Tentunya sebagai admin yang baik dan benar, tanpa ragu saya menghapus postingan tersebut. Setelah itu, saya wajib memberitahukan kompasianer yang tulisannya dihapus, sesuai regulasi yang ada. Ternyata, ketika saya membuka profilnya, yang menulis adalah "Pepih Nugraha" alias bapaknya Kompasiana, alias atasan utama saya, sekaligus pencinta catur.
Bulir keringat dingin sudah membasahi dahi, lebih dari dinginnya AC central di kantor. Ketika saya ingin mengembalikan gambar tersebut, astaghfirullah, tentunya sudah tidak bisa. Terdiamlah saya dan memegang teguh SOP yang ada, bahwa tulisan tersebut memang sudah melanggar.
Pagi harinya, Kak Uyuy keluar dari ruangan Kang Pep yang pintunya selalu terbuka dan berkata, "Siapa yang hapus tulisan Kang Pep?"
Saya terdiam, menyimpan sebuah rahasia yang dalam tulisan ini baru saya ungkapkan.
"Bar, kamu tuh kalau jadi moderator jangan kelewat teges. Saklek banget nih anak!" ungkap Ka Uyuy suatu waktu.
Inilah pengakuan dosa saya, maafkan saya ya Kang Pep, semoga tiada dusta di antara kita. Hiks. Tapi banyak terima kasih yang ingin saya berikan buat Kang Pep, meskipun hanya hal sederhana. Untuk kebaikan Kang Pep, pelajaran yang sudah diberikan, kesempatan berdiskusi yang panjang, dan segudang hal lainnya yang membuat saya bisa berdiri saat ini.
Bahkan Kang Pep memperbolehkan saya keluar dari Kompasiana dengan cara yang baik, karena ingin menempuh pendidikan sarjana di Kota Bandung. Inilah kebaikan terbesar yang dilakukan sehingga mampu membahagiakan orang tua saya.
Kemarin, saya sempat melihat video Kang Pep yang sedang "Live" di Facebook. Kang Pep tampak sehat, segar, dan berbicara dengan suara yang hangat. Persis ketika saya bertemu dengan Kang Pep pertama kalinya. Semoga Allah memberikan kesempatan kita kembali bertemu di waktu yang berbeda.
Terimakasih Kang Pep,
Maafkan saya yah 😉.
Salam
Akbar Muhibar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H