Mohon tunggu...
Dewi Amsika IF
Dewi Amsika IF Mohon Tunggu... Mahasiswa - MHS Unikama_210402080001

Mahasiswa Unikama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Desa Jambuwer dengan Kesenian Tari Topengnya

28 April 2024   00:19 Diperbarui: 28 April 2024   00:20 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Jambuwer dengan Kesenian Tarinya

Kesenian setiap daerah di Indonesia memiliki perbedaan juga kesamaan di saat yang sama. Peyebaran kesenian yang dilakukan oleh tokoh berbeda, berasal dari sumber dengan tokoh yang lebih tinggi juga sama. Menjadikan kesenian di setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri, di saat memiliki banyak kesamaan dengan daerah lainnya.

Misalnya saja pada kesenian tari topeng di Desa Jambuwer. Kedatangan tari topeng bermula dari seorang pemuda, Sumbarjo, atau lebih di kenal dengan Mbah Sumbarjo. Bapak Sumbarjo yang berguru pada Mbah Seno di Desa Senggreng, Kecamatan Sumber Pucung. Yang kemudian, di saat kembali ke Desa Jambuwer, Bapak Sumbarjo mulai memperknalkan banyak tarian. Salah satunya adalah tari topeng malangan.

Mulanya, Mbah Seno juga adalah pembantu (kuncen) dari Tuan Kusen dan Yansen yang merupakan ahli tari topeng. Pada masa itu, Mbah Seno tidak sendiri dalam menjadi kuncen, yakni Mbah Madrim. Yang kemudian Mbah Seno mendapatkan 16 karakter tari topeng. Namun karena alasan-alasan tertentu, topeng yang menjadi karakter dari tarian oleh Mbah Seno dititipkan kepada Mbah Reni, temannya. Mbah Seno juga tidak hanya menerima murid Bapak Sumbarjo. Setelah Bapak Sumbarjo mengabdikan dirinya untuk memperkenalkan tarian topeng, Mbah Seno kembali menerima dua murid. Yang setelahnya juga menyebarkan luaskan tari topeng tersebut.

Tari topeng yang ditemani dengan kostumnya saat pertunjukan. Yakni mahkota atau disebut tekes. Kemudian adalah topeng. Ada kalung yang disebut kace. Menggunakan sabuk atau sampur sebagai selendang. Juga memakai ginseng, atau krincingan yang di pakai sebagai gelang kaki. Tekes atau mahkota digunakan sebagai bentuk penggambaran watak topeng. Sampur digunakan untuk mendukung gerakan agar gemulai nan tegas.

Penggunaan topeng saat menari digunakan sebagai cerminan akan tari yang tengah di bawakan. Misalnya saja pada tari topeng klono. Maka untuk menunjukkan karakter dari tari topeng klono, topeng yang digunakan adalah topeng klono. Sementara jika tari bapang, maka menggunakan topeng bapang yang memiliki karakter jahat, sombong dan berhidung panjang. Dalam setiap acarapun yang menampilkan tari topeng, pembawaan topeng juga didasarkan dari karakter apa yang dibawakan. Tari topeng di Desa Jambuwer seringnya di tampilkan pada saat ada acara besar seperti Gebyar. Sementara untuk tari topeng sendiri, biasa menampilkan untuk upacara adat, upacara penghormatan hingga acara resmi. Selain itu, tari topeng juga di tampilkan untuk penyambutan tamu, pernikahan, khitan hingga rasulan.

Di Desa Jambuwer, juga melestarikan ritual dalam pembuatan topeng. Ritual untuk pembuatan topeng hanya digunakan pada saat adanya acara besar, misalnya Gebyar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keaslian topeng itu sendiri. Adanya ritual juga dimaksudkan untuk memperkuat aura topeng. Ritual ini bahkan bisa berbeda-beda pada setiap organisasi. Seperti adanya selametan, syukuran, penyiraman dengan air bunga atau bahkan meminum air bunga. Hal ini terpengaruhi oleh lingkungan yang masih kejawen atau kepercayaan jawa. Namun pada saat ini, ritual topeng tidak semua memiliki isi. Hal ini dimaksudkan agar siapapun bisa memakai topeng. Ritual topeng juga dilakukan oleh Si Pembuat topeng, seperti sebelum melakukan pahata topeng, pembuat topeng terlebih dahulu melakukan semedi atau bertapa. Hal ini maksudkan untuk mendapatkan karakteristik dari topeng yang akan di bawakan.

Topeng itu sendiri yang masih memiliki kejawen, melarang untuk meletakkan topeng dengan seadanya. Hal ini bukan hanya karena topeng yang telah memiliki isi, namun juga untuk menghargai topeng itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun