Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Mengamen Menjual Karya

1 November 2019   02:47 Diperbarui: 1 November 2019   08:37 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang sahabat, mengirimi saya video, rekaman seorang anak gadis belia seusia sekira sepuluh tahunan, sedang mendemonstrasikan kepiawaiannya mendawai biola. Sekilas menyaksikannya, boleh jadi, tak kalah banding dengan mendiang maestro biola Indonesia, Idris Sardi. Dawai biola digeseknya mengalunkan syair lawas The Beatles tentang Bunda Maria, “Let it Be”. “When I find my self in times of trouble, Mother Mary comes to me, speaking words of wisdom, let it be...".

Sungguh sebuah rekaman video yang sangat menghibur. Syahdu dan penuh penghayatan. Lebih lagi karena saat mendawai biola, gadis belia itu tak monoton, malah seringkali mengayun badan serta langkah kakinya mengikuti irama. “Let it Be”, biarlah! Patut ditonton, bahkan rasa-rasanya merugi jika tak sempat menyaksikan. Saking mengasyikkannya sekian kali saya mengulang. Juga tak terlupa, saya membalas pesan sahabat saya, mengucapkan terima kasih kiriman videonya.

Lalu dimanakah gerangan lokasi gadis belia itu mendemonstrasikan kepiawaiannya. Rekaman di video itu tak menyebut lokasi, tapi jelas terlihat bukan di wilayah Indonesia. Pastinya di negera luar. Gadis belia itu, juga berambut pirang. Ia unjuk karya dengan kepiawaiannya tak di ruangan tertutup, tapi terbuka. Meski dilengkapi peralatan listrik serta peralatan musik, tapi dibolehkan bermain musik di tepi jalan. Ramai orang berlalu lalang. Banyak tergoda mampir menontonnya.

Dirinya memang pemain musik, tapi sepertinya pemusik jalanan. Terlihat banyak orang lewat menaruh sekeping-selembar uang pada wadah disiapkan. Di Indonesia, mereka akrab disebut pengamen, meski saya tak lagi seberani menyimpulkan, jika dirinya murni seorang pengamen jalanan, persis sama di Indonesia. Saya kapok mengulang kekeliruan sama pada saat berada di Melbourne-Australia, menduga tulen pengamen, alih-alih dia salah satu artis tenar di sana.

Tak hanya di sekian kota di Australia, sejumlah kota di kawasan Eropa, juga nyaris sama. Sekian tempat keramaian kota, di tepian jalan, khususnya pelataran terbuka yang ramai orang barlalu lalang, seringkali dijumpai pemain musik. Harap maklum - hindari kekeliruan seperti saya - coba mempersepsikan mereka sama saja pengamen di negeri ini. Musababnya, di negeri ini pemusik jalanan bermodal peralatan musik hanya seadanya, modal bermain musik dan suara pas-pasan.

Beda di sejumlah negara luar, pemusik jalanan tak terlihat pengamen seperti persepsi di benak kita, seringkali mempersesikan sama dengan peminta-minta. Akibatnya, sajian musik pengamen sedianya untuk menghibur, malah dianggap mengganggu. Ayal, depan sekian restoran tertulis, “Pengamen Dilarang Masuk”. Di negara Bulgaria misalnya, pemusik jalanan pasti mengasyikkan sebab ketentuan di sana, mereka tak dibolehkan bermain musik di jalanan jika tak lolos audisi.

Saya tahu sedikit soal itu, setelah mendapat penjelasan dari pemandu yang mendampingi kami selama di sana. Dan saat menikmati video rekaman gadis belia mendawai biolanya, sontak saya teringat dengan penjelasan pemandu itu. Ia malah menegur saya, ketika saya mencibir seorang lelaki tua berpantomim di tepi jalan, juga banyak dapat sokongan sekeping-selembar uang dari pejalan kaki. “Di sini orang cari uang dengan unjuk karya bukan cara meminta-minta”, tegurnya.

Makassar, 31 Oktober 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun