian besar ditulis dengan sangat apik dan menghanyutkan untuk dibaca, dan sebagian besar cerpen jauh lebih cerdas dalam bertutur dibandingkan cerpen yang banyak terpampang di rak-rak toko buku.

Pernah sekali-kali berkunjung ke bazaar buku, sambil melihat-lihat, iseng saya membaca sekilas beberapa buku “Jomblo, Siapa Takut”, “Menjadi Istri Dunia Akhirat”,  “Perawan Abad 21” (judulnya agak disamarkan, karena saya bukan sales penerbit).  Isinya sama sekali tidak realistis, hanya membisikan keindahan-keindahan hidup, seolah-olah hidup yang ada hanya kata “indah dan bahagia”, membacanya saya merasa hidup di dunia lain. Mengapa penerbit mau menerbitkan buku yang sangat utopis seperti ini. Apakah mereka tidak pernah ke fiksiana, cobalah untuk membaca kemudian bandingkan kualitas isi, dan kekuatan cerita. Salut untuk penulis di fiksiana kompasiana, walaupun tidak dibayar, tapi tulisan kalian lebih berkelas dan bernas dari buku-buku yang saya baca di bazaar.

Keikhlasan dalam berkarya dan semangat untuk berbagi, itulah yang menjadi kekuatan utama tulisan-tulisan di fiksiana, kekuatan yang menghasilkan karya-karya yang diterima dengan hati. Penulis fiksianan adalah orang-orang biasa, dan tidak akan pernah mau disebut luar biasa. Tetapi karya kalian jauh dari biasa, lebih dari luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun