Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tolong JK Janganlah "Bermimpi Menjadi” B.J. Habibie atau Arung Palakka!

28 Oktober 2014   08:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:28 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara pribadi saya memandang, tak salah apabila JK memiliki “sifat” seperti itu. Sebab di mana-mana hanya orang yang lebih banyak menyertakan “modal” dalam sebuah “perusahaan” yang disebut “pemilik” perusahaan. Tetapi sungguh, hal ini sama sekali tak bisa berlaku dalam dunia politik, apalagi dalam sistem pemerintahan bernegara. Sebab pemilik perusahaan (kekuasaan) sesungguhnya adalah rakyat.

Status JK yang pernah menjabat wapres pada tahun 2004, lalu berlaga untuk meraih posisi yang lebih tinggi sebagai capres pada Pilpres 2009, kemudian kembali turun menjadi wapres pada Pilpres 2014, adalah menunjukkan betapa JK memang adalah sosok ambisius yang tak pernah merasa cukup dengan kekuasaan dan kepuasaan.

Suatu hal yang sangat mustahil apabila Indonesia yang amat luas ini jika dikatakan hanya ada seorang JK yang dianggap satu-satunya yang paling layak menduduki posisi wapres untuk kedua kalinya. Padahal, kita punya sangat banyak stock SDM yang lebih berkualitas dan berintegritas tinggi.

Sehingga itu, saya lebih melihat, bahwa JK sebetulnya adalah sosok yang sangat bernafsu untuk mendapatkan posisi paling wahid di negeri ini. Dan untuk mendapatkan posisi tersebut, ia memainkan dan memadukan dua karakter, yakni sebagai politisi dan sebagai seorang pengusaha. Dan dalam prakteknya, dua karakter ini saling memanfaatkan, yakni bertindak sebagai seorang politisi demi kepentingan usaha atau bisnisnya, dan bertindak sebagai seorang penguasaha demi memperkuat posisinya dalam dunia politik.

Terus terang saya sangat ngeri dan kuatir melihat seseorang yang melakukan perpaduan dua karakter seperti itu. Sebab, sangat besar berpeluang baginya untuk bertindak semena-mena di negara yang masih banyak dihuni orang-orang miskin.

Kekuatiran saya berikutnya adalah sangat mencium adanya kemungkinan yang bisa dilakukan oleh seorang wapres seperti JK bisa saja memunculkan sebuah kebijakan inkonstitusi yang seolah-olah itu adalah imperatif dan kehendak dari presiden, padahal itu sangat membahayakan posisi presiden, sebab ujung-ujungnya rakyat bisa saja mendesak dan memaksa agar presiden segera turun dari jabatannya. Dan apabila benar-benar seorang presiden telah dilengserkan akibat momen tersebut, maka dengan sendirinya wapres-lah yang kemudian tampil naik sebagai presiden. Dan saya sarankan agar tolong jangan sampai JK berniat menempuh cara-cara seperti itu.

Di Indonesia, pernah seorang wapres, yakni B.J. Habibie harus menjadi presiden karena rakyat telah berhasil menggulingkan Presiden Soeharto. Namun kemunculan dan tampilnya B.J. Habibie sebagai presiden kala itu adalah bukan karena “disengaja” oleh seorang B.J Habibie. Artinya, lengsernya Soeharto ketika itu bukanlah karena “taktik atau campur-tangan” dari seorang B.J. Habibie.

Di Indonesia juga pernah mencatat sejarah, VOC dibawa komando Speelman berhasil menaklukkan Raja Gowa dari Sulawesi Selatan Sultan Hasanuddin (Pahlawan Nasional) adalah berkat “kerjasama” dari Raja Bone Arung Palakka. Meski Arung Palakka dinilai harus terpaksa melakukan “kerjasama” ketika itu dengan VOC adalah didasari oleh masalah pribadi dengan Sultan Hasanuddin.

Dalam konteks ini, tidak menutup kemungkinan “dua sejarah” tersebut di atas bisa saja terjadi dan terulang kembali dengan versi dan motif yang berbeda, atau jangan sampai hal ini menjadi inspirasi dan obsesi lalu diadopsi serta diramu untuk dilakoni oleh para “pemburu” kekuasaan.

Kekuatiran saya tidaklah berlebihan, sebab bukankah JK sendiri yang pernah melontarkan sebuah adagium bahwa dalam dunia politik tidak ada teman atau lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.

Dan juga bukankah JK sendiri yang sempat melontarkan statement pedis yang diarahkan kepada Jokowi: “Tapi jangan tiba-tiba karena dia terkenal di Jakarta tiba-tiba dicalonkan presiden. Bisa hancur negeri ini, bisa masalah negeri ini.” Sungguh sangat kasihan jika hal ini benar-benar terjadi. Tapi semoga saja Tuhan tidak mengabulkan "doa" (pernyataan) dari JK tersebut!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun