SUASANA batin sebagian besar rakyat Indonesia sampai saat ini masih terkoyak sejak mengetahui Rizal Ramli yang selama ini menjadi “telinga dan mulut” rakyat di dalam pemerintahan, tiba-tiba dicopot dari kabinet oleh Jokowi selaku presiden melalui reshuffle Kabinet Jilid 2, Rabu (27/7/2016).
Sebelumnya, isu reshuffle jilid 2 ini memang sudah menggelinding awal tahun 2016 lalu, namun rakyat kalangan bawah percaya bahwa Presiden Jokowi tidak mungkin mencopot menteri yang punya integritas tinggi dan daya keberpihakan rakyat yang sangat besar seperti Rizal Ramli.
Namun sayang sejuta sayang, Rizal Ramli yang dikenal sejak dulu sebagai pejuang pembela hak-hak rakyat kalangan bawah, dan sosok anti-korupsi yang sangat tegas melawan siapa saja yang diniliainya bisa merugikan keuangan negara, juga dikenal sebagai sosok yang senantiasa mengangkat kemulian dan derajat bangsa Indonesia (melawan kesewenang-wenangan asing dan aseng), malah dicopot oleh Jokowi --yang katanya—presiden wong cilik itu.
Alasan Jokowi yang beredar, bahwa Rizal Ramli kerap membuat gaduh atau keributan di dalam kabinet.
Lalu kegaduhan dan keributan macam apa yang dimaksud oleh Jokowi selaku presiden yang mengaku mengusung cita-cita Trisakti bung Karno itu?
Mari kita tengok hubungan antara kegaduhan yang dimaksud oleh Jokowi itu dengan jiwa (cita-cita) yang dikehendaki oleh Trisakti. Apakah memang kegaduhan itu bertentangan dengan Trisakti, atau Jokowi yang malah bertentangan dengan Trisakti (BERDAULAT dalam bidang politik; BERDIKARI dalam bidang ekonomi; dan BERKEPRIBADIAN dalam kebudayaan)?
Dan inilah kegaduhan yang telah dilakukan oleh Rizal Ramli yang menjadi alasan Jokowi menggunakan hak prerogatifnya.
pertama, Rizal Ramli bersuara lantang menolak rencana pembelian pesawat Airbus A350 yang harganya mencapai Rp. 3,3 Triliun hingga Rp. 4,4 Triliun per-unit.
Kedua, Rizal Ramli bersuara meminta proyek listrik 35 ribu megawatt agar hendaknya dikoreksi karena tidak realistis dan dinilai justru kelak hanya bisa membebani anggaran negara.
Ketiga, “mengobrak-abrik” dugaan kasus korupsi di Pelindo II. Keempat, menolak dan melawan “keserakahan” PT. Freeport, serta mengungkap adanya “perang antar-geng” dalam perseteruan antar-mafia minyak dan gas.
Kelima, memperjuangkan kehendak rakyat (khususnya rakyat Maluku) dengan sangat tegas dalam penentuan lokasi pembangunan Kilang Gas Blok Masela secara onshore.