George Aditjondro lebih gamblang menulis beberapa anggota keluarga besar SBY yang dibantu oleh kroni-kroni mereka menguasai bisnis impor-ekspor minyak mentah. Jika dulu Riza (MRC) membayar premi kepada keluarga Cendana, maka di era SBY, ia membayar komisi ke kelompok Cikeas sebesar 50 sen dollar per barrel. Ini artinya jika ekspor kita 900 ribu barrel perhari, maka yang masuk ke keluarga SBY diperkirakan mencapai USD 450.000 perhari ditambah bonus boleh mengekspor minyak mentah sebesar 150 barrel setiap hari.
Keberadaan sindikat Cikeas ini mendorong Karen Setiawan (Dirut Pertamina) mengancam untuk meletakkan jabatan karena tidak tahan menghadapi tekanan Cikeas. (George Junus Aditjondro dalam bukunya “Cikeas Makin Menggurita” halaman 67-68).
Sekilas Tentang Riza “Gasoline God Father”
Riza (MRC) yang disebut-sebuat sebagai bos Mafia Migas itu diduga sudah menguasai Petral selama puluhan tahun. Di samping Riza, dulu Tommy Suharto juga santer disebut-sebut sebagai salah satu mafia migas. Perusahaan Tommy diduga melakukan mark-up atau titip US$ 1-3/barel.
Rakyat Indonesia tentu sudah tahu siapa Tomy Suharto. Tetapi bagaimana dan siapakah Muhammad Riza Chalid? Mari kita perkenalkan kiprahnya sebagai mafia migas kepada seluruh rakyat di tanah air!
Muhammad Riza Chalid adalah WNI keturunan Arab yang dulu dikenal dekat dengan Cendana (rumah keluarga Suharto). Riza, pria berusia 53 tahun ini disebut-sebut sebagai ‘penguasa abadi’ dalam bisnis impor minyak RI. Dulu diadikenal akrab dengan Suharto. Kemudian merapat dengan SBY. Sekarang tentu saja ia optimis dengan Jokowi.
Konon, Riza adalah sosok yang rendah hati. Tapi semua pejabat di lingkungan Pertamina, termasuk Dirut Pertamina seakan gemetar dan tunduk jika ketemu dan berhadapan dengannya. Pengaruh Riza bahkan mampu membuat pejabat Pertamina sekelas dirut bisa terpental dari jabatannya.
Itu sempat dialami Dirut Pertamina, Ari Soemarno, yang dicopot dari jabatannya lantaran hendak memindahkan Petral dari Singapura ke Batam. Tapi Riza ngotot mati-matian tidak setuju. Ari Soemarno pun dipecat.
Padahal, jika Petral ditempatkan di Batam-Indonesia, pemerintah dan masyarakat luas tentu bisa lebih mudah mengawasi kegiatan dan operasional Petral. Dan Riza tentu sangat tidak menghendaki hal itu terjadi karena sudah pasti akan menganggu kenyamanan para Mafia Migas yang sudah puluhan tahun menikmati licinnya dan manisnya bisnis minyak.
Kehebatan Riza sebagai “God Father” bisnis impor minyak Indonesia sudah diakui sangat “perkasa” oleh para perusahaan minyak dan broker minyak internasional. Di Singapura saja, Riza diberi gelar sebagai ‘Gasoline God Father’.
Lebih separuh impor minyak RI dikuasai Riza, tetapi presiden pun tak berani melawannya (tentu ada opo-oponya). Meski beberapa waktu lalu perusahaan milik Riza, GER pernah diusut karena adanya temuan penyimpangan laporan penawaran minyak impor ke Pertamina, tetapi proses pengusutan kasus tersebut hilang tak berbekas (kasus ditutup) dan para penyidiknya pun diam membisu.
Global Energy Resources (GER) milik Riza punya 5 anak perusahan, yakni Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium yang berbasis di Spore, dan terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak.