Mohon tunggu...
Akbar Muhibar
Akbar Muhibar Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa, Blogger dan Vlogger

Penyuka seni suara dan seni membaca terbalik. Saat ini juga menjadi penulis di akbarjourney.com dan vlog akbarjourney.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kang Pep, Dosa Saya, dan Sebuah Papan Catur

31 Desember 2016   20:00 Diperbarui: 1 Januari 2017   21:28 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu saya menerima pesan dari salah satu blogger Kompasiana melalui Facebook. Beliau menyatakan bahwa Kang Pep, memilih -udahan- dari Kompasiana. Jujur saya bingung saat itu, apakah Kang Pep didelegasikan pada bagian lainnya di Kompas.com ataukah memang selesai.

"Udahan, Bar. Kang Pep udahan dari Kompasiana," terang pesan yang saya terima.

Meski saya berhubungan dengan Kang Pep hanya sesaat dibandingkan rekan-rekan kerja di Kompasiana lainnya, banyak rekaman memori yang langsung teringat ketika menyinggung masalah 'Bapaknya Kompasiana' ini. Mengingat beliau adalah atasan, panutan, sekaligus teman ngobrol yang keren - meski sebentar.

Perjumpaan kami yang pertama berlangsung saat awal tahun 2014. Seorang fresh graduate yang belum wisuda, menghadap ke atasannya yang pertama di gedung Kompas Palmerah Barat lantai 5, di mana Kompasiana saat itu bernaung. Pastinya, anak yang cupu ini keder ngeliat bapak atasannya yang lagi asyik main laptop di atas meja.

"Coba diceritakan, kamu kegiatannya apa aja," itulah pertanyaan pertama yang ditanyakan Kang Pep kepada saya.

Setelah menceritakan petualangan sederhana saya kepada Kang Pep, saya duduk terpaku. Diem aja ngga berani ngapa-ngapain. Saat itu Kang Pep tampak agak menyeramkan buat saya, namun gaya bicara beliau yang berat, hangat, dan bersahaja berhasil memengaruhi saya untuk semangat bekerja sebagai moderator yang dulu slogannya "sharing, connecting" ini.

"Kamu harus banyak belajar nantinya, mulai dari banyak membaca dan menulis berbagai artikel yang baik. Semoga pekerjaan ini jadi media belajar yang baik buat kamu," ucap Kang Pep sebelum saya pamit memulai hari kerja pertama saya.

Karena masih pemula, saya sering melakukan kesalahan "besar" sehingga banyak komentar yang memenuhi Facebook. Bahkan beberapa kesalahan tersebut berbuah balasan artikel pedas dengan embel-embel "admin Kompasiana", hingga beberapa laporan yang sampai di laman report punya Kompasiana.

Tentu saja, sebagai moderator saya sering meminta bantuan rekan lainnya, seperti Pace Shulhan, Kak Nurul Uyuy, Ella, Mbak Nuy, Kevin dan Rio yang setia menanggapi komentar hingga persoalan tersebut selesai. Namun, suatu pagi, saya membuat sebuah kesalahan, yang hingga saat ini saya rahasiakan, bahkan dari Kang Pep sendiri.

Pada saat piket, saya ingat sekali pada hari Sabtu, waktu itu engine Kompasiana sedang mengalami crash -tentunya sebelum pindah ke clouds baru- yang membuat semua kompasianer meradang tentunya. Kerusakan ini menyebabkan kesulitan kompasianer memasukkan gambar ke dalam tulisannya, yang berlangsung hingga 2 minggu.

Tapi saat moderasi, saya melihat sebuah postingan yang dibuat pada pagi hari dan berisikan sebuah gambar papan catur. Tanpa tulisan, tanpa caption foto dan tentunya melanggar ketentuan kompasiana. Dalam SOP moderasi dinyatakan "tulisan yang kurang dari 2 paragraf harus dihapus" dan "gambar tanpa caption yang jelas, harus dihapus".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun