Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

China "Rampas" Wilayah Indonesia, ISDS Galang Kesadaran Kedaulatan NKRI

30 Mei 2024   14:29 Diperbarui: 30 Mei 2024   14:57 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Repro-desain pribadi Abdul Muis Syam

Tetapi meski begitu, Pemerintah Indonesia tampaknya tidak bisa menyembunyikan keprihatinan dan kecemasannya terhadap setiap ancaman kedaulatan wilayah NKRI, khususnya pada masalah klaim sepihak Beijing yang memasukkan sebagian Laut Natuna Utara sebagai milik China melalui "Ten Dash Line" tersebut. Kecemasan itu terlihat melalui Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, yang dikabarkan telah menghabiskan anggaran lebih Rp.500 Triliun, yakni untuk pembelian Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) atau peralatan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dan bisa ditebak, bahwa salah satu tujuan dilakukannya pembelian Alutsista secara besar-besaran itu, boleh jadi adalah sebagai langkah antisipatif di saat Indonesia harus terpaksa "terseret" hanya pada satu pilihan, yakni berperang. Maka tentunya dalam kondisi krusial tersebut, Indonesia dapat dipastikan akan benar-benar siap berperang demi mempertahankan setiap jengkal tanah air di wilayah NKRI ini.

Namun sejauh ini, ada beberapa hal yang disayangkan oleh banyak pihak, terkait masalah geopolitik yang secara berlarut-larut dan terang benderang telah "diacak-acak" oleh China, khususnya mengenai klaim Beijing yang secara sepihak dan seenaknya memasukkan Laut Natuna Utara sebagai bagian dari wilayah kekuasaan China.

Yakni pertama, Pemerintah Indonesia disayangkan tidak punya keberanian untuk serius menekan China secara tegas, agar segera mencabut klaim sekitar 30 persen wilayah perairan Laut Natuna Utara. Sebab, jika penekanan dan ketegasan itu tak bisa dilakukan oleh Indonesia, maka secara mental akan memunculkan tudingan bahwa jangan-jangan Indonesia telah "diam-diam menggadaikan" Laut Natuna Utara dengan dalih "menjaga" sebuah kepentingan yang selama ini terbangun dengan China. Dalam posisi seperti ini, tentunya kemudian hanya akan memunculkan pandangan bahwa Indonesia boleh jadi pula selama ini sudah "tersandera" dalam pusaran kepentingan China.

Hal kedua yang juga disayangkan oleh banyak pihak, terkait klaim Beijing terhadap Laut Natuna Utara, yakni masih rendahnya nilai-nilai kepedulian atau kesadaran masyarakat Indonesia tentang kedaulatan wilayah NKRI yang kini terancam "dirampas" oleh China secara terang benderang melalui Ten Dash Line tersebut.

Parahnya, dalam kondisi seperti itu, Pemerintah Indonesia malah lebih tertarik menyibukkan masyarakatnya dengan pembahasan seputar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, serta sebagiannya lagi lebih memilih "memburu surga" sendiri-sendiri. Misalnya, dengan berjoget-joget tak keruan, dan pula menghambur-hamburkan waktu menjadi "dukun" ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response) di akun TikTok masing-masing. Dan tanpa mereka sadari, bahwa saat ini sesungguhnya ada "neraka" yang secara nyata "mengintai" bangsa ini, yakni munculnya ancaman kedaulatan wilayah NKRI di Laut Natuna Utara, yang sewaktu-waktu apabila dibiarkan maka akan jadi "pintu masuk" bagi China untuk lebih menguasai NKRI secara luas.

Olehnya itu, dengan mengetahui kondisi pemerintah dan masyarakat yang terkesan cuek terhadap ancaman kedaulatan wilayah NKRI ini, membuat Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) pun secara sukarela terpanggil untuk berupaya maksimal "mengetuk dan menggalang" kesadaran masyarakat Indonesia, bahwa saat ini di negeri ini sedang berhadapan dengan ancaman kedaulatan wilayah NKRI.

ISDS sebagai kelompok studi para ahli dan jurnalis yang berkecimpung di bidang riset terkait militer, pertahanan, politik luar negeri, serta isu relevan lainnya, secara masif kini turun tangan mengajak pemerintah dan masyarakat Indonesia agar tidak sekali-kali menyepelekan ancaman kedaulatan wilayah NKRI, yang secara nyata kini terjadi di Laut Natuna Utara dan "dipertontonkan" China secara terang benderang.

Dari salah satu laman di website-nya, ISDS menuliskan, kedaulatan terus menjadi tema penting di tengah munculnya sejumlah konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Konflik Laut China Selatan merupakan contoh nyata bagaimana kedaulatan menjadi isu yang sentral dialami banyak negara, termasuk Indonesia. Laut Natuna Utara masuk dalam konsep Nine Dash Line yang diklaim sepihak oleh China sebagai wilayahnya. "Ancaman kedaulatan ini nyata dan perlu disadari oleh segenap masyarakat Indonesia," demikian penggalan kalimat yang ditulis ISDS dalam website-nya tersebut.

Tak hanya sampai di situ, pada Selasa (19 Maret 2024) juga telah diselenggarakan webinar pemaparan hasil survei ISDS bersama Litbang Kompas, dengan mengusung tema: "Menjaga Kedaulatan dan Mencari Kawan di Laut China Selatan". Tak tanggung-tanggung, webinar tersebut diikuti sejumlah unsur berkompeten, yakni di antaranya Menko Polhukam, Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto selaku Keynote Speaker; Duta Besar Berkuasa Penuh RI untuk Filipina, Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo; Laksamana Madya TNI Irvansyah selaku Kabakamla; Danseskoal; Dinas Psikologi TNI AL; Puskodal Lantamal X; Waaslat Kasad Bidang Kermamil; Erik Purnama Putra sebagai Co-founder ISDS; Dimas Okto Danamasi selaku Peneliti dari Litbang Kompas; serta para pembicara lainnya.

Pada kesempatan tersebut, Hadi Tjahjanto selaku Menko Polhukam menyebutkan, webinar ini merupakan cerminan dari perhatian ISDS terhadap kepentingan nasional yang sangat penting, yaitu menjaga kedaulatan wilayah NKRI dan sekaligus memelihara perdamaian serta stabilitas di kawasan LCS. "Pemerintah Indonesia akan selalu mengedepankan cara-cara dialog yang damai dalam menghadapi konflik di kawasan, dan tentunya mengedepankan prinsip penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing negara," ujar Hadi Tjahjanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun