Mohon tunggu...
Amstrong Sembiring
Amstrong Sembiring Mohon Tunggu... -

Singkat-Nya menulis adalah hanya sekedar merupakan "memuntahkan" Hobi lama...sehari-hari pekerjaan sebagai praktisi hukum, Anda dapat mengunjungi - - - http://www.facebook.com/pages/Kantor-Hukum-Amstrong-Sembiring-SH-MH/249285005667

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Trade, Selamatkan Anak-anak dari Perdagangan Manusia

2 Juni 2010   23:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:47 1917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_156932" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu adegan dalam film Trade/Admin (tradethemovie.com)"][/caption] Film Trade yang diangkat dari cerita sampul New York Times bertajuk The Girl Next Door gamblang menyingkap perdagangan manusia yang menggurita. Tidak mudah menembus apalagi membongkar rantai yang sudah sedemikian kuat. ((sumber : www.tabloidbintang.com, Thursday, 25 March 2010 10). ”Trade” bukan sekadar film. Cerita di dalam film yang disutradarai Marco Kreuzpaintner ini adalah sepotong dari lembar raksasa gambaran dunia hitam bisnis kriminal perbudakan seks zaman ini. Trade memperlihatkan, tak pernah ada istilah ”fair trade” bagi perempuan dan anak-anak korban perdagangan orang. Film yang diadopsi dari laporan Peter Landesman, ”The Girl Next Door”, yang menjadi cerita sampul The New York Time Magazine, pada 24 Januari 2004 itu memotret dinamika global perdagangan seks antar negara. Fokusnya pada mata rantai pemasok, jalur ”pengiriman”, serta posisi Amerika Serikat dalam bisnis kriminal ini. (sumber : cetak.kompas.com, Minggu, 28 Maret 2010). Mengguritanya perdagangan manusia hampir ada disetiap negara, di negeri ini pun juga tak jauh berbeda, banyak anak-anak “masih kecil” menjadi korban kejahatan perdagangan manusia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. Di Eropa misalnya, dari berapa sumber media setempat di Serbia, disebutkan, banyak negara sekarang tidak lagi menjadi negara transit, sementara atau permanen tujuan, tetapi sebuah negara internal perdagangan. Oleh karena itu, perlunya untuk memerangi kejahatan lintas-perbatasan dan operasi kriminal-intelijen dan koordinator untuk memerangi perdagangan manusia, ” bahwa tren negatif ini sangat mengkhawatirkan, seharusnya menjadi suatu peringatan”. Dalam kasus ini, umumnya anak selalu menjadi korban kejahatan perdagangan manusia. Disebabkan anak adalah orang-orang tanpa pengalaman hidup dan informasi yang cukup merupakan kategori masyarakat yang paling rentan. Sehingga tunduk pada berbagai pengaruh dan dapat dengan mudah dieksploitasi secara seksual, bahkan untuk tujuan kriminal. Belum lama, salah satu negara di eropa meng-indetifikasikan, hampir seperempat remaja korban trafficking adalah anak-anak di usia 14 tahun sampai dengan 18 tahun…”. Bahkan dalam satu kasus, ayah menjual dua putri, 14 dan 15 tahun untuk 200 euro untuk pemilik klub dan di atas kertas ia menulis: “Hanya menjaga mereka dari prostitusi.” Modus kejahatan dilakukan oleh mafia memang macam-macam, ada yang samar-samar dengan kemasan seperti sebuah iklan sebenarnya ada tak bedanya merupakan suatu perdagangan orang. Di dalam ada anak laki-laki dan perempuan sebenarnya mereka telah ditipu dan dijual. Di pinggiran-pinggiran jalan, ada sebagian anak-anak dieksploitasi dipaksa mengemis, kemudian dihukum jika mereka tidak cukup menghasilkan uang dari aktivitas tersebut, bahkan ada yang mengakal-akali mereka dengan mendaftarkan secara legal organisasinya padahal untuk tujuan mengemis di persimpangan. Belum lagi ada keluarga memiliki anak lebih digunakan untuk mengemis, motifnya antara lain karena masalah keuangan dan keadaan sulit bagi keluarga-Nya. Salah satu bentuk perdagangan manusia banyak macamnya, salah satunya dengan model pernikahan yang diatur. Menurut penelitian menunjukkan bahwa dalam kebanyakan kasus pernikahan diatur terjadi pada gadis-gadis dari usia 11, 12, yang menjual orang tua-Nya. Biasanya dari keluarga miskin menjual anak-anak bahkan untuk TV berwarna, lemari es dan menggunakan mobil, atau 200-500 euro. Semuanya tergantung pada berapa banyak anak yang mereka miliki, berapa tahun usianya yang mereka miliki. Celakanya, habis manis sepah dibuang! Kebanyakan yang terjadi gadis-gadis tersebut kemudian berakhir mengemis di jalanan atau dipaksa untuk melakukan pelacuran berikutnya. Masalah perdagangan manusia adalah merupakan masalah yang komplek, dari persoalan kemanusiaan dan menjalankan hak-hak dasar manusia, serta solidaritas warga atau lembaga yang dapat membantu. Masalahnya ini muncul bukan dari kemarin, sudah terjadi begitu sangat lama. Isu Tak Lekang Oleh Zaman Film Trade hanya salah satu dari sekian film yang memberikan gambaran kehidupan manusia yang esensi tak jauh-jauh beda dengan apa yang dipaparkan diatas tersebut, dan film tersebut sebenarnya sudah rilis sejak tiga tahun lalu tahun 2007. Tapi mengusung isu yang tak lekang oleh zaman, trafficking alias perdagangan manusia maka film tersebut seolah masih hangat dan relevan sekali untuk ditonton kita semua. Dalam film tersebut dikisahkan, Hadiah ulang tahun yang diterima Adriana (Paulina Gaitan) dari sang kakak, mestinya membuat gadis 13 tahun ini bahagia. Sayang hanya sekejap. Adriana keburu diculik. Beruntung Jorge (Cesar Ramos) memergoki bocah lain yang membawa sepeda adiknya. Setelah ditanyai, Jorge sadar, Adriana diculik mafia Rusia yang paling ditakuti. Meski termasuk komplotan preman yang sesekali merampok turis, teman-teman Jorge langsung ciut begitu tahu berhadapan dengan mafia Rusia. Alhasil Jorge sendirian menapaki jejak Adriana yang menurut rumor diselundupkan ke New Jersey untuk kemudian dijual. Dalam perjalanannya Jorge bertemu Ray (Kline), detektif yang tengah dalam penyelidikan pribadi hingga tersasar masuk kota Juarez. Adriana yang masih belia harus menghadapi kenyataan paling getir dalam hidup. Melihat dengan mata kepala sendiri berapa direndahkannya perempuan dan anak-anak, diperjualbelikan layaknya barang. Teman satu-satunya hanyalah Veronica (Alicja Bachleda), ibu satu anak asal Polandia yang dijebak lewat iming-iming kerja gampang di Amerika. Meski terkendala bahasa yang tidak terlalu lancar, keduanya berbagi derita. Sama-sama perempuan, sama-sama tak dihargai. Perjalanan melintasi perbatasan, sempat tertangkap dan dideportasi, kembali lagi melewati perbatasan dan masuk ke Amerika, negeri impian bagi sebagian orang. Sementara Jorge merasa bersalah lantaran tak mendengarkan petuah ibunya yang memintanya menjaga sang adik. Kalau saja ia menurut, Adriana tak bakalan diculik. Saking merasa bersalah, Jorge bersikeras membebaskan Adriana, apa pun caranya. Bahkan jika harus berjalan kaki ke New Jersey! Trade yang diangkat dari cerita sampul New York Times bertajuk The Girl Next Door gamblang menyingkap perdagangan manusia yang menggurita. Tidak mudah menembus apalagi membongkar rantai yang sudah sedemikian kuat. Transformasi Adriana dari bocah cilik yang gembira saat ulang tahun hingga menjadi Adriana yang sarat pengalaman di akhir film tampak jelas. Adriana bukan lagi gadis lugu. Ia sudah jadi perempuan muda yang penuh pengalaman traumatis. Berbagai insiden dilihatnya sepanjang perjalanan dari Mexico City, Juarez, hingga New Jersey. Begitu pun Jorge. Meski beruntung masih bisa menyelamatkan sang adik, Jorge tak akan pernah kembali jadi sosok Jorge yang dulu. (sumber : www.tabloidbintang.com, Thursday, 25 March 2010 10). Matahari Terbit Jika membaca surat kabar Kompas seminggu lalu, ada artikel opini ditulis Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Irwanto, berjudul Selamatkan Anak-anak Kita!, dalam artikel tersebut disebutkan pada 25 Mei 2000, Sidang Umum PBB mengadopsi dan membuka kesempatan penandatanganan dan ratifikasi bagi negara anggota atas dua protokol opsional Konvensi Hak-hak Anak: Protokol Opsional tentang Keterlibatan Anak dan Konflik Bersenjata serta Protokol Opsional tentang Perdagangan Anak, Pelacuran Anak, dan Pornografi Anak. Kedua protokol opsional ini dianggap sebagai traktat pelengkap Konvensi Hak-hak Anak, tetapi diperlakukan sebagai traktat mandiri. Setelah sepuluh tahun, status ratifikasi kedua protokol opsional itu cukup impresif. Lebih dari 115 negara telah menandatangani dan atau meratifikasinya. Protokol opsional ini punya 17 pasal yang mengatur bagaimana negara harus bertindak dalam rangka melindungi anak dari perdagangan, pelacuran, dan pornografi anak serta menetapkan pendekatan dekriminalisasi terhadap anak-anak yang terlibat. Negara wajib melarang dan memidanakan tindakan yang mengarah pada perdagangan, pelacuran, serta pornografi anak baik oleh individu maupun kelompok atau organisasi. Tindakan itu mencakup: (1) menawarkan, mengantar, atau menerima dengan cara apa pun seorang anak untuk tujuan eksploitasi seks, transfer organ untuk mencari keuntungan, dan pengikutsertaannya dalam kerja paksa; (2) mengarahkan dengan tak wajar sebuah persetujuan-sebagai perantara-adopsi seorang anak yang sesungguhnya bertentangan dengan perangkat hukum internasional seputar adopsi; (3) menawarkan, mendapatkan, membeli, atau menyediakan seorang anak untuk dilacurkan; dan (4) memproduksi, mendistribusikan, menyebarluaskan, mengimpor, mengekspor, menjajakan, menjual, atau memiliki barang yang berkaitan dengan pornografi. Dalam menghadapi kejahatan itu, negara pihak harus memastikan ditegakkannya hukum bagi pelaku: administratif, perdata, atau kriminal. Negara juga harus menegakkan yurisdiksi berlakunya hukum yang ada, baik di wilayah sendiri (termasuk di atas kapal atau pesawat yang terdaftar di negara tersebut) maupun ketika warga negaranya melakukan kejahatan di negara lain atau jika korbannya adalah orang atau warga negaranya. Ekstradisi merupakan pilihan yang harus dikaji serius. Negara pihak juga diharapkan memiliki ketentuan hukum yang memungkinkan penyitaan alat atau aset yang digunakan untuk tindak kejahatan atau memfasilitasi tindak kejahatan itu (Pasal 7). Ketentuan penting lain adalah bahwa negara pihak harus melakukan berbagai upaya pencegahan (peningkatan kapasitas lembaga dan profesi), penyelarasan hukum, penyusunan kebijakan, dan penyebarluasan informasi yang membantu berbagai pihak untuk waspada. Negara pihak juga diminta menyelaraskan UU adopsi nasionalnya dengan standar internasional. Sehubungan dengan anak yang jadi korban, negara diminta memberi bantuan yang diperlukan, termasuk dukungan psikososial, dan memfasilitasi pemerolehan kompensasi atas kerugian yang ia derita. Dengan demikian, semoga anak-anak di belahan dunia kedepan-Nya mempunyai kepastian perlindungan terhadap diri mereka…..Selamatkan Anak-Anak Dari Perdagangan Manusia….!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun