Panganan kue tradisional juga disandingkan dalam makanan di kantin mereka, seperti kue pu' dan kue garo. Sehingga para siswa dan siswi terlatih untuk menjaga makan, serta paham apa saja yang mereka makan menjadi manfaat yang besar pada tubuh mereka.Â
Tidak hanya di SD saja, Pos Gizi Desa Haya-Haya yang ada di Limboto juga memanfaatkan bahan lokal untuk mencukupi gizi bagi balita dan menurunkan angka stunting yang cukup tinggi di kawasan ini.Â
Stunting sendiri merupakan kondisi bayi yang tumbuh di bawah standar tinggi dan berat yang normal. Biasanya tanda-tanda ini sudah terlihat dari kondisi bayi yang lahir lebih pendek dari biasanya. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan orangtuanya dalam mengonsumsi makanan yang bergizi.
Program yang dibuat adalah 12 hari intervensi makanan dengan kombinasi makanan lokal dan makanan bergizi yang sesuai dengan para balita. Kegiatan ini mewajibkan para orangtua dan balita hadir ke Pos Gizi setiap harinya untuk mengonsumsi makanan bergizi, serta diperiksa kesehatannya.Â
Para orangtua sendiri nantinya akan diajarkan memproduksi sajian modifikasi dari produk lokal. Beberapa diantaranya adalah bola-bola tahu dan perkedel tempe, untuk mengganti tahu dan tempe goreng yang biasanya tampak membosankan di mata anak-anak.Â
"Kita menekankan masyarakat kalau makanan itu tidak usah mahal-mahal dan makanan itu bisa dimodifikasi," ungkap Ibu Elvian, Petugas Gizi Posyandu Desa Haya-Haya, yang saya temui langsung pada Juli 2018.
Tidak ketinggalan sajian Podeng Kasubi dari singkong lokal untuk memenuhi asupan protein dan karbohidrat anak-anak, menggantikan bubur kacang hijau dengan kandungan kalori yang sama yaitu 150 kalori per sajian.Â
Diharapkan orangtua dapat memberikan makanan yang bergizi dengan harga yang murah, supaya anak-anak tertarik makan dan mampu menjaga berat badannya dalam masa golden age antara usia 0 sampai 5 tahun.Â