Mohon tunggu...
Hartanto Amrunofhart
Hartanto Amrunofhart Mohon Tunggu... profesional -

Pembelajar ekonomi syari'ah | 083872230003 | Twitter @amrunofhart

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kopling Dalam Hidup

8 September 2013   11:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:12 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siang itu, sepulang dari kantor rekanan untuk menyampaikan laporan bulanan, saya mengalami kejadian yang penuh hikmah ini. Kopling kendaraan yang saya setir mendadak “ambles” dan tak mau balik lagi. Dalam keramaian, akhirnya saya berhasil menepikan kendaraan yang sudah abnormal tersebut. Dan, mesin langsung mati begitu gas berkurang karena kopling benar-benar tidak berfungsi, ya karena ambles itu tadi.

Panik ditengah panas terik, menggiring saya untuk langsung menghubungi montir bengkel langganan yang sudah saya anggap seperti saudara sendiri. Setelah saya ceritakan kondisinya, montir sahabat saya itu menyarankan dua pilihan; menunggu dia jemput sore nanti di lokasi saat ini, atau memaksa mobil untuk jalan tanpa kopling untuk sampai di lokasi yang lebih dekat dengan bengkel.

Keputusan pun saya ambil untuk “menggelandang” kendaraan ke lokasi yang lebih dekat, setidaknya target saya sampe dekat rumah. Tips dari sang montir cukup efektif, mengkondisikan gear-2 kendaraan dalam kondisi engine OFF, baru kemudian men-start engine, plus...jangan harap oper gigi setelah jalan  . Dan, 500 meter pertama pun dilalui seolah normal. Masalah muncul saat harus berhenti karena lampu merah. Ritual start engine yang tidak lazim pun membuat pengendara lain komplain dan macet pun tak terhindarkan. Permintaan maaf pun terus saya ucapkan pada pengendara lain di lampu merah itu, lampu merah berikutnya, dan berikutnya lagi hingga akhirnya mobil berhasil diparkir di depan minimarket dekat rumah. Alhamdulillah.

Sembari menunggu jemputan dari sang montir, saya merenung dalam terik yang menyengat, bagaimana kalau saya tidak punya kopling dalam hidup? Bukankah dalam perjalanan hidup ini kita juga kadang harus ‘oper gigi’ untuk mempercepat atau menahan langkah? Bukankah kita juga kadang harus menahan laju gas tanpa harus mengeremnya? Lantas terpikirlah soal keseimbangan dalam langkah di kehidupan ini, antara dunia dan akhirat.

Bukankah orang yang terlalu cinta dunia akan takut kepada akhirat, yang sejatinya merupakan tujuan sebenarnya? Juga, bila kita ‘terlalu ukhrawi’ akan juga melupakan dunia, yang sejatinya bisa menjadi bekal ? Bagi saya, ini seperti kopling itu tadi. Jangan sampai perjalanan hidup ini seperti penggelandangan mobil tadi, tanpa kopling, tanpa penyeimbang.

Beruntung kita punya panutan yang mengajari kita untuk bekerja untuk dunia seolah kita akan hidup selamanya, dan bekerja untuk akhirat seolah kita mati esok hari. Dia sosok yang mengajari kita mengikat tunggangan kita sebelum meninggalkannya untuk berjama’ah sholat tanpa mengkhawatirkan kuda tunggangan yang telah dipasrahkan kepada Sang Pencipta. Dialah Nabi yang tetap kaya raya namun bersahaja. Dia adalah Rosul yang fasih berdagang dan berdakwah. Dia yang mengajari makna zuhud yang benar dengan menolak dua sisi pencemarnya, kefakiran dan kemewahan. Dialah Muhammad s.a.w. Teladannya, dan praktik kehidupannya bersama para sahabat pilihannya, adalah kopling yang tak pernah ambles dalam arah hidup kita.

Sebagai penutup saya sampaikan, seperti sapaan montir sahabat saya ketika akhirnya menjemput saya; real men use three pedals.

~amrunofhart~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun