Di bawah pohon mangga yang rindang, angin sore berhembus lembut, membawa aroma dedaunan dan tanah basah. Reza duduk sambil mengikat tali sepatu, sementara Bima sibuk menggambar sesuatu di tanah dengan ranting kecil.
"Bim, kamu nggak capek tiap hari main di sini terus?" tanya Reza sambil menatap temannya.
"Nggak, Za. Tempat ini spesial," jawab Bima tanpa mengalihkan pandangannya dari gambar yang sedang ia buat.
Reza tertawa kecil. "Spesial apanya? Cuma pohon mangga tua, nggak ada apa-apa lagi."
Bima meletakkan rantingnya dan menatap Reza dengan serius. "Kamu inget nggak, dulu kita janji di sini?"
Reza mengerutkan dahi, mencoba mengingat. "Janji apa?"
Bima menghela napas panjang. "Waktu kelas lima SD, pas aku hampir pindah ke kota lain. Kita janji kalau apa pun yang terjadi, kita bakal tetap sahabat selamanya."
Reza tersenyum. "Oh iya, aku ingat. Tapi kan itu cuma janji anak kecil, Bim."
"Cuma janji anak kecil?" Bima tertawa kecil, tapi ada nada kekecewaan dalam suaranya. "Za, aku pegang janji itu. Kamu tahu nggak, setiap aku merasa sendirian di kota baru, aku selalu ingat pohon mangga ini. Ingat kita."
Reza terdiam. Ia tak pernah tahu seberapa penting janji itu bagi Bima. "Maaf, Bim. Aku nggak bermaksud nganggap remeh."