Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Tanpa Pacaran, Kampanye Nikah Dini dan Masalah Sosial Kita

26 Juli 2019   22:02 Diperbarui: 26 Juli 2019   22:30 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Indonesia Tanpa Pacaran

       Tidak lengkap rasanya ketika para remaja anggota Hijrah-Hijrah Club tidak mengikuti paket hijrah yang disediakan, mulai dari pertobatan, perubahan kostum ala syar'i, mengikuti kajian-kajian dengan ustaz beken dan gerakan Indonesia Tanpa Pacaran yang hampir semuanya di pamerkan di medsos-medsos mereka.

Siapa yang tidak tahu dengan gerakan ITP? Gerakan ini pertama di bumikan oleh La Ode Munafar, di gagas pada 7 september 2015 gerakan ini mengklaim di dukung oleh organisasi dakwah sekolah dan kampus se Indonesia. Dengan kampanye massif di media sosial, gerakan ini mampu menggaet pemuda-pemudi tanggung yang sedang mencari identitas sosial dan spiritualnya ditengah krisis pengakuan.

Untuk mengikuti dan memperdalam gerakan ini ternyata tidak gratis, ada biaya ratusan ribu yang harus di siapkan untuk menjadi member dan mendapat beberapa buku panduan dan aksesoris khas gerakan ITP kemudian di invite ke dalam group yang berisikan kajian dan motivasi anti pacaran, antusiasme para pencari identitas spiritual via medsos ini rela mengikuti dan membayar mahar pendafataran member tersebut.

Di instagram, akun resmi Indonesia Tanpa Pacaran di follow oleh 993 ribu pengguna instagram, dengan jumlah postingan sampai saat ini mencapai 32 ribu postingan bernuansa percintaan dan tidak sedikit dalam postingan tersebut menukil ayat dan hadist dengan tafsir mentah untuk memperkuat argumen. 

Di satu sisi, isi potingan di akun tersebut memperingati anak-anak muda tanggung dan labil untuk meninggalkan pacaran, namun di sisi lain beberapa postingan justru mendiskreditkan "jomblo" sebagai sebuah nasib dan sebuah dorongan untuk segera melakukan nikah meskipun dengan pembelaan diri memakai istilah "Jomblo fi Sabilillah" sebuah term dari AlQuran tentang jihad ini di dangkalkan maknanya hanya untuk pembelaan diri kaum anti-pacaran seakan-akan sedang dalam jalan yang paling benar.

dok. Indonesia Tanpa Pacaran
dok. Indonesia Tanpa Pacaran
Lalu apa kelanjutannya? Akun tersebut secara tidak langsung mengkampanyekan nikah dini sebagai solusi menghindari zina, cinta dalam halal, meraih pahala dengan menikah, pacaran pasca menikah dan dorongan-dorongan lain yang membuat ekspektasi berlebihan untuk mempengaruhi remaja labil agar segera menikah dini. Lantas apakah tidak ada alternatif solusi lain selain menikah dini untuk menghindari pacaran?  

Problem Sosial atas Fenomena Nikah Dini.

Dikutip dari situs BKKBN, di Indonesia, terjadi 40 kasus perceraian perjam. Sebanyak 70 persen di antaranya diajukan oleh perempuan. Menurut dia, ini adalah masalah serius karena perceraian tidak hanya memberi dampak negatif kepada anak, tetapi juga kepada ibu.

Kasus perceraian tertinggi di Indonesia terjadi di usia 20 sampai 24 tahun. Panjang waktu pernikahan pun tidak sampai lima tahun. "Tinggi angka perceraian diduga karena pernikahan dini yang mana mereka belum siap membina rumah tangga," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN) Sigit Priohutomo

Akibat dari ketidaksiapan mental pra-nikah, angka perceraian yang diakibatkannya tidak sedikit, problem sosial yang diakibatkan karena dorongan ekspektasi yang terlalu tinggi dengan tidak disiapkannya mental dan financial yang mumpuni berakhir tragis dengan perceraian yang sangat menyakitkan, terlebih jika sudah memiliki anak.

Berdasarkan data yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (3/4/2019), sebanyak sebanyak 419.268 pasangan bercerai sepanjang 2018. Dari jumlah itu, inisiatif perceraian paling banyak dari pihak perempuan yaitu 307.778 perempuan. Sedangkan dari pihak laki-laki sebanyak 111.490 orang. (detik.com 3 April 2019).

Artinya, menikah bukan hanya sekedar keindahan pacaran dalam keadaan halal, hubungan intim halal, pahala melimpah ruah pasca-nikah dan iming-iming kenikmatan yang masih terpikir dalam ekspektasi angan belaka, tanpa adanya bekal mental, financial, tanggung jawab dan rencana jangka panjang harus di siapkan, karena menikah bukanlah sekedar tuntutan sosial, apalagi hanya mengikuti kepentingan kelamin semata, karena sesuatu yang diperbolehkan namun dibenci oleh Allah SWT adalah talak.

         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun