Tidak bisa dipungkiri, jika elite lokal terus menguasai dan mempertahankan kekuasaan untuk klan keluarganya, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya campur baur kepentingan keluarga dengan kepentingan politik, praktek familisme yang terjadi akhirnya hanya sebatas 'bancakan' kekuasaan untuk kepentingan keluarga yang pada akhirnya mengesampingkan kepentingan masyarakat umum dan pembangunan daerah itu sendiri. Praktik seperti ini juga akan menutup peluang yang sama bagi warga negara, kesempatan tokoh terbaik yang benar-benar kompeten dan berpengalaman untuk maju digagalkan hanya karena mengutamakan kepentingan klan dan mempertahankan kekuasaan keluarga. Dengan begitu, kaderisasi di daerah seperti tidak ada artinya jika yang dipentingkan terus menerus sosok figure yang dimunculkan dari klan-klan tertentu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H