Mohon tunggu...
Akbar Muhibar
Akbar Muhibar Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa, Blogger dan Vlogger

Penyuka seni suara dan seni membaca terbalik. Saat ini juga menjadi penulis di akbarjourney.com dan vlog akbarjourney.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jurus Anti Sakit Pinggang Pas WFH, Ubah Hidup Saat Pandemi Covid-19

17 Desember 2020   13:38 Diperbarui: 17 Desember 2020   14:14 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alamak, pagi-pagi udah harus kerja pas Work From Home alias WFH? Padahal ruangan kerjanya cuma berjarak 1, alias 1 langkah dari tempat tidur. Haiya~ tapi namanya juga kerja toh, jadi harus dikerjakan. Namun ndilalah bukannya kerja, malah sakit pinggang. Rasanya duduk di meja kerja yang jaraknya hanya selangkah dari tempat tidur itu jadi neraka, pinggang berasa bengkok, dan rasanya sangat tidak nyaman. Kenapa yak?

Gara-gara kejadian pinggang rasanya bengkok, akhirnya saya kembali memeriksa apa yang sudah dilakukan selama masa pandemi mulai bulan Maret 2020. Makan mulai serampangan, karena dulunya saya makan non nasi, sekarang harus makan nasi plus karbo-karbo tambahan lainnya. Olahraga? Hmmm kata itu tampak asing ya hari ini, boro-boro lari pagi, pemanasan tiap pagi aja udah ngga ada dalam ingatan. Terus pas kerja duduknya bener atau ngga? Ya ngga lah, yang penting duduk nyaman. Punggung mau menghadap ke mana ya masa bodo.

Candid WFH dari rumah, itu perut ngga terkontrol lagi minta segera disehatkan badannya. (Foto: Akbarmuhibar)
Candid WFH dari rumah, itu perut ngga terkontrol lagi minta segera disehatkan badannya. (Foto: Akbarmuhibar)

Walhasil lama kelamaan bukan hanya punggung saja yang mulai pegal, tangan kiri dan tangan kanan juga mulai bermasalah. Di bulan ke-9 pandemi, tangan kiri udah mulai pegal khususnya kelingking, karena terlalu rajin megetik huruf A. Telunjuk tangan kanan sudah kena akibatnya juga, pegalnya bukan main sehingga mau klik di tetikus rasanya susaah sekali. Bahkan ketika minggu akhir bulan November 2020, tiba-tiba tangan kiri rasanya seperti tersengat listrik dari bagian siku hingga bagian tangan. Akhirnya saya memutuskan istirahat selama satu hari tidak memegang komputer sama sekali dan tidak bekerja. Pastinya liburan dadakan ini membuat kerjaan mulai molor waktunya. Rasanya serba susah kan?

Daripada berpikir macam-macam seperti terkena "Carpal Tunnel Syndrome" yang diakibatkan penggunaan komputer dengan posisi yang salah, akhirnya saya memilih untuk memperbaiki gaya hidup saat pandemi. Kebetulan juga di hari itu, alias 11 Desember 2020 ada kegiatan Danone Reunite yang mengumpulkan kembali peserta Danone Blogger Academy 1,2,3 dan Danone Vlogger Academy bareng Kompasiana juga. 

Pembahasannya pas juga yaitu bagaimana Resolusi Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi Covid-19, yang dibawakan oleh dr. Muhammad Soffiudin, Occupational Health Leader Danone. Kalau kata dr. Sofi, ada tiga hal yang harus diperhatikan saat pandemi. Pertama, harus menjaga aktivitas fisik, termasuk istirahat, lalu kedua harus menjaga nutrisi, serta ketiga menjaga kesehatan mental.

Saya berkaca dong, apalagi saat harus menjaga aktivitas fisik karena dr.Sofi menjelaskan bahwa "Sitting is The New Smoking". Saya hanya bergumam dalam hati sambil syalalala~ ternyata hidup di atas kursi kerja sama aja penyakitnya sama ngerokok. Oh, why? Banyak banget akibatnya, mulai dari kelemahan otot, pengeroposan tulang, penurunan daya tahan tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan metabolism lemak dan gula, gangguan keseimbangan hormonal, sama gampang lebih gemuk. Pas dibilang gampang lebih gemuk, saya sih langsung ngelirik perut dan baju yang sudah mulai melar. Hmm berbahaya~

Jadi kebiasan hidup di atas kursi kerja atau sofa itu ternyata disebut sedentary live, bahkan salah satu penelitian yang dilakukan oleh penelitian 12 tahun yang dilakukan oleh Women's Health Initiative, yang dilakukan pada para perempuan pascamenopouse. Meskipun penelitian ini tidak mengikutsertakan laki-laki   maupun perempuan muda, terlihat bahwa orang-orang yang duduk 10 jam sehari, akan mendapatkan resiko jantung lebih besar 18% persen daripada yang duduknya Cuma 5 jam sehari. Penelitian serupa yang dilaksanakan di Australia dengan 63.000 laki-laki dan di Kanada dengan peserta laki-laki dan perempuan menunjukkan hasil yang mirip. Intinya kebanyakan duduk bisa resiko kebanyakan penyakit. Thanks berat buat penelitian ini yang membuat saya ga mau duduk lama-lama lagi.

Mulai rutin melakukan plank lagi buat benerin postur tubuh yang mulai ga keruan pas WFH. (Foto: Akbarmuhibar)
Mulai rutin melakukan plank lagi buat benerin postur tubuh yang mulai ga keruan pas WFH. (Foto: Akbarmuhibar)

Lalu gimana caranya supaya ga kebanyakan duduk. Ya gerak lah cuy~ kalau tidur ya sama aja ngga beraktivitas. Kalau kata Kesehatan ya membatasi waktu total duduk menjadi solusi pertama, maksimal 6 sampai 8 jam per hari. Sedangkan biasakan berdiri, berjalan, maupun peregangan selama kurang lebih 5 menit aja cukup kok, per 30 hingga 90 menit sekali, baik non WFH maupun WFH. Nah, akhirnya saya praktekin hal tersebut, dan rasanya baru 'lumayan", tahapannya baru sampe "ah leganya baru dikit nih". Trus saya harus gimana?

Walhasil besoknya saya memutuskan untuk rajin melakukan beberapa hal, yang pertama pemanasan setiap setelah bangun tidur. Setelah badan sudah mulai panas, akhirnya saya mempraktekkan kembali gerakan-gerakan plank yang biasanya saya lakukan sebelum pandemi. Hasilnya langsung caspleng, postur tubuh saya di kursi menjadi lebih baik. Lalu kursi kerja yang dari kayu -- mohon maaf masih mahasiswa belum beli kursi kerja yang bagus- saya lapisi dengan selimut, supaya permukaannya lebih lembut. Serta kebiasaan menggunakan keyboard dan mouse diperbaiki. Jadi saya geser keyboard dan mousenya ke pinggir meja. Walhasil tangannya dalam posisi melayang, dan mengurangi tekanan yang tidak perlu di pergelangan tangan. Pokoknya se kreatif mungkin deh, supaya tubuh ngga pegal-pegal!

Set up kerja baru. Keyboard lebih dekat dengan bibir meja, layar yang lebih tinggi, dan kenyamanan saat multitasking. (Foto: Akbarmuhibar)
Set up kerja baru. Keyboard lebih dekat dengan bibir meja, layar yang lebih tinggi, dan kenyamanan saat multitasking. (Foto: Akbarmuhibar)

Ternyata, sedikt demi sedikit pegal di punggung mulai berkurang, tidak ada nyeri lagi di tangan, dan postur tubuh lebih terjaga. Cara-cara ini juga cocok dengan jenis aktivitas yang harus dilakukan, yaitu intermediate exercises. Lha apa lagi itu? Jadi menjaga kesehatan itu kan tetep harus tetap di latih, nah kadar latihannya itu harus yang sedang-sedang saja alias intermediate. Lalu cara mengukurnya bagaimana? Nah, ketika olahraga coba deh ngobrol, kalau ngobrolnya putus-putus berarti udah pas intensitasnya. 

Kegiatan olahraganya bisa beragam, mulai dari jogging, sepedahan, atau gerakan kardio. Masak, ngepel, dan bersihin kosan ga masuk dalam kegiatan latihan atau exercises yah! Jangan sampe terlalu lebay juga, supaya daya tahan tubuh tidak menurun dan imun tetap kebal melawan penyakit. Selain itu, kelebihan latihan juga bisa meningkatkan keluaran kalori harian, kebugaran, serta meningkatkan kebahagiaan. Kalau belum bisa latihan berat, ya latihannya dikit-dikit aja asal rutin dan bisa kita lakukan.

Setelah sakit-sakit pegal selesai, saya mulai pindah mengurus pola makan yang dahulunya serampangan, jadi diatur sedemikian rupa. Kalau kata dr. Sofi, jaga makan! Caranya? Ya dengan Isi Piringku! Pokoknya makanan pokok, lauk pauk, buah-buahan dan sayuran harus kudu musti seimbang. Karena saya juga terbiasa dengan penerapan Isi Piringku, jadi ngga terlalu susah apalagi saya masak sendiri di kosan. Bisa ngatur deh sayurnya, lauknya, buah, dan makanan pokok yang mau saya pakai seperti apa. Tapi, kalau makan sehari 5 kali kan ga bisa juga ya buosss, harus di atur juga, tapi bukan diet ekstrim juga soalnya imunitas kita bisa turun pas pandemi.

Makanan yang biasa dibikin sendiri bisa jadi cara menjaga pola makan lho! Ini sandwich isi tempe goreng plus mayonaise. (Foto: Akbarmuhibar)
Makanan yang biasa dibikin sendiri bisa jadi cara menjaga pola makan lho! Ini sandwich isi tempe goreng plus mayonaise. (Foto: Akbarmuhibar)

Caranya? Pertama saya mengatur pola tidur dulu. Lah, jauh banget sama pola makan? Ternyata oh ternyata, mama oh papa, kualitas tidur berkaitan erat dengan obesitas! Penelitian dari Rahe, Czira, Teismann, dan Berger tahun 2015, menggambarkan asosiasi antara kualitas tidur yang buruk dan ukuran obesitas. 

Hasil penelitian ini menjabarkan bahwa kualitas tidur yang buruk akan meningkatkan obesitas dan lemak tubuh pada orang dewasa. Ngeriii euy. Akhirnya saya mulai menjaga pola tidur yaitu 6-7 jam sehari, setelah sebelumnya kebiasaan begadang main game saat bulan-bulan sebelumnya. Akhirnya tiap pagi bisa bangun sekitar jam 6 pagi, dan mulai melakukan pemanasan supaya otot-ototnya siap untuk bekerja. Terus sarapan jam 8 pagi, biasanya dengan buah-buahan atau smothies buat menjaga vitamin dan mineral tetap cukup. Lalu makan siang dimulai jam 11 pagi, dan makan malam jam 4 sore.

What? Jam 4 sore itu makan malam? Kalau saya sih kuat dan memastikan seluruh makanan yang sudah dimasukkan ke dalam tubuh bisa dicerna secara optimal. Walhasil tubuh saya bisa lebih ringan pagi hari, buang air besar lebih lancar, dan ternyata berat badan saya turun sampai 2 kilogram! Yang terakhir itu bonus ya, soalnya harus disesuaikan juga dengan kebiasaan minum yang cukup, serta latihan teratur. Misal kalau belum ngerti nih bagaimana cara menngatur makanan yang baik, curhat sama dokter gizi juga jadi pilihan yang sangat bagus.

Menerapkan saran yang ke tiga, yaitu menjaga kesehatan mental buat saya itu rada gampang-gampang susah. Soalnya hanya berhadapan dengan laptop setiap harinya dan tekanan kerja yang luar biasa disamping harus menyiapkan tesis agar segera lulus kuliah. Akhirnya saya memanfaatkan media online untuk membuat kuis kecil-kecilan setiap minggunya bersama teman-teman, supaya bisa bermain bersama dan menghilangkan stress. Selain itu karena saya tinggal di kos-kosan, beruntung masih ada orang-orang yang tinggal di tempat yang sama dan bisa diajak ngobrol untuk berbagi cerita. Sehingga kita bisa menebarkan aura positif, dan saling mendukung satu sama lain ketika pandemi, jadi kadar stress bisa menurun dan bisa meningkatkan imun kita juga.

Reunian online bareng temen-temen melihat kekocakan masa kuliah bisa menurunkan tingkat stress juga! (Foto: Akbarmuhibar)
Reunian online bareng temen-temen melihat kekocakan masa kuliah bisa menurunkan tingkat stress juga! (Foto: Akbarmuhibar)

Akhirnya gara-gara sakit pinggang dan pegal di tangan, perlahan saya mengubah pola hidup menjadi lebih baik dengan mengontrol latihan, mengatur pola makan dan pola tidur, mengatur meja kerja menjadi lebih nyaman, serta mulai membuka komunikasi dengan orang-orang terdekat di kosan. Perubahannya saat ini, selain tubuh menjadi lebih segar, imun meningkat, serta mendapatkan cara untuk menjaga stress ketika pandemi melanda, dan bonusnya, timbangan badan turun perlahan-lahan. Intinya pelan-pelan aja dulu, dan jangan takut dengan perubahan yang positif, supaya nantinya tubuh kita bisa digunakan lebiiih lama lagi dan sehat hingga tua. 

Jadi, buat hidup sehat buat hari ini dan seterusnya udah siap belum? Kalau mager ya kuncinya hanya satu: Lakukan saja, sekarang atau dipaksa nanti. Hihihi. Thank you Danone Reunite buat inspirasinya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun