Mohon tunggu...
AMU KASIM
AMU KASIM Mohon Tunggu... PETANI -

Hidup sebagai petani di Raha, Muna Sulawesi Tenggara. Itu Saja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Negasi dari “Penggiringan” Logika Berpikir ala Ricky Vinando

27 Mei 2016   07:22 Diperbarui: 27 Mei 2016   07:32 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, https://citranw.files.wordpress.com

Pemenggalan kalimat saya usahakan untuk tidak menghilangkan konteks dan makna dari kalimat itu sendiri. Pemanggalan juga untuk mempermudah logika saya mencerna logika dan alur berpikir seorang sarjana hukum, karena bagi saya yang hanya seorang petani sangat sukar untuk me-negasi-kan, men-konjugasi-kan dan membuat konklusi atas atas logika yang dibuat penulis dalam keadaan utuh karena keterbatasan otak saya saja yang bukan sarjana hukum

Bukankah ada kata-pepatah, Seragam itu bukan pada pikiran, tapi pada baju sekolah anak SD, hanya bercanda mas… Tidak bermaksud untuk apa-apa, hanya untuk mencoba berpikir dengan logika yang lain, izinkan saya menanggapi artikel anda

 “Yang harus dibuktikan oleh jaksa kepada hakim di persidangan nantinya adalah sejak kapan munculnya perencanaan untuk menghabisi Mirna? Apa motifnya? Kapan (tanggal berapa, bulan berapa, tahun berapa) racun sianida itu dibeli? Dimana racun sianida itu dibeli? Apakah di apotik, toko obat atau gudang obat? Ini yang harus dibuktikan oleh jaksa kepada hakim untuk membuktikan dakwaanya tersebut”

Masalah motif adalah masalah penting, tapi bukan berarti segala-galanya, kalau penyidik tidak mengetahui motif pelaku, selanjutnya penyidikan dihentikan. Kasus ditutup. Sedangkal itukah mementahkan alibi kasus ini? Motif dapat diketahui kalau pelakuknya sendiri yang mengakuinya atau ada orang lain yang mengetahuinya ataupun hasil dari penyelidikian. Dan sampai saat ini Penyidik tidak pernah membuka ke publik masalah motif tersebut, dan belum tentu tidak ada. Logikanya kalau “masalah motif” tidak ada dan harus ada sehingga menjadi kunci kasus ini, tidak mungkin jaksa akan mem-P-21-kan kasus ini, memangnya tuh jaksa baru pertama kali menangani kasus Pembunuhan Berencana

Si X membunuh si Y dengan menggunakan jarum pentul yang sengaja dibawa dari rumah. Ini adalah pembunuhan berencana dengan menggunakan sesuatu yang tidak biasa. Adakah pembaca yang mengetahui kapan dan dimana si X membeli jarum pentul tersebut?. Kalau pembaca tidak mengetahuinya, apakah si X bukan yang membunuh?  Menurut pembaca apakah si X bisa bebas dari dakwaan hanya karena penyidik tidak mengetahui kapan dan dimana jarum pentul itu dibeli?

“Syarat kedua ini adalah syarat paling sulit untuk dibuktikan mengingat jaksa harus membuktikan dakwaanya yang mendakwa Jessica membunuh Mirna dengan rencana lebih dahulu. Ada beberapa hal yang harus bisa dibuktikan jaksa: Tersedianya waktu itu sejak kapan? Ada waktu berapa hari sejak timbulnya niat hingga pelaksaan dari kehendaknya (rentang waktunya) ? Waktunya harus bisa dibuktikan secara rinci dan berurutan. Mulai dari tanggal, bulan dan waktunya pun harus bisa dibuktikan, termasuk pula waktu timbulnya niat itu terjadi apan? Apakah pada pagi hari, siang, sore atau malam hari? semuanya harus bisa dibuktikan mengingat ini pembunuhan berencana. Karena yang namanya berencana pasti sudah direncanakan jauh-jauh hari”

Logika yang dibangun benar-benar tidak logis dan cenderung lucu, Bagaimana mungkin orang lain mengetahui sejak kapan, mulai dari waktu tanggal orang melakukan niat apalagi terperinci dan berurutan, kalau bukan dari pengakuan sendiri orang tersebut. Jangankan orang lain, kadang-kadang yang melakukan sendiri lupa kapan dia berkehendak, apalagi kalau secara terperinci, bujur buneng..makanya tidak jarang kita mendengar di sidang kata “LUPA YANG MULIA” padahal kalau mau dipikir dia yang melakukan sendiri. Dikenakan pasal berencana karena ada bahan atau alat untuk membunuh yang dibawa ke TKP, dalam hal ini ada unsur sianida yang tidak ada di cafe tersebut, artinya sudah direncanakan untuk dibunuh menggunakan sianida, Kalau misalnya dibunuh dengan cara memukulkan es batu, atau gelas kopi tersebut ke kepala korban, ini berarti bukan perencaan, tapi dilakukan secara spontan dengan tanpa mempersiapkan terlebih dahulu bahan dan alat untuk membunuh. Dan saya yakin hakim tidak akan mungkin menanyakan kepada Jaksa “Pak Jaksa, tanggal, jam, dan menit berapa terdakwa melakukan perencaaan untuk membunuh, harus tepat lho pak, mengingat ini pembunuhan berencana“. Kalau seperti ini sidang hanya satu hari pasti kelar, wong terdakwa tidak pernah memberitahukan kepada siapapun

“Syarat terakhir yang harus dipenuhi oleh jaksa ketika membuktikan dakwaannya nanti adalah: Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. Ini yang paling krusial bagi jaksa. Jaksa harus bisa membuktikan dakwaannya di manakah letak ketenangan Jessica dalam menabur racun dalam suasana yang tenang pula, mengingat ini locus delictinya adalah di cafe bukan di hutan, rumah kosong, di tempat yang sepi, di dalam mobil atau tempat yang jauh dari keramaian? “

Salah Presepsi kalau anda menganggap suasana tenang adalah suasana yang sunyi dan sepi dan jauh dari keramaian. ketenangan lebih pada keadaan hati dan jiwa saat itu bukan situasi dan suasana saat itu, yang perlu diingat harga minum dan makan di cafe sekelas oliver bukan harga secangkir kopi, tetapi sudah termasuk suasana yang nyaman, kalau tidak nyaman, mana mungkin mereka ke kafe oliver. Dari suasana nyaman inilah dapat timbul perasaan tenang walaupun bukan satu-satunya unsur yang dapat membuat kita tenang. Meskipun berada di rumah kosong, di tempat sepi pun, kalau hati lagi tidak mood, tidak akan pernah merasakan tenang, berapa banyak pelaku kejahatan yang menyerahkan diri hanya karena merasa “tidak tenang” dimana pun dia berada. Bandingkan dengan pesepakbola yang mengeksekusi pinalti, suasanya 1000 kali lebih ramai dari café oliver, kamera yang menyorot berpuluh kali banyak dari CCTV, suasana hiruk pikuknya minta ampun, kalau mengikuti logika anda, sudah pasti tidak akan yang berhasil mengeksekusi pfinalti karena penendangnya sudah pasti tidak tenang sehingga tidak konsentrasi

“Sulit bagi jaksa untuk membuktikan kesengajaan Jessica melakukan pembunuhan berencana kepada Mirna. Dimana letak kesengajaannya, sejak kapan kesengajaan ini timbul/muncul, bagaimana mungkin Jessica melakukan kesengajaannya di cafe untuk menghabisi Mirna dan menungguinya sampai menjadi mayat? Logikanya dimana ini? “

Logikanya dimana? Logikanya tuh disini didalam hatiku, bukan lah itu hanya bait lagu. Letak kesengajaannya dan menunggui sampai menjadi mayat diantaranya sudah saya jelaskan di bawah, karena saya menulis secara acak, jadinya yang dibawah duluan yang saya tulis. Kalau anda tanya bagaimana mungkin Jessica melakukan kesengajaannya di cafe, sengaja atau tidak sengaja bukan terletak pada tempat, jangankan di kafe di lapangan bola pun jadi, Jhon. F. Kenedy ditembak bukan di tempat yang sunyi, tapi pada suasana yang ramai. Dan lagi-lagi pertanyaan anda selalu berhubungan dengan waktu, sejak kapan, kapan waktunya harus jelas. Logika yang anda bangun adalah “skak mat” karena masalah waktu tidak ada yang tahu. Seolah-olah kalau waktu mulainya tidak diketahui, kasus ini akan gugur di pengadilan dan Jessica akan bebas hanya karena penyidik tidak mengetahui kapan waktunya kesengajaan itu muncul. Apakah Bapak Ricky Vinandoyakin seyakin-yakinya kalau hakim akan menanyakan kepada Jaksa “Pak Jaksa, tanggal, jam, dan menit berapa kesengajaan itu muncul, harus tepat lho pak, mengingat ini pembunuhan berencana“. Celakanya kalau Pak Jaksa menjawab tanggal 19 Desember hari minggu, jam 9 malam. Tiba-tiba Jessica mengubah jawabannya, salah Pak itu yang di BAP pernyataan saya tarik. Tidak benar, Jam nya itu salah Pak, wong saya sendiri yang lakukan masa saya lupa, itu salah, tepatnya jam 8 Pak. Nah.. langsung Hakim Ketok Palu, Anda Bebas karena mekipun tanggal dan hari sudah benar tapi salah jam. Setuju ?

“Lalu soal teori sengaja yang diketahui (wettes opzet), dalam hal ini jaksa juga harus bisa membuktikan kesengajaan yang lebih meluas, karena  kata ‘’sengaja’’ dalam pasal 340 KUHP memiliki banyak teori dalam hukum pidana. Kesengajaan yang diketahui disini harus bisa dibuktikan, tetapi sangat sulit juga untuk membuktikannya, karena jika Jessica mengetahui bahwa dengan racun sianida itu, Mirna bisa dipastikan akan mati, maka yang jadi pertanyaan besarnya adalah mengapa Jessica secara terang-terangan memesan, membayar dan menabur racun sampai menunggui kedatangan Mirna hingga Mirna menyeruputkopi sampai Mirna kejang-kejang?

“Sengaja” sebuah tindakan yang dilakukan dengan sadar, untuk membuktikan apakah sengaja atau tidak sengaja sudah anda jawab sendiri diatas. Kata yang saya Bold diatas adalah sebuah kesengajaan yang sangat jelas, kalau tidak sengaja artinya tiba-tiba ketemu di kafe oliver tanpa janjian sebelumnya, secara spontan langsung bersama-sama memesan minuman. Ada sebuah kejanggalan dari tulisan anda dengan menghilangkan sebuah kalimat kunci yang seharusnya adalah memesan, membayar, MELETAKAN DI MEJA, menabur. Dengan adanya kata MELETAKAN DI MEJA bisa jelas mengapa harus menerapkan pasal “sengaja”.Dengan mengikuti logika berpikir anda kalau memang Jessica pembunuhnya harusnya menyuruh orang lain untuk memesan, membayar dan meletakan di meja. Ini yang dibilang bunuh diri, orang yang disuruh akan ditanya oleh penyidik dan pasti akan menjawab bahwa yang menyuruh saya adalah Si Jessica, dan masalah menunggu, itu bukan “menunggu” tapi memastikan posisi duduk, agar tidak tertukar karena minumannya sudah ada di meja terlebih dahulu, jadinya lucu kalau duduk di pojok kanan minuman di pojok kiri, ya sudah kita minum saja yang ada di depan kita masing-masing, nah loe…semakin jelas pasal “sengaja”.saya masih ingat kata guru saya di SD, “posisi duduk sangat menentukan prestasi anda di sekolah”

“Logikanya sederhana, kalau Jessica sudah mengetahui Mirna pasti mati jika diracun dengan sianida, Jessica akan lebih dulu pergi meninggalkan cafe itu dengan melihat reakasi racun itu setelah Mirna menyeruput kopi itu. Tapi kalau Jessica tahu Mirna pasti mati kalau minum kopi bercampur sianida, tak masuk diakal kalau tetap menungguinya sampai kejang-kejang. Terlebih lagi sengaja berarti bahwa akibat suatu perbuatan memang dikehendaki dan dilakukan.”

Apanya yang tidak masuk akal? Apakah suatu keharusan dalam teori hukum bahwa pelaku harus pergi dan menyaksikan dari jauh proses kematian korban? Negasi Logikanya juga sederhana, Karena Pelaku sudah mengetahui Korban pasti mati, maka kalau langsung pergi sudah pasti akan mudah ketahuan, karena mengapa tiba-tiba menghilang, mengapa langsung pergi dan tega meninggalkan teman sendiri dalam proses sakaratul mautdan proses menghilangkan diri itulah yang bisa menjadi bumerang, akan banyak saksi yang akan melihat bukan hanya CCTV dan hal ini sudah menjadi cerita klasik, kebanyakan kasus pembunuhan terungkap karena pelaku yang semula ada di TKP tiba-tiba langsung menghilang.

Bersambung…. …..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun