Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Nyali” PDIP dan Jokowi Ciut, Makanya Lebih Memilih “Janda Kaya”?

31 Mei 2014   06:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:54 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BUKA mata... buka hati..., mari melihat dan menilai secara jujur: mengapa Jokowi (PDIP) lebih memilih Jusuf Kalla, mantan pendamping (Wapres) SBY itu, untuk kembali dijadikan sebagai Cawapres pada Pilpres 2014 ini?

Jawabannya, sangat bisa diduga adalah karena PDIP sudah merasa yakin, bahwa peluang untuk menang sangat tipis jika Jokowi tidak ditopang dengan dana “super-jumbo”. Dan ini berarti nyali PDIP “ciut”, alias tidak percaya diri. Mengapa?

Pertama adalah, karena “gelombang” populeritas Jokowi pra-pileg yang digenjot secara berlebih-lebihan di banyak media, ternyata tak mampu membawa PDIP meraih suara untuk kecukupan pemenuhan Presidential-Threshold. Artinya, bagai masakan, efek Jokowi cuma berasa “hambar”, dan bahkan terasa sedikit pahit.

Andai saja rakyat menilai Jokowi itu hebat dan cocok menjadi Presiden, maka tentulah capaian suara pileg PDIP 2014 kemarin bisa terpenuhi dengan mudah seperti yang ditargetkannya, yakni 27,02 persen atau 152 kursi di DPR.

Namun sekali lagi, efek Jokowi nyatanya tak mampu memenuhi target tersebut. Padahal boleh jadi dana untuk menggenjot popularitas Jokowi tentulah tak sedikit jumlahnya.

Sehingga itu, dari kabar selentingan menyebutkan, bahwa akibat dari target yang tak terpenuhi itulah, membuat kubu PDIP sempat mengalami guncangan yang cukup hebat. Bahkan ada sejumlah elit PDIP yang menolak agar Jokowi tidak dipaksakan untuk maju pada Pilpres 2014.

Kabar ini pun diperkuat dengan munculnya isu tentang Puan Maharani yang dikabarkan sempat mengusir Jokowi ketika berkunjung ke kediaman Megawati Soekarnoputri beberapa saat sesudah Pileg digelar, pada 9 April 2014 lalu terkait ketidakpuasan terhadap perolehan suara pada Pileg tersebut.

Jika kabar itu benar, lalu mengapa Jokowi masih tetap dicapreskan?

Begini. Semua itu bisa diredam adalah boleh jadi juga berkat pressure dari para cukong politik. Siapa-siapa cukong yang punya kepentingan besar untuk dalam mendanai pencapresan Jokowi? Disebutkan termasuk salah satunya adalah Jusuf Kalla (JK) sendiri (Sumber: Daftar Cukong Jokowi)

Gilanya lagi, di belakang JK bahkan juga dikabarkan terdapat cukong yang secara khusus akan menyiapkan dana demi meloloskan JK menjadi Cawapres berpasangan Jokowi. Dan tentang dugaan adanya cukong atau bandar politik di balik ambisi JK untuk kembali jadi Wapres juga sudah pernah saya munculkan dalam sebuah artikel di Kompasiana pada Oktober 2013 lalu(Baca: Bandar Politik Rp.2 Triliun)

Sehingga itulah semuanya kiranya yang membuat PDIP dan Jokowi jadi “ngiler” untuk hanya meminang “si Janda Kaya itu”. Sekaligus hal itu pula yang bisa kembali membangkitkan “nyali” PDIP untuk percaya diri memajukan Jokowi-JK pada Pilpres 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun