sumber: detik.com
Quick Count Berselisih Hasil
Rabu, 9 Juli 2014, rakyat Indonesia --- sebagai pemegang kedaulatan --- telah menyalurkan mandatnya di TPS, kepada salah satu diantara dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden RI. Apakah kepada pasangan nomor 1 (Prabowo-Hatta), atau kepada nomor 2 (Jokowi-JK), itu rahasia masing-masing orang di bilik suara. Entah dilatari pertimbangan “hati nurani” atau “akal sehat”, tak lagi menjadi soal, suara rakyat itu tetap saja adalah jelmaan demokrasi.
Panitia penyelenggara pemilihan umum telah melakukan rekapitulasi suara --- yang sedianya diikuti ---.sebanyak 190.307.134 jiwa pemilih tetap (DPT) di keseluruhan 478.685 TPS di sebanyak 81.142 desa/kelurahan, di 6.980 kecamatan, di 497 kabupaten/kota dan di 33 provinsi, serta 498 TPS di 130 perwakilan negera Indonesia di luar negeri yang kemudiaan mencukupkan total TPS Pilpres 2014, sebanyak 479.183 TPS.
Kemajuan tekhnologi informasi dan komunikasi, serta kemajuan ilmu dan pengetahuan, telah berkonstribusi memberi andil dalam mempercepat jangkauan informasi untuk mengetahui hasil “vox pupuli”, pilihan rakyat di seluruh wilayah nusantara yang terdiri dari 17.508 pulau ini (Data Pusperta TNI). Masing-masing tim pemenangan selain menyiapkan real count, juga melakukan quick count bekerjasama sejumlah lembaga survey dan non-survey.
Tapi secanggih-cangihnya sarana tekhnologi informasi dan komunikasi dan sehebat-hebatnya pengetahuan, hasilnya tetap saja meninggalkan soal. Sekurang-kurangnya ada 11 lembaga survey/non-survey mengeluarkan hasil berbeda. Selisih entah karena metodologi digunakan berbeda, atau entah karena posisi lembaga yang tidak netral, “by order”, ataukah data mereka memang sudah sesuai pada sebenarnya, namun tak satu pihak manapun bisa memastikan.
Quick count dengan hasil berbeda, menyimpan berkah. Menjadi bagian tak bisa dielakkan dari strategi dan taktik sebagai instrumen. Selain membangun opini keunggulan, juga untuk menghindar dari kekalahan. Quick count diharapkan menjadi perisai real count. Selebihnya memberi hikmah untuk memperkukuh KPU sebagai penyelenggara sah dan tetaplah pemilik otoritas. Quick count berselisih, maka perselihan --- yang diduga onar --- pun terelakkan.
Makassar, 09 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H