Mungkin ini sudah sepuluh tahun lamanya, sejak kita pertama kali jumpa. Pada waktu itu kamu datang menghampiriku. Kamu memperkenalkan dirimu kepadaku. Aku awalnya cuek saja, menganggapmu sebagai pengganggu. Tapi kegigihanmu meluluhkan hatiku.
“Hai boleh kenalan?” itu adalah perkataan yang kamu ucapkan waktu itu. Kamu datang dengan memakai jaket kulit dengan rambu pendek baru dipangkas. Kamu datang dengan senyum dipaksakan.
Aku hanya melihat mukamu sekilas dan langsung memalingkan wajahku. Jujur, bagiku kamu itu adalah pengganggu.
“Hei, cantik-cantik kok galak bangat sih?” itu katamu mengejarku. Aku yang lagi olahraga kamu hancurkan waktu itu. Kehadiranmu menurunkan moodku berolahraga. Jangankan berolahraga, melihat-lihat berkeliling ke lapangan pun moodku langsung hancur.
Kamu mengejarku, memberikan senyuman termanismu. Berusaha untuk menyapaku. Dan lama-kelamaan aku lepas emosi.
“Kamu ini kenapa sih? Apa tidak ada kerjaan lain?” kataku dengan emosi tersulut. Meskipun aku emosi, tapi aku berusaha menjaga perkataanku.
“Huh … tidak ada sih. Lihat! Semua orang sudah punya temannya masing-masing. Aku ini sendiri dan aku perhatikan dari tadi kamu sendiri,” katanya.
“Sudah sana saja kamu! Aku ingin sendiri!” kataku dengan menambah kecepatanku.
“Jangan seperti itu. Setidaknya katakan dulu siapa namamu,” dasar kurang garam.
“Melati! Puas!” kataku membentaknya dan itu tidak menghentikan dia untuk menggangguku.
***
Setelah kejadian itu, secara ajaib dia datang di depan kelasku. Dia bahkan menyapaku di kampus. Aku langsung pura-pura tidak kenal.
Semua orang heboh karena aku ternyata mempunyai teman laki-laki. Teman-temanku menganggap kalau aku ini perempuan kuper yang teman sejenisnya saja tidak punya.
“Kamu kenapa sih? Menggangguku lagi! Sudah puas kamu membuat keributan di kelas!” itu kataku ketika di kantin. Dia mengekorku.
“Enggak sih, setidaknya katakan dulu no. hpmu,” katanya sambil memegang hpnya. Dasar! Kurang garam.
“Ini xxx-xxx-xxx,” aku memberikan no.hpku dan dia langsung pergi meninggalkanku. Udah aneh, kurang garam lagi!
Dan pada malam harinya dia langsung smsku. Aku awalnya tidak membalasnya tapi ribuan sms menghujaniku. Terpaksa aku membalasnya. Itulah awal kedekatan kami.
***
Dua bulan berlalu, aku tidak sadar kalau kami sudah sedekat ini. Awalnya dia memang menghujaniku ribuan sms sampai aku menjawabnya. Tapi sekarang, aku yang menghujaninya ribuan sms. Aku merasa ada yang hilang bila tidak berhubungan dengannya.
Dulu dia yang berusaha untuk bertemu denganku. Aku akui kalau aku cuek sekali kepadanya. Aku bahkan tidak menganggap dia adalah orang yang aku kenal. Tapi dia tidak menyerah. Dan sekarang, aku yang berusaha ingin bertemu dengannya.
Keadaan kamu terbalik. Yang awalnya aku yang cuek kini dia yang cuek. Apa yang terjadi? Apakah ini karma?
Dan hatiku mulai dimasuki oleh rasa rindu. Rasa ini sungguh tidak mengenakkan. Rasa ingin bertemu dengannya, bersapa dengannya, kalau bisa bercanda dengannya. Tapi … aku tidak dapat melakukan hal itu.
Satu bulan kemudian kamu hilang dari peredaran.
***
Sudah sepuluh tahun lamanya kita berpisah. Kini aku akan menikah dengan laki-laki lain dan tiba-tiba kamu datang di hadapanku, mengutarakan maksud isi hatimu. Kamu bilang kalau kamu mencintaiku. Tapi itu sudah terlambat.
Sejujurnya, cintaku hanya tumbuh sekitar dua bulan saja. Satu bulan setelah perkenalan kita dan satu bulan kemudian tepat kamu meninggalkanku. Kamu pikir itu tidak sakit? Rasanya sangat sakit! Kamu hilang kabar entah dimana? Mungkin kamu sedang asyik dengan yang lainnya, sedangkan aku berusaha menjaga diri?
Kamu tidak rela melepaskanku tapi aku bukan perempuan seperti waktu dulu. Kini aku tegas menolakmu. Kamu tidak menyerah mendekatiku, aku langsung lapor ke polisi.
sumber : bacacerpen.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H