Huh … pada akhirnya hari ini sama dengan hari-hari yang lain, begitu melelahkan. Aku sudah tidak sanggup menerima pelajaran apapun lagi. Kepalaku langsung puyeng. Sudah terlambat bangun, tidak sarapan, makan siang seadanya, ditambah dengan pelajaran yang berat, sudah, hebat banget hidupku.
Setelah dosen menyelesaikan pembelajarannya, aku langsung menghembuskan nafas lega. Karena sudah ngantuk banget, aku memutuskan untuk tidur di dalam kelas.
Di dalam tidurku, aku tidak bermimpi apapun. Yang kulihat hanyalah warna hitam tidak berujung. Namun, aku mendengar suara perempuan menangis. Aku menelusuri jalan, mengikuti suara perempuan itu. Namun, alangkah terkejutnya aku karena tiba-tiba perempuan berambut panjang, hitam, dengan kening berdarah muncul di depanku. Aku langsung terkejut dan seketika itu aku terbangun.
Mimpi? Ya … apa lagi kalau bukan mimpi? Sepertinya aku mimpi buruk. Oh ya, hari sudah gelap banget. Tumben pak Diki tidak membangunkanku. Biasanya dia membangunkanku.
Aku melihat jam dinding, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku sebaiknya bergegas pulang. Aku melihat kantor staff, memeriksa apakah pak Diki masih di situ ternyata tidak. Mungkin dia sudah pulang kali. Aku pergi ke pintu, dan sialnya pintunya terkunci. Eh? Jadi? Aku akan menginap di sini?
“Hihihi,” tiba-tiba saja samar-samar aku mendengar suara perempuan ketawa cekikan. Ada apa ini? Bulu kudukku langsung berdiri. Instingku mengatakan kalau aku berada dalam bahaya.
Aku tidak menyerah, pasti ada pintu lain yang tidak dikunci. Aku memeriksa pintu satu per satu dan dikunci semua. Jendela juga dikunci, tapi memang aku tidak bisa keluar lewat jendela karena dilapisi besi. Akhirnya, terpaksa aku menginap di sini.
Aku menghidupkan lampu, lampu memang menyala tapi redup banget. Huh … sial banget. Tiba-tiba aja samar-samar aku melihat bayangan putih berlalu begitu cepat. What? Aku segera meluruskan pikiranku.
Aku pergi ke ruang praktikum. Katanya ruangan ini dulu adalah ruang penyiksaan. Dan aku tidak tahu kenapa aku berada di ruangan ini. Aku seakan dipanggil ke ruangan itu.
Ketika aku akan membuka pintu, tiba-tiba saja aku dihentikan. Tangan perempuan lembut menghentikan tanganku untuk membuka pintu. Seketika itu pula aku sadar.
“Eh … kamu terkunci di sini?” tanya perempuan itu kepadaku.