[caption caption="photo: detik.com"][/caption]
Dua pekan terakhir, media dunia maya disemarakkan oleh dua petisi berbeda dengan objek yang sama. Objek kedua petisi itu ditujukan kepada Komisaris Jenderal Budi Waseso, Kepala Bareskrim Polri. Pada petisi pertama ditulis, “Copot Kabareskrim Budi Waseso”. Sementara pada halaman petisi kedua tertulis “Dukung Kabareskrim Budi Waseso Menegakkan Hukum Tanpa Tebang Pilih”. Kedua petisi itu berbeda itu, sama-sama mengharap dukungan publik.
Petisi pertama diinisiasi pendiriannya oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ketua LSM Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti. Lalu petisi kedua diinisiasi sejak 22 Juli 2015 oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane serta Komisioner Komisi Kepolisian, Adrianus Meliana. Kedua petisi yang berseberangan dan berbeda keinginan itu, justru termuat pada halaman website yang sama, di “Change.org”.
Keduanya pun ramai mendapat respon publik, meski jarak dukungan diraih tidak berimbang. Petisi pertama yang kontra pada Budi Waseso, meraih dukungan jauh lebih tinggi dibanding petisi kedua yang membela Kepala Bareskrim yang akrab dengan akronim “Buwas” itu. Para pendukung petisi pertama berharap penegakan hukum harus sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Dan pendukung petisi kedua, berharap hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kemunculan dua petisi yang saling kontra itu, memang berkaitan erat dengan langkah yang ditempuh Polri untuk memproses secara hukum sejumlah orang, diantaranya para petinggi KPK, akademisi dan sekian penggerak anti korupsi, serta lainnya. Paling terakhir komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurrahman Syahuri dan Suparman Marzuki. Penggagas petisi pertama, menilai semata upaya balas dendam akibat gagalnya Budi Gunawan meraih jabatan Kapolri.
Bareskrim di bawah kepemimpin Budi Waseso, telah mentersangkakan dua pimpinan KPK akibat mentersangkakan Budi Gunawan. Mentersangkakan akademisi/penggiat anti korupsi, Denny Indrayana, karena mengkritik pentersengkaan pimpinan KPK. Koordinator dan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Topan Husodo dan Emerson Yuntho, akibat dilapor Romli Atmasasmita, pakar hukum pembela Budi Gunawan saat sidang Pra-Peradilan.
Paling terakhir, Bareskrim mentersangkakan dua pimpinan Komisi Yudisial karena dilaporkan Sarpin Rizaldi, sang hakim Pra-Peradilan yang telah membebaskan Budi Gunawan, dianggap mencemarkan nama baik sang hakim. Serta sekian lainnya yang dinilai oleh penggagas petisi pertama sebagai bentuk kriminalisasi. Namun Budi Waseso tetap kukuh pada pendiriannya bahwa pentersangkaan mereka itu, bukan balas dendam, tapi ada pihak dirugikan melapor.
Terhadap munculnya dua petisi kontra yang menjadikan Budi Waseso objeknya, ditanggapi dingin oleh “Buwas”. “Ngapain saya pikirin”, katanya. Menurutnya, itulah risiko yang harus ia tanggung dalam mengemban tugas Kepala Bareskrim Polri. Dan penegakan hukum, secara teoritis sejak awal memang berkutat pada soal itu. Rasa keadilan masyarakat satu sisi, serta penegakan hukum berdasar aturan, di sisi lain. Kedua petisi kontra itu, pun ikut berdialektika.
Makassar, 30 Juli 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H