Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Pemberantas Komisi: Ironi Sebuah Lembaga Anti Rasuah

23 April 2021   23:27 Diperbarui: 24 April 2021   00:20 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gus Dur membubarkan Departemen Sosial bukan tanpa alasan, dalam wawancaranya dengan Andy F. Noya, Gus Dur menjelaskan alasan mengapa membubarkan Depsos. Ketika Andy Noya bertanya kepada Gus Dur "Kalau membunuh tikus kan tidak perlu membakar lumbungnya" ujar Andy, lalu Gus Dur menjawab singkat "Karena tikusnya sudah menguasai lumbung.." disambut tawa penonton.

Desember 2020, KPK melakukan OTT terhadap pejabat Kemensos yang salah satu diantaranya adalah Menteri Sosial Juliari Piter Batubara dengan kasus pengadaan bantuan sosial Covid-19 di Jabodetabek, berita ini sontak mengagetkan publik dan republik yang sedang dirundung pandemi covid-19 yang angkanya semakin meningkat tak terkendali, bantuan sosial disunat 'ceban' per paket. Wal hasil, KPK dalam OTT itu menyita uang sejumlah 14,5 milyar yang terdiri dari berbagai macam mata uang: Rupiah, Dollar Singapur dan Dollar Amerika.

Video pernyataan Gus Dur tentang pembubaran Depsos yang disampaikan dalam wawancara dengan Andy Noya menjadi 'viral' kembali, semacam dijadikan sebuah refleksi bahwa pernyataan Gus Dur yang disampaikan beberapa tahun lalu memang benar dan ironisnya hingga saat ini.

Jawaban Gus Dur dengan analogi sederhana bahwa membunuh tikus juga harus membubarkan lumbungnya mungkin juga tepat dijadikan alasan mengapa KPK yang belakangan menjadi sebuah lembaga yang ditakuti oleh para politikus dan kolega bisnisnya minimal di dunia ini malah 'banting stir' menjadi lembaga yang fleksibel dalam arti bisa dijadikan mitra pemerintah dalam memilih dan memilah kasus dan target.

Revisi UU KPK yang ditolak publik berjalan mulus dan sah ditangan legislatif yang mayoritas dari partai koalisi pemerintah. Seiring berjalannya waktu, hasil dari revisi sudah mulai muncul sedikit demi sedikit, mulai dari peralihan status pegawai KPK menjadi ASN yang secara tidak langsung mengekang independensi KPK itu sendiri.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana menjelaskan setidaknya ada tiga potensi resiko yang akan dirasakan dan melemahkan penyidik dan penyelidik KPK setelah statusnya berubah menjadi ASN: Pertama, nilai independensi KPK akan semakin terkikis akibat dari berlakunya konsep ini, sebab ciri-ciri lembaga independen tercermin dari sistem kepegawaian yang dikelola secara mandiri. Kedua, dengan diberlakukannya status ASN memungkinkan terganggunya penanganan kasus, karena ASN bisa dipindahkan ke lembaga negara lainnya kapan saja. Ketiga, dengan status ASN, menilai dapat berpotensi memunculkan konflik kepentingan atau conflict of interest saat menangani perkara.

Rasuah di Lembaga Anti Rasuah

Bagaimana bisa, disebuah 'rumah suci' sesuci KPK terjadi sebuah pencurian barang bukti berupa emas yang dilakukan oleh penghuninya sendiri. Pegawai KPK berinisial IGAS yang merupakan anggota Satuan Tugas pada Direktorat Barang Bukti dan Edukasi (Labuksi). Emas yang dicuri seberat 2 kilo kurang 100 gram itu merupakan barang bukti perkara korupsi atas nama Yaya Purnomo, mantan Pejabat Kementerian Keuangan.

Kasus yang mencoreng lembaga anti rasuah dengan perilaku rasuah adalah sebuah tamparan maha dahsyat bahwa bagaimana lembaga ini bisa dipercaya sebagai lembaga anti korupsi jika pegawainya melakukan praktik rasuah?

Bahkan, belum lama setelah kasus itu mencuat, KPK kembali ditampar oleh pegawainya sendiri. Seorang penyidik yang berasal dari Polri, AKP SR diduga melakuakan pemerasan terhadap Walikota Tanjungbalai M. Syahrizal. AKP SR diduga meminta uang sebesar Rp. 1,5 milyar dengan janji akan menghentikan kasusnya.

Dua perilaku pegawai lembaga anti rasuah ini mungkin juga relevan dengan pernyataan Gus Dur bahwa membubarkan tikus juga harus membubarkan lumbungnya. Bedanya dengan KPK, justru lumbung penangkap tikus malah dihuni oleh beberapa tikus. Lantas, apakah perlu dibubarkan juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun