Yang ketiga, Sofyan Djalil (loyalis JK) selaku Menteri BUMN pada Pemerintahan SBY-JK mencopot Rizal Ramli dari jabatannya sebagai Presiden Komisaris PT. Semen Gresik (sekarang PT. Semen Indonesia). Pencopotan itu bertolak belakang dengan kinerja Rizal Ramli yang mampu mengangkat PT. Semen Gresik sebagai perusahaan yang memiliki prestasi dan progres produksi tinggi.
Pencopotan itu dilakukan, karena nampaknya Rizal Ramli lagi-lagi dipandang sebagai sosok “berbahaya” dan pembuat gaduh, serta dapat mengganggu kenyamanan kelompok-kelompok tertentu.
Rizal Ramli dicopot beberapa saat setelah turun ke jalan berbaur dengan rakyat yang senasib dan sepenanggungan dengan dirinya, yakni melakukan menolakan kenaikan harga BBM dan menuntut serta mendesak pemerintah agar segera menurunkan harga-harga kebutuhan pokok.
Tapi begitulah, Rizal Ramli adalah sosok pejuang yang memang benar-benar lebih peduli dengan kepentingan nasib rakyat dibanding dengan kepentingan keluarga pribadinya sendiri, yakni dengan rela mempertaruhkan jabatannya demi membela dan melindungi rakyat tertindas.
Apa ada tenaga honor, atau mungkin kepala dinas di pemerintahan yang berani ikut berjuang seperti Rizal Ramli yang rela mempertaruhkan jabatannya yang “basah” untuk melawan para mafia demi membela rakyat jelata?
Dan yang keempat, karena dinilai kerap “berteriak” (bukan melalui TOA loh) tentang: rencana pembelian pesawat, mengkritisi JK pada proyek listrik 35 ribu MW, melawan Freeport, memperjuangkan Blok Masela, membela rakyat bawah dengan sengit menolak reklamasi, dan sebagainya, membuat akhirnya Rizal Ramli kembali dicopot.
Dan pencopotan itu lagi-lagi membuktikan bahwa, Rizal Ramli sesungguhnya ketika “berteriak” di luar pemerintahan bukanlah untuk mencari atau memburu jabatan. Sebab, di saat berada di dalam pemerintahan pun Rizal Ramli tetap “berteriak”.
Anehnya, “teriakan” yang dilakukan Rizal Ramli ketika masih di luar pemerintahan disebut “kegaduhan”. Dan pada saat berada di dalam pemerintahan pun “teriakan” Rizal Ramli juga disebut “kegaduhan”.
Tapi begitulah, kita tak perlu aneh apalagi heran dengan situasi negeri ini jika dijalankan pemerintah yang bergaya “bandit” bersama para mafia, maka di mana pun keberadaan sosok pembela hak-hak rakyat tertindas seperti Rizal Ramli tentulah selalu dibenci dan disebut sebagai sosok “kegaduhan”.
Jika pemerintahan “banditisme” bisa bersatu dengan para mafia untuk menyingkirkan orang seperti Rizal Ramli, lalu mengapa rakyat (terutama kalangan bawa) sebagai pemilik kedaulatan di negeri ini tak bisa bersatu dan bergotong-royong “di tikungan” untuk memunculkan Rizal Ramli sebagai sosok pemimpin nasional di bumi Pertiwi ini?
Ahok dan pendukungnya saja bisa percaya diri, lalu mengapa rakyat yang telah dibela oleh Rizal Ramli tidak percaya diri? Apa karena masalah cost-politik? Jika memang masalah cost-politik, maka rakyat bawah seharus segera bersatu dan bergotong-royong demi membebaskan diri dari belenggu pemerintahan “bandit” dan para mafia, bagaimana pun caranya, yang penting jangan menyerah!