Belajar pada “Dukun” dan “Dalang” Pilpres
Sebagai pekerja politik praktis, sekalipun musykil untuk membebaskan diri pada pemihakan, tetapi di sisi lain saya selalu berupaya menghadirkan kesadaran diri agar momentum Pilpres 2014 kali ini berwujud menjadi medium pembelajaran praktek pertarungan politik. Sekurang-kurangnya menjadi arena penerapan siasat di antara “strategi” (bersifat tetap yang berorientasi jangka panjang) dan “taktik” (berorientasi jangka pendek dan selalu berubah-ubah).
Sebagaimana publik sama mengetahui jika pertarungan pilpres kali ini, nyaris seluruh 56 lembaga “dukun” (baca: konsultan) politik yang terdaftar di KPU Pusat, serta tak terbilang lagi jumlah “dalang” (baca: purnawirawan TNI/Polri) berkelas jenderal berbintang yang telah memiliki pengalaman perang dalam arti sesungguhnya, pun ikut terjun bebas bersiasat dan bergerilya berdasar rona dan warna permainan masing-masing.
Menerapkan siasat di arena politik praktis, sesungguhnya bukan pekerjaan yang tak semudah seperti terbayang di benak publik pada umumnya. Memahami dan mengurai data hasil survei dan quick countsaja misalnya, sepertinya bukanlah hasil tekstual angka matematis seperti umum diduga, tetapi jauh lebih dari sekadar itu, sekurang-kurangnya sebagai pemetaan area perang, bangunan opini, sekaligus penemuan rona dan warna permainan mana yang tepat.
Penerapan siasat di arena politik praktis, memang memerlukan hitung-hitungan yang mestinya harus tepat. Keliru membaca peta, resikonya bisa fatal, berujung pada kesalahan penerapan, sehingga sasaran dan target hasil yang ditekadkan untuk dicapai, buyar dan kehilangan arah. Pada saatnya kombinasi kehadiran “dukun” dan “dalang” sangat berarti. Sang “dukun” hadir membawa peta, maka sang “dalang” pun segera menerjunkan siasat dan aktor-aktornya.
Jika dicermati secara seksama, begitu mengasyikkannya, sama seperti asyiknya menyaksikan pertarungan adu strategi dan taktik di lapangan hijau. Terlebih lagi karena Pilpres bertepatan pelaksanaan Fifa Word Cup di Brasil 2014. Dan entah berapa tahun lagi kelak anak-cucu kita menemui peristiwa seperti langka ini secara bersamaan. Itu pula sebabnya pilpres kali ini menjadi ajang terbaik untuk mendapatkan sebanyak mungkin pembelajaran politik, khususnya pada penerapan siasatnya. Antara strategi dan taktik para “dalang” dan para “dukun”.
Makassar, 12 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H