Dan sebagai ilustrasi, andai saja memang ada negara luar yang memproduksi dan menjual “Presiden” yang punya spesifikasi, kualitas, keahlian dan kemampuan yang tinggi, dalam arti mampu mewujudkan janji-janjinya kepada rakyat di negeri ini, maka meski mahal dan harus berutang banyak, Menteri Rini sebaiknya sesegera mungkin membeli “Presiden” seperti itu. Dan mengenai gaji, komisi atau fee super-gede yang akan diterima oleh Menteri Rini dari hasil “pembelian” Presiden seperti itu bisa dipastikan akan disediakan oleh rakyat sendiri secara sukarela.
Sebaliknya, dalam kondisi ekonomi rakyat yang masih sangat serba sulit seperti ini, maka Menteri Rini jangan bermimpi bisa mendapat dukungan dari rakyat untuk menambah (membeli) pesawat Airbus.
Ketahuilah, bahwa sampai pada hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-70 tahun (pada hari ini), rakyat kita sesungguhnya belum merdeka.
Rakyat kita sampai saat ini masih dibelenggu dan dipasung oleh utang luar negeri yang seenaknya dilakukan oleh Pemerintah dengan dalih untuk pembangunan dan pengembangan tetapi sesungguhnya adalah untuk memperkaya diri dan kelompoknya sendiri.
Dan silakan membayangkan, berapa fee (komisi) yang harus diterima oleh seorang menteri seperti Rini Soemarno beserta “para pembelanya” jika berhasil membeli pesawat ratusan triliun dari hasil mengutang itu? Apakah model seperti ini yang bisa disebut memerdekakan Indonesia???
-------
"Bangkit.. bangkit... bangkitlah Wahai Rakyat Indonesia: Lawan Segala Bentuk Penjajahan dan Perbudakan, termasuk Lawan semua Pejabat yang Bermental Penjajah. Mari Rebut Kemerdekaan Kita!!! Dirgahayu Proklamasi Indonesia yang ke-70 Tahun."
SALAM PERUBAHAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H