Dan yang sedang ramai dibicarakan saat ini adalah kabar yang menyebut, bahwa ada proyek anak JK yang dinilai telah “merampok” Pertamina.
Yakni, disebutkan PT Bumi Sarana Migas (BSM, Grup perusahaan JK) yang dipimpin oleh Solihin Kalla, anak Jusuf Kalla, telah mendapatkan proyek pembangunan terminal penyimpanan dan re-gasifikasi LNG Bojanegara di Banten senilai US$500 juta (Rp.6,5 Triliun). Pokok-pokok kesepakatan (head of agreement/HoA) pun telah diteken oleh BSM dengan pertamina, 1 April 2015 yang lalu.
Berdasarkan catatan Bisnis, proyek terminal re-gasifikasi LNG Bojanegara tersebut direncanakan berkapasitas 500 juta mmscfd (Million Standard Cubic Feet per Day). Dan Pertamina akan menggunakan fasilitas tersebut selama 20 tahun untuk regasifikasi LNG.
Belakangan, proyek tersebut memunculkan aroma tak sedap. Lalu tercium ke berbagai pihak, seperti sejumlah LSM, aktivis, pengamat serta sejumlah kalangan lainnya.
Tak luput International NGO for Indonesia Development (INFID) juga melihat indikasi adanya penyalahgunaan kewenangan dan nepotisme dalam proyek pembangunan terminal LNG (Liquefied Natural Gas/Gas Alam Cair) di Bojonegara-Banten, Jawa Barat tersebut.
Melalui Khoirun Nikmah selaku Program Manager INFID mengatakan, bahwasanya tidak wajar bila PT Bumi Sarana Migas milik anak Wapres JK, yakni Solihin Kalla mendapat proyek tersebut tanpa melalui proses tender dari PT Pertamina (Persero). Dan menurutnya, hal tersebut telah menabrak dan melanggar Perpres.
“Proyek di atas Rp.5 Miliar berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.4 tahun 2015 harus ada tender. Menurut saya seluruh perusahaan harus diperlakukan sama dan pemerintah termasuk BUMN juga berlaku adil dengan semua perusahaan,” tutur Khoirun, yang juga aktivis alumni Universitas Brawijaya itu kepada Aktual.com, Selasa (12/4)
Dan inilah jawaban dari pihak Pertamina yang terkesan “Abu Nawas”. Yakni, menurut penjelasan Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, persetujuan kerjasama itu hanya berdasarkan feasibility study. “Pertimbangan itu lebih ke arah pengajuan feasibility study dari PT Bumi Sarana Migas,” kata Wianda. Artinya, di mata Pertamina, BSM adalah perusahaan yang sudah memiliki beberapa partner yang dianggap berpengalaman melakukan konstruksi dari terminal LNG.
Mendengar alasan “konyol” dari Pertamina tersebut kemudian mengundang reaksi keras dari sejumlah kalangan.
“Enak jadi anak Wakil Presiden, semua proyek basah gampang diperoleh tanpa lelang (tender), hanya punya feasibility studi Pertamina langsung mau dengan PT Bumi Sarana Migas,” sindir Ucok SkyKhadafi selaku Direktur Center for Budget Analysis (CBA).
Karena sangat sarat unsur kolusi dan nepotisme, CBA pun mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar melakukan audit investigasi atas potensi kerugian yang diderita oleh negara akibat dikelola pihak swasta, karena dia berkeyakinan pihak Pertamina punya kemampuan untuk menangani sendiri proyek itu.