Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Money

Publik Soal Blok Masela: Di Darat Untungkan Rakyat, di Laut Kenyangkan Investor dan Asing

25 Februari 2016   19:11 Diperbarui: 25 Februari 2016   19:29 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


TERKAIT proyek pembangunan Kilang LNG (Liquefied Natural Gas) Blok Masela, Johan Budi selaku Jurubicara Presiden menyatakan, Presiden Jokowi sejauh ini sudah mendengar berbagai masukan, dan sudah memahami argumen-argumen dari berbagai pihak, baik yang berpendapat membangun kilang di laut  (offshore) maupun membangun kilang di darat (onshore).

“Perhatian utama Presiden adalah bagaimana masyarakat Maluku Selatan dan Maluku keseluruhan memperoleh manfaat secara maksimal, dari keberadaan proyek gas Masela tersebut. Tetapi tentu juga memberi manfaat yang maksimal bagi negara,” ujar Johan.

Jika benar apa yang dikemukakan Johan Budi, maka saat ini Presiden Jokowi seharusnya sudah bisa segera menetapkan satu pilihan sebagai keputusan, yakni memilih pembangunan Kilang gas Blok Masela dengan  metode onshore (di atas darat), bukan secara offshore (terapung di tengah laut). Mengapa?

Sebab, publik sudah tahu dalam masalah ini terdapat dua kubu atau pihak menonjol yang saling berlawanan pendapat (onshore atau offshore), yakni pihak Sudirman Said beserta cs versus Rizal Ramli bersama rakyat Maluku.

Publik juga sudah banyak memahami tentang Sudirman Said sebagai Menteri ESDM adalah sosok yang sepertinya beda-beda tipis dengan RJ Lino, yakni sama-sama pejabat “binaan” Wapres Jusuf Kalla.

Sebagai “binaan”, otak dan otot-ototnya seakan sudah “di-setting” untuk hanya bergerak jika dapat mendatangkan keuntungan komersial layaknya pengusaha. Bila settingan sudah mengarah kepada target komersialisasi, maka tak jarang akan mengorbankan nilai-nilai sosial dan budaya: “Tak mau peduli siapapun yang akan menghalang-halangi, yang penting bisnis jalan terus”. Dan inilah tabiat pengusaha yang telah menjadi penguasa.

Begitupun dengan urusan dan penanganan rencana pembangunan kilang LNG Blok Masela, meski Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman yang membawahi kementerian ESDM telah berulang-ulang kali secara tegas mengarahkan agar proyek kilang tersebut dibangun di darat, toh nyatanya Sudirman Said tetap ngotot untuk dilaksanakan di tengah laut.

Dari situ, Sudirman Said dengan jelas terkesan sangat membela pihak investor yang juga sangat ngotot menghendaki pembangunan kilang Blok Masela agar dilakukan di tengah laut, yakni Inpex Corporation dan Royal Dutch Shell. Tahu kan ada apa di dalam benak pengusaha jika sudah ngotot-ngototan kayak gitu....???

Yaa... boleh ditebak “makna” ngotot kedua pihak investor itu, bahwa jika dilakukan di tengah laut maka tentu akan lebih mengenyangkan dan menguntungkan pihak investor tersebut, sebab dapat memiliki “ruang pergerakan” yang sangat leluasa.

Dan sebaliknya, jika dilakukan di darat maka akan sangat menguntungkan rakyat di sekitarnya dan juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan, sebab diyakini pemanfaatan minyak dan gas tersebut bisa memunculkan nilai tambah untuk memberikan multiplier effect bagi rakyat di sekitarnya.

Dari situ, publik pun sangat setuju dengan sikap ngotot Rizal Ramli selaku Menko Kemaritiman yang menghendaki agar pembangunan Kilang Blok Masela tersebut dibangun di darat. Sebab, sikap Rizal Ramli tersebut sangat jelas-jelas lebih memperjuangkan kepentingan rakyat Maluku.

Buktinya, seluruh stakeholder, dan elemen-elemen serta tokoh-tokoh pemuka masyarakat Maluku mendukung penuh Presiden Jokowi agar segera mengambil dan menetapkan keputusan proyek Kilang Blok Masela tersebut dengan metode pelaksanaan pembangunan di darat. Dan sejauh ini, boleh dikata 100 persen masyarakat Maluku sudah bulat menginginkan pengembangan Blok Masela menggunakan metode onshore atau kilang darat.

Kabar terakhir, salah seorang tokoh masyarakat Maluku yang juga anggota DPD-RI, Nono Sampono, telah menyatakan sikap penegasan masyarakat Maluku terkait pembangunan kilang LNG Blok Masela, yakni jika dikaitkan dengan aspek sosial dan ekonomi maka hanya menyetujui pembangunan di darat.

Menurut Nono Sampono yang pernah aktif sebagai perwira tinggi di Angkatan Laut berpangkat Letnan Jenderal Marinir ini, bahwa keputusan masyarakat Maluku yang menghendaki pembangunan kilang di darat itu keluar setelah dilakukan kajian yang mendalam, yang melibatkan para pakar.

“Kami semua bulat, onshore (di darat). (Ini) Berdasarkan Musyawarah Nasional Masyarakat Maluku,” ujar Nono.

Nono mengungkapkan, bahwa kehendak masyarakat Maluku ini telah didukung penuh oleh para gubernur, bupati, dan walikota yang juga jauh-jauh hari menginginkan pembangunan kilang tersebut dengan metode onshore (di darat).

“Bahkan Ketua MPR kan mendukung kita. Beliau bilang, dengarkan apa kehendak masyarakat Maluku,” ujar Nono, Rabu (24/2/2016).

Sehingganya, mantan Komandan Korps Marinir inipun meminta masyarakat agar tidak terkecoh hitung-hitungan angka yang disodorkan oleh Inpex dan Shell, yang mengatakan pembangunan di darat memakan biaya lebih besar dibanding pembangunan di laut (offshore).

Pembengkakan dana yang disampaikan Inpex dan Shell sudah dibantah keras oleh Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, dengan menyodorkan angka tandingan. “Ternyata hitungan Menko Maritim justru lebih berani. Terjadi manipulasi data (dilakukan Inpex-Shell). Makanya kami tetap mendukung onshore,” tegas Nono yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Basarnas ini.

Olehnya itu, jika benar-benar ingin mendengar dan mengikuti suara serta kehendak rakyat, maka Presiden Jokowi tidak sepantasnya memaksakan keinginan pihak-pihak yang menghendaki pembangunan kilang dengan metode floating-offshore (terapung di tengah laut). Sebab, suara rakyat Maluku total menghendaki di darat.

(Ilustrasi/desain-repro: Abdul Muis Syam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun