[caption id="" align="alignnone" width="450" caption="Acara Peluncuran Konvensi Rakyat Capres 2014 (Sumber: rmol.co)"][/caption] RAKYAT adalah merupakan unsur terpenting negara, karena rakyatlah yang pertama kali berkehendak melahirkan serta membentuk Negara. Dan ketika negara telah lahir, berdiri dan berjalan, maka rakyat pula yang menjaga dan menegakkannya. Sehingga tak salah jika pada Bab III tentang KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA, pasal 6A ayat 1 UUD 1945, berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat” Dari sini, mari kita sadari dan cermati ayat tersebut. Bahwa begitu sangat jelas menegaskan tentang kekuasaan negara itu sesungguhnya terletak di tangan rakyat. Bukan di tangan partai politik (parpol)!!! Sebab lazimnya, parpol hanyalah “kendaraan” yang digunakan untuk MENGHANTARKAN KEINGINAN RAKYAT HINGGA KE TUJUAN. Sehingganya, parpol tak elok menyelenggarakan Konvensi Calon Presiden (Capres). Menurut saya, jika parpol tetap merasa diri sebagai pihak yang lebih berhak memunculkan capres dengan melakukan (SISTEM) konvensi ataupun penunjukkan langsung secara internal parpol, maka di situlah sesungguhnya kesalahan awal kita yang fatal dalam bernegara. Dan kondisi ini kemudian diperparah lagi dengan geliat sejumlah lembaga survei yang memunculkan berbagai hasil survei yang berbeda-beda, seakan menurut selera sendiri-sendiri, mungkin dari “pihak pemesannya”. Sebab, hasilnya menampilkan jagoan masing-masing, entah mana yang benar. Orang Makassar, Mamuju, Kendari, dan Palu bilang: “Baku tindis-ki hasilnya, tidak tau mana-mi yang benar belaa..?!?” Manado dan Gorontalo bilang: ”Depe hasil (hasilnya) baku tindis, so nin-tau tu mana ley yang benar..?!?” Perlu digaris-bawahi, bahwa selama Pemilu, rakyat kita TIDAKLAH pernah salah memilih. Jika kemudian yang berhasil menjadi “pemenang” ternyata tidak becus menunaikan tugasnya, maka jangan katakan rakyat yang salah memilih. Sebab ingat, dari awal rakyat hanya DISUGUHKAN pilihan yang TELAH ditentukan oleh parpol, baik itu melalui konvensi ataupun dengan penunjukan langsung secara internal parpol. Satu-satunya kesalahan rakyat kita dalam hal ini adalah kerap menonjolkan “kelompok”, ras serta kesukuan masing-masing (yang penonjolan ini juga seakan menjadi “sistem” yang dianut oleh rakyat kita selama ini). Padahal PERUBAHAN begitu sangat.. dan sangatlah dekat dapat segera diraih oleh rakyat, yakni ketika rakyat mampu mengimplementasi kesadaran dalam menjatuhkan pilihannya itu adalah semata untuk kepentingan bersama sebagai rakyat Indonesia, bukan kepentingan sebagai individu atau kelompok maupun parpol tertentu. Sehingganya, kita harus segera merubah sistem itu (sistem yang diterapkan oleh parpol, dan sistem yang dianut oleh rakyat) !!! Sebab sudah sangat tidak sinkron secara keseluruhan dengan keinginan rakyat dan kehendak kemajuan negara kita saat ini. Saya bisa menyebutnya sistem itu adalah “sistem jahiliah (kebodohan)” yang jika dipertahankan dan tetap dilaksanakan, maka sampai kapan pun kesewenang-wenangan tetap berlangsung, yang kemudian hanya memuluskan terjadinya pembentukan DINASTI dari Pemilu ke Pemilu oleh parpol tertentu. Jika rakyat betul-betul mau mewujudkan PERUBAHAN sebagaimana yang didambakan selama ini, maka “sistem jahiliah” yang saya maksud di atas tersebut harus benar-benar segera kita tinggalkan dan kita lenyapkan. Sebab sekali lagi, kapasitas dan keberadaan parpol dalam ruang lingkup pemilihan presiden (pilpres) adalah hanya sebagai “KENDARAAN” yang berfungsi MENGHANTARKAN KEHENDAK (HAK KEDAULATAN) RAKYAT HINGGA KE TUJUAN YANG DIINGINKAN RAKYAT. Jika demikian, maka parpol tak pantas merebut HAK RAKYAT tersebut dengan melakukan Konvensi Capres secara internal parpol. Sebab, menurut pemikiran saya, Konvensi Capres Parpol itu sesungguhnya adalah sebuah upaya “kreativitas“ dari “pemilik” parpol dalam memodifikasi ataupun “meng-update” selera politiknya agar dapat meraih kekuasaan dari tangan rakyat untuk kepentingan besar kelompoknya (parpolnya) saja. Sehingga yang dihasilkan dari Konvensi Capres Parpol ini adalah rekayasa. Dalam dunia pertandingan sepakbola, ini hanya patut disebut divisi II, bukan divisi utama yang menjadi pilihan dan keutamaan rakyat. Ini pengertian halusnya. Sedangkan pengertian kasarnya: bahwa Konvensi Capres Parpol itu boleh dikata adalah hanya sebagai “akal-akalan” dari “para pemilik” parpol demi meraih atau mempertahan kekuasaan politik (atau dinasti pemerintahan) saja. Jika tak mau disebut “akal-akalan”, maka segera lakukan perubahan atau amandemen kembali UUD 1945 terutama pasal 6A ayat 2, menjadi (misalnya): “Sebelum pelaksanaan pemilihan umum, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum adalah merupakan hasil Konvensi calon Presiden dan Wakil Presiden yang murni berasal dari rakyat, atau non-partai politik yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi, Rohaniawan, Akademisi, Budayawan, Tokoh Pengusaha, dan Tokoh Buruh” Jika kurang-lebih seperti tersebut di atas yang menjadi bunyi pasal 6A ayat 2 itu, maka rakyat akan benar-benar ibarat disuguhkan sebuah “kompetisi DIVISI UTAMA” yang sangat ketat bersaing namun sportif, --yang pada akhirnya ini diyakini akan memunculkan “pemenang” yang benar-benar bermutu tinggi, yakni pemimpin yang memiliki denyut jantung, hati dan pikiran lebih besar kepada kepentingan rakyat. Sebab parpol dalam hal ini hanyalah berfungsi sebagai pengusung atau penghantar. Ibarat pertandingan sepakbola, parpol adalah nama klub kesebelasannya saja. Namun pemikiran yang saya kemukakan di atas ternyata sebentar lagi akan diselenggarakan oleh sejumlah tokoh yang berasal dari kalangan rohaniawan, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, dan budayawan yang peduli dan prihatin terhadap nasib bangsa di masa depan. Yakni dengan menggelar KONVENSI RAKYAT untuk mencari calon presiden yang pantas dan mampu memimpin Indonesia sesuai selera rakyat, bukan selera parpol. Pembukaan atau Peluncuran Penyelenggaraan Konvensi Rakyat Capres-RI 2014 tersebut pun telah digelar bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan, Minggu siang tadi (10 Nopember 2013), di Gedung Joang 45, Jakarta. “Konvensi Rakyat diharapkan bisa melahirkan pemimpin sejati yang benar-benar mengerti apsirasi rakyat, serta bisa membawa negara ini menuju negara sejahtera,” ujar Ketua Komite Konvensi Rakyat KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) dalam sebuah press-release. Selain Gus Solah, tokoh lain yang ikut berkiprah dalam Konvensi Rakyat adalah Adnan Buyung Nasution, Natan Setiabudi, Jaya Suprana, Frans Magnis-Suseno, Ichlasul Amal, Aristides Katoppo, serta jurnalis senior Rommy Fibri yang ditunjuk selaku Sekretaris Komite Konvensi Rakyat. Kekayaan alam Indonesia yang begitu berlimpah, menurut Gus Solah, tak bisa dinikmati rakyat karena dihisap kekuatan asing. Pihak asing tak hanya menekan dan mengendalikan pemerintah melalui ketergantungan utang luar negeri, melainkan juga menyusupkan mental-mental korupsi pada anak bangsa. Sudah saatnya Indonesia menggeliat melawan ketertindasan, neokolonialisme, dan neoliberalisme. “Menyadari pentingnya pergantian kepemimpinan nasional pada momentum Pemilu Presiden 2014, maka masyarakat merindukan munculnya tokoh-tokoh bangsa berkualitas yang patut dijadikan perspektif baru sebagai calon presiden 2014,” tutur Gus Solah dalam acara peluncuran Konvensi Rakyat Capres RI 2014, Minggu siang (10 Nopember 2013). Seperti dilansir kompas.com. Dikatakannya, Konvensi Rakyat ini terbuka untuk seluruh WNI. Peserta bisa mengajukan diri sendiri atau diajukan partai politik atau komunitas atau organisasi kemasyarakatan. Peserta juga wajib mengikuti tahapan konvensi yang terdiri atas seleksi administratif dan debat publik. Komite menentukan tahapan seleksi berlangsung pada 10 November-10 Desember 2013. Pada tahap ini tidak ada batasan mengenai jumlah pendaftar. Selanjutnya, Komite Konvensi akan memilih enam peserta yang lolos seleksi akhir untuk mengikuti debat publik yang digelar 15 Desember 2013 hingga 31 Januari 2014. Debat Publik akan diselenggarakan sebanyak enam kali di lokasi yang berbeda, yaitu di Medan, Balik Papan, Surabaya, Makassar, Bandung dan Jakarta. Gus Solah mengungkapkan, peserta Konvensi Rakyat yang dinyatakan berada di peringkat teratas akan diumumkan dan dinegosiasikan dengan partai politik untuk mendapatkan dukungan suara sesuai persyaratan pencalonan presiden. Tentu saja, menurut saya, jika dibandingkan dengan Konvensi Capres PARPOL, maka Konvensi Capres RAKYAT inilah yang diyakini akan lebih dapat menghasilkan calon-calon pemimpin terbaik bangsa. Sebab, mekanisme sangat sehat. Sehingga hasil Konvensi Rakyat yang akan disodorkan secara “moral” (bukan secara politik semata) kepada seluruh parpol itu pun tentunya akan sehat pula. Persoalan mau atau tidaknya parpol menerima hasil Konvensi Rakyat itu tentulah menjadi hak masing-masing parpol: “Mau mengusung Capres (hasil Konvensi Rakyat itu), atau mau TETAP MEMASUNG DEMOKRASI di negeri ini...??!!??” Dan menurut saya, langkah sejumlah tokoh rakyat dalam melakukan Konvensi Capres Rakyat ini sangatlah patut dan pantas didukung. Sebab, konvensi ini benar-benar akan menghasilkan “pemain” Divisi Utama (terbaik dan bermutu). Dan hanya parpol utama (terbaik) yang akan menampung para pemain Divisi Utama dari hasil Konvensi Capres Rakyat tersebut. Pun, hanya cara seperti inilah parpol dapat disebut akan berhasil melahirkan pemimpin utama untuk keutamaan seluruh rakyat. Semoga!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H