Kecemasan dan ketakutan Ahok tiba-tiba muncul dan membesar, yakni sesaat Rizal Ramli usai dicopot sebagai Menko yang ketika itu disambut dukungan dari rakyat secara spontan dan bersahut-sahutan untuk maju dalam pilkada DKI.
Saking cemasnya, Ahok akhirnya tergopoh-gopoh menghadap ke Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk meminta dukungan. “Pada kesempatan tersebut, Pak Ahok secara khusus menegaskan telah memutuskan untuk menempuh jalan kepartaian (membatalkan jalur independen) dan mengharapkan dukungan PDI Perjuangan,” ujar Ketua DPP PDI-P, Andreas Hugo Pariera, Kamis (18/8/2016).
Namun belakangan Ahok menyangkal, bahwa pertemuannya dengan ibu Megawati bukan untuk mendaftarkan diri sebagai cagub, dan juga tidak meminta PDI-P untuk menjadi pendukungnya, melainkan meminta Djarot untuk jadi cawagub.
“Kita gak pake daftar, jadi yang saya datang itu ke DPP menghadap ibu (Megawati) sebagai Ketum ketemu, jadikan ada protokolnya. Saya nanyain, eh saya sudah mau maju nih, udah ada tiket tiga nih, aku minta Djarot boleh nggak,” kata Ahok di Jakarta, Jumat.
Penyangkalan Ahok itu pun membuat kader dan elit-elit PDI-P merasa dilecehkan dan direndahkan oleh Ahok. Padahal semua orang juga bisa merasakan, bahwa Ahok akhir-akhir ini nampak sekali sangat “mengemis” (cari-cari muka dan berusaha sekuat tenaga) agar dapat didukung oleh parpol lainnya terutama dari PDI-P.
Sikap Ahok yang sangat mengharap dukungan dari PDI-P tersebut seolah tidak percaya kepada Golkar, Hanura dan Nasdem bakal mampu membawanya sebagai pemenang Pilkada.
Namun terlepas dari itu, kecemasan dan ketakutan Ahok yang sangat besar terhadap Rizal Ramli sejauh ini memang tak bisa ia sembunyikan. Dan satu-satunya cara untuk menyingkirkan (menghambat) langkah Rizal Ramli, adalah (bukan tidak mungkin) Ahok akan berusaha “membeli” sejumlah parpol agar turut bergabung dalam koalisinya (Golkar, Hanura, Nasdem)
Sehingga hampir dapat dipastikan, Ahok sesungguhnya sangat menginginkan Pilkada DKI 2017 ini hanya diikuti oleh 2 pasang calon, yakni dirinya vs Sandiaga dengan perkiraan formasi dukungan parpol sebagai berikut :
1. Ahok dan Djarot = PDI-P, Golkar, Hanura, Nasdem, PPP, PKB, PAN (70 kursi)
2. Sandiaga dan ...? = Gerindra, PKS, Demokrat (36 kursi)
Sangat boleh jadi formasi seperti itu bisa “dibentuk” dengan mudah oleh Ahok apabila mendapat “suntikan” dari para pengembang serta kelompok Taipan. Sebab dengan formasi seperti itu, Ahok merasa sangat percaya diri dan yakin bisa memenangkan Pilkada DKI meski sebagian besar rakyat sangat tidak menghendakinya dengan jalan (misalnya) memilih golput.
Sebaliknya, Ahok bisa mati gemetaran jika formasi yang terbentuk adalah seperti ini:
1. Ahok-Djarot = Golkar, Hanura, Nasdem (24 kursi)
2. Rizal Ramli-Sandiaga = PDI-P, Gerindra, PKS, PPP, Demokrat, PKB, PAN (82 kursi)
Atau formasi seperti ini:
1. Rizal Ramli dan Risma = PDI-P, PPP, PAN, PKB (46 kursi)
2. Ahok dan Djarot = Golkar, Hanura, Nasdem (24 kursi)
3. Sandiaga dan ....? = Gerindra, PKS, Demokrat (36 kursi)