Tantangan Menjadi Pelaut di Indonesia dan Solusinya
Sudah bukan rahasia lagi, menjadi pelaut di Indonesia, adalah siap siap menjadi crew/karyawan dengan perlindungan minim. Harus kuat sekuat kuatnya. Siap sendirian, kurang perlindungan. Berbeda dengan pelaut pelaut dari berbagai negara maju dunia.
Anyway, berdasar pengalaman dan pengamatan, berikut saya rangkum tantangan serius ketika memilih untuk menjadi pelaut di Indonesia.
1. Lowongan Kerja di Dalam Negeri Tidak Memadai
Jumlah kapal di dalam negeri tidak cukup memadai. Maksud saya, kapal dengan manajemen yang sesuai dengan aturan SOLAS. Tidak usah jauh jauh jika ingin menilai memadai tidaknya, cukup amati perusahaan kapal milik negara, PELNI.Â
Kapal yang seharusnya menjadi patokan penerapan SOLAS di dalam negeri tersebut, dapat dikatakan jauh dari harapan. Ketika negara belum mampu menyediakan standar berlayar paling minim sesuai regulasi SOLAS, maka jangan berharap kapal kapal lain yang berlayar di Indonesia akan bisa lebih baik.
SOLAS adalah Safety of Life at Sea. Di dalamnya mengatur, standar paling minim agar kehidupan di laut, di atas kapal atau sejenisnya memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi manusia yang menempatinya.
2. Kewajiban Sertifikasi Belum Didukung Sistem Yang Mumpuni
Selain nomor satu di atas. Kemudian mari ke manusianya. Pelautnya sendiri. Bukan hendak menyalahkan siapa siapa, tetapi di institusi penyelenggara pelatihan mana saja di negara kita tercinta, Indonesia, masih ditemukan praktek 'tidak profesional' dalam pelaksanaan sertifikasi dan pelatihan. Sehingga, seringkali, lulusan lulusan sertifikasi kepelautan di Indonesia jauh dari harapan dan standar yang diatur dalam STCW.
STCW singkatan dari Standards of Training Certification & Watchkeeping. Di dalamnya mengatur, keahlian dan kemampuan apa saja yang harus dimiliki oleh seseorang yang memegang jabatan dan posisi tertentu di atas kapal.
3. Sebagai Negara Kelautan, Kita Tidak Memiliki Banyak Kapal
Coba sebutkan kapal apa saja yang dimiliki Indonesia selain PELNI dan Kapal Militer. Atau coba sebutkan Ship Yard di Indonesia. Benar. TIDAK ADA. Sengaja tidak saya sebutkan shipyard kecil di Batam. Maaf, tetapi belum bisa kita banggakan. PELNI dan kapal kapal militer Indonesia pun adalah kapal kapal buatan negara lain yang bahkan lautnya hanya berupa teluk kecil.
4. Hak Asasi dan Kesejahteraan Pelaut di Indonesia Seringkali Diabaikan
Sering mendengar, pelaut pelaut Indonesia yang terlantar di luar negeri? Terutama di negara negara mongol, seperti cina dan taiwan. Atau bahkan sering terdengar pelaut pelaut kita yang bekerja ke kapal luar terjebak dalam perbudakan sampai hilang nyawa.Â
Atau di dalam negeri sendiri, setiap bulan, kecelakaan kapal kerap terjadi. Bukan hanya karena abai terhadap SOLAS, juga karena kembali ke point 2, tidak banyak pelaut yang berlayar benar benar memahami apa itu SOLAS. Pelaksana training dan sertifikasi di banyak institusi kita di Indonesia belum maksimal. Sad to say but it's the truth.
5. Tidak Ada Tindak Tegas Terhadap Perusahaan Atau Agency Nakal
Mengapa kasus nomor 4 seringkali terjadi? Benar. Belum ada filter dan tindak tegas terhadap agency agency atau perusahaan nakal di Indonesia.
Solusi Menjadikan Setiap Pelaut Indonesia Terpenuhi Kesejahteraannya
- Perbaiki Sistem
- Perbaiki Manusia-nya, Pastikan Sistem Berjalan Sesuai Dengan Visi Misi
- Tindak Tegas dan Hukuman Berat Bagi Yang Melanggar
Sebenarnya 3 solusi ini cukup mudah dilaksanakan, karena secara Internasional dan hukum penyesuaian secara nasional sudah terbentuk, seharusnya sudah tidak sulit untuk melaksanakannya. Kuncinya ada pada kualitas manusia yang menerapkannya.
Profil Penulis:
Saya Amsulistiani, ETO Trainee Kapal Pesiar AIDA.
Referensi https://amsulistiani.com/courses/
fb & ig: Amsulistiani
Jayalah Pelaut Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H