Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asing Sudah Kuasai Sektor-sektor Strategis Indonesia

12 Agustus 2013   11:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:25 2190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, pengerukan salah satu kekayaan tambang Indonesia

[caption id="" align="alignnone" width="550" caption="Ilustrasi, "][/caption] SUNGGUH memprihatinkan, ternyata mulai dari sektor pangan, air minum, energi, kesehatan, pendidikan, hingga perbankan dan keuangan dikuasai oleh asing. Regulasi yang mestinya berazaskan Pancasila dan UUD 1945 menjelma menjadi kebijakan yang dikendalikan oleh asing.

Dalam dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia telah menandatangani sedikitnya 11 nota kesepahaman (MoU) dengan negara lain terkait investasi dan perdagangan. MoU itu antara lain dengan China, Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.

Padahal, komitmen dengan negara-negara maju itu sesungguhnya justru merugikan Indonesia, bahkan hingga ke tingkat dasar, soal konstitusi. Kebijakan yang mestinya berazaskan Pancasila dan UUD 1945 telah berubah menjadi kebijakan yang dikendalikan oleh asing.

“Paling konkret, bisa kita lihat pada perubahan dalam UU Penanaman Modal,” kata Riza Damanik dari Indonesia for Global Justice (IGJ) dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (7/7/2013) lalu.

Disebutkannya, sejak UU Penanaman Modal disahkan lalu ditindaklanjuti dengan Perpres No. 36 Tahun 2010, usaha benih tanaman pangan dikuasai pihak asing hingga 95 persen. Budidaya tanaman pangan dan sektor perkebunan pun dikuasai asing dengan porsi sebesar itu. Pada sektor khusus, 70 persen hasil perkebunan sawit dilarikan ke Uni Eropa. Sedangkan petani dan masyarakat lokal setempat hanya mendapat bagian yang disebut konflik.

Beralih ke sektor lain, 95 persen air minum juga dikuasai asing. Infrastruktur jalan tol pun 95 persen milik asing. Sektor industri farmasi dikuasai asing sebesar 75 persen dan industri asuransi 80 persen. Ada pula yang hampir seluruhnya atau 99 persen dikuasai asing, yakni sektor keuangan dan perbankan serta sektor perikanan dan kelautan. Sungguh menyedihkan, Indonesia yang terkenal dengan negara agraris dan bahari itu malah dinikmati oleh negara luar.

Pada sektor kesehatan, pelayanan rumah sakit dan klinik spesialis sudah dikuasai asing hingga 67 persen. “Jadi, kalau hari ini ada subsisi atau insentif dari negara kepada orang miskin untuk berobat, maka sesungguhnya uang itu bukan jatuh ke orang miskin, tapi masuk ke perusahaan asing yang bergerak di sektor farmasi,” katanya.

Sejatinya, segala sektor dari hulu ke hilir sudah dikuasai asing. Bukan hanya di darat, tapi juga di lautan. “Selama pemerintahan SBY ini terjadi liberalisasi di seluruh sektor strategis. Semua itu disengaja sebagai komitmen sepihak antara pemerintahan SBY dengan negara asing,” katanya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ekonom Senior DR. Rizal Ramli menguraikan, bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang amat berlimpah, tapi rakyatnya terpuruk. Indonesia harus mengembalikan pembangunan ekonomi ke tengah. Pancasila dan Undang Undang 1945 telah menetapkan garis ekonomi secara jelas, bukan komunisme bukan kapitalisme.

“Namun rezim SBY yang berkuasa telah menarik kebijakan ekonomi terlalu ke kapitalis, neoliberalisme, ke kanan, sehingga menumbuhkan kapitalisme tanpa batas. Akibatnya, kesejahteraan semakin timpang dan kehidupan sebagian besar rakyat justru makin terpuruk,” katanya.

Disebutkannya, bahwa sistem ekonomi neolib era SBY yang menyerahkan segala sesuatunya pada mekanisme pasar, benar-benar telah menjauhkan Indonesia dari ekonomi konstitusi. “Bukan cuma ekonomi menjadi sangat liberal, tapi pendidikan dan kesehatan pun menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau sebagian besar rakyat. Ini harus segera diubah,” ujar Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun