Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pasca Muktamar PPP

21 Desember 2020   18:56 Diperbarui: 21 Desember 2020   19:06 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Persatuan Pembangunan telah sukses menggelar Muktamar ke IX yang dilaksanakan dengan sistem zonasi dari berbagai daerah dan berpusat di Makassar, hal ini dilakukan untuk menghindari cluster baru penyebaran covid-19, muktamar dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo melalui virtual langsung dari Istana Bogor Jumat, 18 desember 2020. 

Suksesi kepemimpinan ketua umum sebelumnya, Romahurmuzy yang dilanjutkan oleh Plt. Ketua Umum Suharso Monoarfa telah dianggap sudah melewati badai yang membuat partai berlambang ka'bah ini terombang-ambing melewati badai pemilu 2019. Meskipun begitu, PPP tetap mempertahankan suaranya hingga lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen yang ditetapkan sebesar 4%.

Sebelumnya, nama Sandiaga Salahuddin Uno sempat santer akan menjadi kandidat Ketua Umum PPP pada muktamar ke IX. Namun, dalam pergelaran muktamar, 2 nama mengerucut, yaitu: Suharso Monoarfa yang tak lain plt ketua umum PPP saat ini dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimun, cucu KH. Maimun Zubair.

Pada detik-detik berjalannya muktamar, Taj Yasin Maimun tak terdengar kabar untuk maju karena terganjal ketentuan pencalonan ketua umum yang mensyaratkan pernah menjadi pengurus DPP atau ketua DPW sekurang-kurangnya satu periode, alhasil tidak ada nama lain yang mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum PPP selain Suharso Monoarfa. Hingga akhirnya muktamar 'anget-anget panas' ini sah memilih Suharso Monoarfa secara aklamasi untuk melanjutkan kepemimpinan PPP 2020-2025.

Masa depan Ka'bah

Dalam pidatonya, Suharso Monoarfa mengibaratkan dirinya sebagai 'pengaduk gelas'. "Apabila di dalam gelas kita akan gunakan untuk meminum teh, bagaimana rasa teh itu mau manis, lebih pahit, lebih manis, sedang-sedang saja, atau digin, itu ditentukan oleh pemilik gelas. Insya Allah saya hanya akan berperan sebagai pengaduk, kepada keluarga besar PPP, Suharso mempersilakan pengaduk itu digunakan semestinya dan sebaik-baiknya. 

"Sehingga bisa mendapatkan minuman yang paling pas, yang menyehatkan, dan mengantarkan kita memenangkan Pemilu 2024," kata Suharso dalam pidatonya dikutip dari Tempo (19/12/20).

Tantangan besar PPP memang banyak, salah satunya adalah mengembalikan kejayaan PPP seperti halnya pada tahun 1999, pemilu 1999 PPP meraih suara sebanyak 11.329.905. Pemilu 1999 juga kerap disebut-sebut sebagai masa gemilang partai berlambang kabah ini. 

Setelah itu, suara PPP terus menurun. Di Pemilu 2019, PPP hanya meraih 6,3 juta suara atau 4,52 persen. Angka ini mepet dengan ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Adapun jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat hanya 19 kursi, menurun dari hasil Pemilu 2014 sebanyak 39 kursi.

PPP dan Millenial

Bukan hanya itu saja, daya tarik PPP terhadap millennial masih rendah, stigma bahwa PPP adalah partai 'orang tua' masih melekat erat, hal ini bisa menjadi sebuah ancaman regenerasi kader dan pengurus partai itu sendiri. 

Keterlibatan millennial jangan hanya dimanfaatkan sebagai 'kader baru' saja, melainkan juga diberi akses untuk belajar langsung bagaimana mengelola organisasi partai politik dengan dijadikannya millennial sebagai pengurus partai atau minimal pengurus sayap partai yang notabene untuk menjaring kader-kader baru, jika hal ini diterapkan, PPP memiliki daya tarik tersendiri dimata millennial yang saat ini ada yang melek dan peduli terhadap politik saja sudah untung-untungan apalagi bersedia menjadi kader dan pengurus partai.

Masih banyak millennial yang potensial untuk menduduki sejumlah posisi dalam partai politik atau organisasi kepemudaan partai, jika organisasi kepemudaan partai diisi oleh orang-orang yang sudah berangkat dan melewati masa mudanya, esensi organisasi kepemudaan itu sudah hilang dengan isinya orang-orang yang sudah tidak muda lagi. Maka, sudah nyaris tidak pantas jika disebut sebagai organisasi kepemudaan.

Suharso Monoarfa menjawab hal ini dengan menargetkan agar bisa menghadirkan influencer dan memberikan akses kesempatan  ada keterlibatan lintas generasi di internal PPP, mulai dari generasi X generasi milenial, hingga generasi Z. mengutip Tempo (19/12/2020) Suharso Monoarfa mengatakan "Biar kita demonstrasikan pada publik Indonesia bahwa regenerasi PPP sesungguhnya terbentuk. Itulah saya kira secara ringkas apa yang akan kita lakukan bersama," ujarnya.

Dengan kepemimpinan yang baru dan harapan baru, diharapkan wajah-wajah baru pemuda hadir dalam internal partai serta organisasi sayapnya, sehingga dengan hal ini bisa menjadi daya tarik tersendiri terhadap millennial dan juga sebagai pendongkrang suara partai, dan pada akhirnya cita-cita mulia 2024 terwujud dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun